Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Guru Besar Ekonomi Islam UIN Jakarta, menyoroti kontribusi Kiai Embay dalam pengembangan ekonomi syariah dan pemberdayaan umat. “Nilai-nilai keislaman yang dibawa Kiai Embay telah diintegrasikan dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Ini adalah warisan yang sangat berharga bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Kiai Embay juga dikenal sebagai sosok yang egaliter. Ia mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan, mulai dari pengusaha hingga pedagang asongan. “Beliau adalah tokoh kejujuran dan integritas. Secara tertulis, saya siap menulis pemikiran beliau untuk kemajuan Banten,” tambah Prof. Euis.
Bonnie Triyana, sejarawan dan anggota DPR RI, menyoroti jejak historis Kiai Embay sebagai pemimpin yang membawa perubahan sosial di Banten. “Kiai Embay adalah produk masyarakat yang memiliki kharisma sejak muda. Beliau adalah jawara putih yang mampu mentransfer nilai-nilai kebantenan ke dalam konteks kekinian,” ujarnya.
Bonnie juga mengingatkan pentingnya merekonstruksi makna “jawara”. “Jawara bukanlah preman yang menakut-nakuti, tetapi sosok yang memiliki nilai moral, kehormatan, dan kesetiaan. Kiai Embay adalah contoh nyata dari jawara sejati,” tegasnya.
Iip Arief Budiman, Direktur Utama PT. Krakatau Sarana Infrastruktur, membahas peran Kiai Embay dalam mendorong pembangunan infrastruktur yang berpihak pada masyarakat. “Kiai Embay terlibat dalam pengembangan industrialisasi di Banten sejak era 1970-an. Beliau adalah jembatan antara pusat dan daerah, serta memiliki integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas yang tinggi,” ungkapnya.
Prof. Dr. Lili Romli, M.Si., ahli peneliti utama BRIN dan pengurus ICMI, menyoroti peran Kiai Embay Mulya Syarief sebagai tokoh yang mampu menjembatani agama, budaya, dan ilmu pengetahuan. Kiai Embay, yang akrab disapa “Ka Haji”, adalah sosok langka yang tidak hanya berbicara tentang teori, tetapi juga mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan nyata.
Lili Romli mengapresiasi buku tentang Kiai Embay yang ditulis Kang Eko, menyebutnya sebagai dokumentasi gagasan yang inspiratif. Ia menekankan tiga level pengaruh Kiai Embay: Lokal: Sebagai figur populer di Banten, Kiai Embay memimpin Mathla’ul Anwar dan menjadi sumber motivasi luar biasa. Nasional: Sebagai tokoh agama mumpuni, ia mengikis stigma negatif tentang “jawara” dengan memperkenalkan konsep “Jawara Putih”, menegaskan bahwa Banten adalah masyarakat egaliter, terbuka, dan kosmopolitan. Global: Kiai Embay adalah ulama moderat yang menentang fundamentalisme dan radikalisme, sekaligus aktif membina etnis minoritas seperti Tionghoa.
Lili Romli juga mengingat bagaimana Kiai Embay membela budaya Banten dalam sebuah talkshow, menegaskan bahwa Islam di Banten adalah Islam pesisir yang inklusif dan cinta tanah air. “Jangan tanya nasionalisme Banten, kami cinta mati pada NKRI,” kata Kiai Embay. Sebagai penutup, Lili Romli menyarankan agar UNMA, BRIMA, dan BRIN melakukan kajian lebih mendalam tentang Bantenologi untuk mempromosikan Islam moderat dan nilai-nilai kebantenan yang diwariskan Kiai Embay. Sosok Kiai Embay adalah bukti bahwa integritas, moderasi, dan semangat pemberdayaan dapat menciptakan perubahan bermakna bagi masyarakat.
Prof. Dr. Ir. Ari Sandhyavitri, MSc, guru besar Fakultas Teknik Universitas Riau, menyoroti relevansi nilai-nilai kepemimpinan Kiai Embay Mulya Syarief dalam pengembangan teknologi dan rekayasa berkelanjutan. Menurutnya, integritas dan visi Kiai Embay dapat menjadi inspirasi bagi insinyur masa depan dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Kiai Embay, yang dikenal sebagai “Jawara Putih”, tidak hanya menjadi simbol kepemimpinan di bidang keagamaan dan sosial, tetapi juga memberikan contoh nyata dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. “Kiai Embay adalah sosok yang memahami pentingnya rekayasa berkelanjutan. Ia bukan hanya berbicara tentang teori, tetapi juga mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata,” ujar Ari Sandhyavitri. Melalui pantun nasihat Tenas Effendy, Ari Sandhyavitri menggarisbawahi nilai-nilai yang juga dimiliki Kiai Embay: keimanan yang teguh, ketekunan dalam ibadah, dan kehidupan yang dijalani dengan penuh ketulusan. “Kiai Embay adalah contoh nyata dari orang budiman yang hidup dan mati karena Allah (lillah). Ini adalah prinsip yang harus dipegang oleh setiap insinyur dalam menjalankan profesinya,” tambahnya.