BANTEN, biem.co – Cara berlangsungnya komunikasi politik telah berubah pesat dalam beberapa dekade terakhir ini. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia tidak terkecuali dari hal ini. Munculnya media sosial sebagai media utama untuk membangun citra dan menyampaikan pesan politik merupakan perubahan yang paling menonjol. Tiga platform utama yakni Instagram, Twitter, dan Tiktok adalah yang paling sering digunakan oleh politisi untuk mengiklankan dampak politik mereka.
Era Media Sosial dan Politik Indonesia
Kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia sekarang tidak dapat terlepas dari yang namanya media sosial. Pada tahun 2023, penggunaan media sosial di Indonesia sangatlah tinggi, dengan lebih dari 191 juta pengguna internet aktif. Dengan menyadari hal ini, politisi di Indonesia menggunakannya untuk mencipakan citra yang bisa mendapatkan perhatian masyarakat, terutama generasi muda yang merupakan mayoritas pengguna internet aktif di media sosial. Adanya Twitter dan Instagram memungkinkan politisi untuk membangun imej yang baik, sedangkan Tiktok dapat memberikan ruang yang kreatif di mana setiap orang bisa memobilisasi dukungan dengan cara yang lebih santai dan menghibur
Selain itu juga, media sosial memiliki jangkauan dan kecepatan yang belum pernah ada sebelumnya. Kampanye yang dulu memerlukan banyak sekali waktu dan biaya untuk mencapai audiens, sekarang hanya memerlukan hitungan detik dan biaya yang lebih sedikit untuk dapat mencapai audiens yang jauh lebih banyak dan luas. Selain itu juga, dengan adanya media sosial, mereka memungkinakn untuk memantau opini yang diberikan publik secara real-time (langsung) dan feedback (saran) yang bisa mereka gunakan untuk menyempurnakan kebijakan atau pesan mereka agar dapat menjadi lebih baik lagi.
Media sosial mempermudah masyarakat untuk mendapatkan informasi politik tanpa harus bergantung pada media tradisional. untuk mendapatkan berita atau informasi tentang politisi. Namun, overload informasi dan kesulitan membedakan fakta dari opini atau hoaks adalah masalah baru yang ditimbulkannya.
Teknik Pencitraan di Media Sosial
Sejarah pencitraan politik di Indonesia sudah ada sejak dahulu kala. Namun dengan adanya media sosial, cara pencitraan yang selama ini ada, semuanya berubah. Ada beberapa strategi umum yang biasa digunakan oleh politisi untuk mengiklankan diri mereka sendiri melalui media sosial, seperti:
- Konten Visual yang Menarik
Instagram telah menjadi platform yang sangat penting bagi politisi untuk membagikan segala foto dan video kegiatan mereka yang menujukkan kedekatan dengan masyarakat. Kegiatan yang sangat sering kali mereka unggah seperti pertemuan dengan petani, kunjungan ke daerah masyarakat yang kurang mampu, sampai kegiatan amal dapat mereka abadikan dengan gambar berkualitas tinggi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesan bahwa mereka adalah politisi yang peduli dan hadir di tengah kesulitan masyarakat.
Seperti yang dilakukan oleh Wakil Presiden Indonesia saat ini, Gibran Rakabuming Raka, banyak sekali media digital yang mengunggah kegiatannya saat ia membagikan susu gratis secara langsung kepada masyarakat. Unggahan ini bukan hanya menarik banyak simpati, tetapi juga memancing agar masyarakat berpikir bahwa ia adalah “Pemimpin yang peduli” juga pro-rakyat dan memahami kebutuhan rakyat kecil. Banyak politisi juga memanfaatkan fitur dari Instagram yakni Instagram Stories untuk memberitahukan secara langsung keberadaannya saat ini dari lokasi – lokasi tertentu, yang dapat menciptakan kesan mendalam bahwa ia sangat trasparansi.
Politisi juga menggunakan elemen estetika, seperti editing dari orang yang profesional dan penggunaan filter untuk menjukkan seberapa pentingnya visualisasi yang dirancang dengan baik dalam menetukan persepsi publik.
- Interaksi Langsung dengan Pengikut
Dengan menggunakan Twitter, politisi dapat memberikan pandangan mereka secara langsung dan real-time (saat itu juga), seperti digunakan untuk berkomentar terhadapat masalah – masalah politik atau sosial yang sedang trending & hangat dibahas. Dengan secara aktif dan rutin menyapat pengikutnya, mereka dapat menciptakan kesan bahwa mereka adalah politisi yang cepat tanggap dan peduli terhadap keluhan masalah yang ada di masyarakat.
Misalnya seperti yang baru – baru ini trending di Twitter tentang Anies Baswedan berkunjung ke UNJ pada hari Senin (23/12) tahun 2024 untuk melakukan tukar gagasan tukar pikiran dengan mahasiswa. Dengan dilakukannya hal ini, ia mendapatkan banyak sekali pujian sebagai politisi yang aktif, cerdas, dan dekat dengan kaum terpelajar seperti mahasiswa. Bukan hanya untuk mengunggah kegiatan yang dilakukan para politisi, Twitter juga dapat digunakan untuk fitur polling sebagai alat ukur para politisi terkait pendapat publik tentang suatu kebijakan tertentu, yang pada akhirnya akan memberikan kesan bahwa politisi tersebut sangat memikirkan tanggapan dan keputusan rakyat dalam proses pengambilan keputusan suatu masalah.
Meskipun begitu, interaksi langsung melalui media digital ini memiliki kelemahan yang sangat fatal. Jika kurang tepatnya dalam pemilihan kata atau tidak memperhatikan masalah tertentu, masalah ini dapat dengan cepat menyebarluas dan menyebabkan kontroversi, dan pada akhirnya akan menghancurkan citra yang telah dibangun dengan susah payah. Selain itu juga, meskipun masalah telah diselesaikan, namun jejak digital tidak akan pernah hilang dan masalah tersebut suatu saat akan diungkit kembali oleh netizen jika ada masalah lain yang serupa atau terkait politisi tersebut.
- Konten Kreatif dan Viral
Tiktok terus berkembang menjadi platform baru yang sangatlah efektif untuk menarik perhatian remaja. Dengan menyadari bahwa pendekatan secara formal saja mungkin tidaklah cukup untuk menarik perhatian generasi muda yang juga merupakan mayoritas pengguna aktif internet seperti Tiktok, para politisi mulai membuat konten yang santai namun tetap berkesan seperti cuplikan pidato inspiratif, atau humor.
Contohnya seperti seorang anggota DPD RI Alfiansyah Bustami Komeng yang juga merupakan seorang komedian, sering sekali muncul di TikTok saat ia sedang dalam rapat. Saat itu ia dimasukan ke dalam divisi yang bukan keahliannya, ia pun berintrupsi dengan cara yang lucu namun tetap fokus terhadap masalah. Ia berhasil menjangkau audiens yang mungkin sebelumnya tidak terlalu tertarik pada politisi atau isu politik dengan gaya yang santai. Dengan adanya Tiktok, politisi juga dapat memanfatkan trend – trend seperti budaya pop serta membuat konten yang relevan dan mudah diakses.
Cara ini sangat bergantung pada kemampuan para politisi untuk memahami audiens serta mengikuti trend yang sedang populer di masyarakat. Pada keadaan ini, kemampuan adaptasi sangat penting untuk mencuri perhatian publik.
- Taktik Personal dan Manusiawi
Selain dari memanfaatkan konten yang kreatif, politisi dituntut untuk berusaha menunjukan sisi pribadi mereka di media sosial. Dengan tujuan untuk mendapatkan citra yang lebih manusiawi, seringkali mereka mengunggah foto keluarga, kegiatan santai mereka, atau bahkan cerita saat masa kecil. Cara ini dilakukan untuk membantu menghilangkan kesan “jauh” atau kaku yang sering diberikan masyarakat kepada politisi, sehingga hal ini dapat membuat mereka terlihat lebih dekat dengan masyarakat.
Bukan hanya itu, taktik ini sering digunakan para politisi untuk mendukung prinsip tertentu, seperti kepedulian kepada keluarga, kerja keras, atau disiplin. Dengan dilakukannya hal ini, pandangan masyarakat kepada politisi tersebut akan menjadi lebih natural dan terkesan dekat dengan masyarakat.
Dampak Pencitraan terhadap Persepsi Publik
Sebenarnya banyak sekali dampak yang cukup signifikan dari penggunaan media sosial bagi politik terhadap cara publik memandang para politisi. Namun Ada tiga dampak utama yang dapat diperhatikan, yakni:
- Meningkatkan Popularitas
Berkat bantuan dari media sosial, para politisi bisa meningkatkan popularitas lebih efektif dan dengan waktu yang lebih singkat. Banyak konten yang menarik namun penting untuk pemilu, dan sering sekali popularitas menjadi penentu kemenangan.
Seperti yang dilakukan oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada saat menjelang Pemilu 2024. Ia sering membagikan momen-momen saat ia sedang bertugas sebagai Menteri Pertahanan yang di mana hal ini akan menunjukkan sisi tegas dan bertanggungjawab, sehingga dapat menggiring masyarakat untuk memilihnya. Bahkan setelah ia terpilih menjadi Presiden RI, ia secara rutin memposting kegiatannya pada platform Instagram untuk menyugesti masyarakat bahwa ia adalah orang yang transparan dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya. Dalam konteks lain, jika politisi berhasil mehamami algoritma media-media digital, maka sering sekali menjadi pusat perhatian media, yang akan menunjukkan visibilitas lebih besar bagi mereka.
- Membentuk Opini Publik
Media sosial sekarang bukan hanya sebagai tempat hiburan, namun juga dapat berfungsi sebagai tempat yang efekti bagi para politisi untuk membangun opini masyarakat. Politisi diharuskan untuk memiliki kemampuan menyampaikan branding mereka sendiri, tanpa harus bergantung pada media konvensional. Semua politisi memiliki kendali penuh terhadap cara masyarakat melihat mereka.
Meskipun demikian, media sosial dapat menjadi pedang bermata dua. Kepercayaan pubik akan menghilang apabila cerita yang diceritakan tidak sesuai dengan apa yang terjadi alias manipulasi. Namun jika politisi dapat berkonsisten antara tindakan mereka dengan citra media sosial, maka mereka akan mendapatkan banyak sekali dukungan yang lebih kuat.
- Potensi Polarisasi
Walaupun media sosial dapat sangat sekali membantu menaikkan partisipan politik, namun mereka juga dapat memperparah polarisasi. Sering sekali ditemukannya informasi palsu yang disebarkan oleh politisi untuk keuntungan politik semata. Hal ini tentu saja akan terjadinya perbedaan yang lebih besar antara pro dan kontra, dan juga dapat menyebabkan terjadinya perpecahan dalam politik pada masyarakat.
Penelitian menunjukkan bahwa polarisasi politik di Indonesia telah meningkat pada Pemilu 2019 lalu, dan sebagian besar dikarenakan banyaknya berita palsu, ujaran kebencian yang disebarkan oleh politisi di media sosial, serta semakin diperkeruh dengan adanya algoritma media sosial yang seringkali tidak seimbang dalam mendukung perspektif tertentu, sehingga mengurung masyarakat dalam sebuah “gelembung” informasi. Polarisasi seperti ini akan menyebabkan konflik sosial menjadi lebih yang dapat mengancam kestabilan demokrasi yang seharusnya melibatkan semua orang.
Dekat dengan Rakyat atau Memperburuk Polarisasi?
Terdapat dua sisi yang bertentangan dalam pencitraan politik di media sosial. Media sosial memberikan kesempatan pada para politisi untuk lebih dekat dengan masyarakat. Ia mempunyai kemampuan untuk dapat menyampaikan pesan tanpa adanya perantara, mendengarkan keinginan dan opini masyarakat secara langsung, serta menujukkan sisi humanis yang tidak terlihat di media konvensional. Hal ini tentu saja akan menghasilkan hubungan yang lebih dalam dan partisipatif.
Sedangkan jika tidak bijaksana dalam menggunakan media sosial, maka akan dapat meningkatkan polarisasi. Apabila politisi menggunakan media sosial untuk menyerang lawan politik atau bahkan menyebarkan propaganda, efeknya akan menjadi sangatlah buruk. Polarisasi yang semakin menjadi tajam, akan dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap politik, serta menyulitkan masyarakat untuk mencapai kesepakatan yang kolektif.
Bukan hanya itu, media sosial yang digunakan untuk memperkuat politik indentitas, dapat menyebabkan terjadinya perpecahan diantara masyarakat. Hal yang paling umum adalah masalah agama, etnis, atau budaya yang digunakan sebagai alat untuk memperoleh dukungan politik dengan risiko dapat menciptakan ketegangan sosial yang sulit sekali untuk diatasi.
Tantangan Etis dalam Komunikasi Politik Digital
Selain berdampak langsung pada persepsi publik, pencitraan politik menggunakan media sosial juga mempunyai konsekuensi etis. Masalah yang umumnya terjadi biasanya terkait dengan penyebaran hoaks, manipulasi data, penggunaan buzzer untuk menaikkan dukungan palsu, dan lain sebagainya. Masalah – masalah ini memerlukan peraturan yang lebih ketat, serta pihak platform media sosial harus bertanggungjawab untuk menjaga penggunaan internet yang aman dan sehat.
Sementara itu, literasi digital dalam masyarakat juga berisiko untuk menjadi masalah yang besar. Semua pihak harus dapat memahami informasi yang sebenarnya dan jangan gampang untuk terjebak dengan cerita yang dimanipulasi. Pendidikan media menjadi kunci penting untuk membangun masyarakat yang kritis dan berdaya.
Mempelajarai bagaimana cara algoritma media sosial bekerja merupakan bagian dari literasi digital. Dengan memahami bahwa platform sering kali memunculkan konten yang sering kita cari, maka masyarakat dapat lebih waspada terhadap pada bias yang sering kali muncul.
Kesimpulan
Pada era media sosial, komunikasi politik mendapatkan banyak sekali peluang dan tantangan bagi demokrasi Indonesia. Salah satu nya seperti pencitraan yang dilakukan melalui platform Instagram, Twitter, Tiktok, dan masih banyak lagi, dapat mendekatkan politisi dengan masyarakat dan menambah tingkat partisipasi politik. Meskipun demikian, media sosial juga bisa menjadi alat yang memperparah polarisasi dan merusak demokrasi apabila seseorang tidak memahami literasi digital yang memadai dan memiliki kebiasaan komunikasi yang buruk.
Pada hakikatnya, semua pihak seperti politisi, masyarakat, dan platform media sosial, mempunyai tanggungjawab untuk memastikan media sosial digunakan sebagai alat bantu demokrasi, bukan sebaliknya. Media sosial bisa menjadi alat yang sangat berguna bagi politik untuk membuatnya lebih terbuka, transparan, dan berfokus pada kepentingan rakyat. Literasi digital, undang – undang, dan kemajuan teknologi dapat berkolaborasi untuk sepenuhnya memaksimalkan manfaat media sosial dalam demokrasi di Indonesia.
Semua perubahan ini harus diikuti dengan komitmen bersama untuk menjaga ruang politik digital tetap sehat dan inklusif, sehingga demokrasi dapat terus berkembang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Semua hal ini harus dilakukan dengan rasa penuh tanggungjawab bersama untuk menjaga ruang politik digital agar tetap sehat dan terbuka, sehingga demokrasi bisa terus berkembang dengan baik sesuai nilai – nilai Pancasila. (Red)