PANDEGLANG, biem.co – Pondok Pesantren Huffadz Manbaul Quran menjadi saksi dari sebuah diskusi mendalam yang mengupas kitab klasik Ta’lim Muta’alim, pedoman legendaris yang mengajarkan kaidah menuntut ilmu. Acara yang digelar pada 19 Januari 2025 ini menghadirkan Prof. Ir. Agus Pramono, ST., MT., Ph.D, Tech, akademisi terkemuka yang juga menjabat sebagai Korcam KKM Pondok Pesantren UNTIRTA serta Rais Syuriah PCI-NU Federasi Rusia periode 2016–2025.
Di Saung Shoang yang asri, Kiai Sirojudin ZA, Pimpinan Pondok Pesantren Huffadz Manbaul Quran, membuka acara dengan pesan inspiratif tentang pentingnya ilmu dan wawasan sebagai bekal kehidupan, khususnya bagi para santri. “Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan kita. Namun, ilmu tanpa wawasan dan adab hanyalah sekadar pengetahuan tanpa arah. Sebaliknya, ilmu yang diiringi akhlak mulia akan membawa keberkahan yang luar biasa,” tegasnya.
Kiai Sirojudin mengingatkan bahwa Ta’lim Muta’alim, karya monumental Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Zarnuji, lebih dari sekadar panduan belajar. Kitab ini, menurutnya, adalah pedoman hidup yang menanamkan nilai-nilai moral, seperti penghormatan kepada guru, pentingnya niat yang tulus, serta kesungguhan dalam belajar. “Para santri tidak hanya belajar untuk menjadi pintar, tetapi juga untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Niat mencari ridha Allah harus menjadi landasan setiap langkah kita dalam menuntut ilmu,” ujar Kiai Sirojudin.
Beliau juga menekankan perlunya wawasan yang luas untuk menghadapi tantangan zaman. “Santri harus memiliki kemampuan memahami konteks era modern, tetapi tetap berakar pada nilai-nilai Islam. Inilah kunci agar kita relevan di tengah perubahan zaman,” tambahnya.
Menggali Nilai-Nilai Ta’lim Muta’alim di Era Digital
Dalam diskusi, Prof. Agus Pramono memaparkan nilai-nilai utama kitab tersebut. Kitab yang ditulis pada era Dinasti Abbasiyah ini berisi 13 bab penting, di antaranya tentang hakikat ilmu, keutamaan niat, memilih guru, serta ketekunan.
“Pesan inti kitab ini adalah pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Ilmu tanpa adab akan kehilangan keberkahan. Di era digital ini, kita sering terjebak dalam kemudahan akses informasi, tetapi melupakan nilai-nilai dasar seperti penghormatan kepada guru dan konsistensi dalam belajar,” ujar Prof. Pramono.
Beliau juga menyoroti pentingnya transformasi nilai-nilai tradisional menjadi panduan moral di era modern. “Meskipun kitab ini berasal dari masa lalu, ajarannya sangat relevan untuk membentuk karakter generasi muda yang tangguh secara intelektual dan spiritual. Nilai-nilai ini harus diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan formal,” lanjutnya.
Acara yang dihadiri para santri, guru, dan akademisi ini juga diramaikan dengan sesi dialog interaktif.
Pesan Penutup: Perbanyak Amal, Doakan yang Dzalim
Menutup acara, Prof. Agus menyampaikan pesan yang penuh makna tentang pentingnya memupuk amal kebaikan sebagai bekal kehidupan. “Rasulullah mengajarkan kita untuk memperbanyak amal, bahkan di tengah ujian. Doakan orang yang dzalim kepada kita, karena doa itu bukti kebesaran hati dan keyakinan kita pada keadilan Allah,” katanya dengan penuh keteduhan.
Beliau mengingatkan bahwa setiap amal baik, meski tampak kecil, akan menjadi tabungan besar di hadapan Allah. “Ada masanya kita akan memanen hasil dari setiap amalan kita. Siapa yang mempermudah urusan orang lain, Allah akan mempermudah urusannya,” tambahnya.
Sebagai penutup, Prof. Agus menegaskan bahwa menuntut ilmu adalah perjalanan yang harus diiringi niat yang tulus, akhlak mulia, dan kontribusi nyata bagi masyarakat. “Jadikan ilmu sebagai cahaya yang tidak hanya menerangi diri sendiri, tetapi juga membawa manfaat bagi orang lain,” pungkasnya.
Acara diakhiri dengan doa bersama, menjadi momentum untuk merenungkan hikmah dari Ta’lim Muta’alim. Para peserta sepakat bahwa kitab ini tetap relevan untuk membangun generasi yang cerdas dan berakhlak mulia, baik di dunia pesantren maupun di tengah tantangan era modern. (Red)