BANTEN, biem.co – Hampir sama seperti buku-buku yang terbit sebelumnya, Rias Nurdiana selalu membicarakan konsep MESTAKUNG berdasarkan teori fisika sederhana yang merupakan kependekan dari semesta mendukung dalam bukunya. Tetapi, buku Self Healing: Meraih Kembali Kebahagiaan Setelah Keterpurukan ini lebih berbobot sebab membahas tuntas mengenai konsep, teori, serta praktik psikologi dengan mengaitkan situasi Indonesia saat diserang virus Corona berlatar belakang pendidikan.
Judul buku: Self Healing: Meraih Kembali Kesuksesan Setelah Keterpurukan
Penulis: Rias Nurdiana
Genre: motivasi
Penerbit: Laksana
Ukuran buku:14×20 cm
Jumlah Halaman: 148 halaman
ISBN: 978-623-327-497-5
Harga buku: Rp. 45.000
Buku Self Healing: Meraih Kembali Kebahagiaan Setelah Keterpurukan mengupas tuntas mengenai tiga poin penting yang berkaitan dengan psikologi, yaitu kesehatan mental, cara menyembuhkan diri, serta kebahagiaan. Ulasan mengenai pengenalan dan dampak yang dirasakan terkait permasalahan pendidikan saat sekolah diberhentikan sementara pada era Covid-19, teknik penyembuhan kesehatan mental, serta pentingnya menumbuhkan rasa bahagia dalam diri sendiri menjadi bahasan di buku ini.
Penulis mengawali tulisannya dengan mengenalkan permasalahan mental serta iklim pendidikan yang terjadi berlatarkan masa virus Corona beberapa tahun lalu. Ketidaksiapan menghadapi virus membuat semuanya tercengang dan harus bergerak cepat untuk beradaptasi. Kebijakan darurat belajar dan mengajar yang diluncurkan pemerintah justru menciptakan rasa kesepian dan menjadi hambatan utama siswa. Belum lagi tantangan guru yang harus menyesuaikan teknologi secara tiba-tiba, orang tua yang perlu memberikan fasilitas pada anaknya, serta semua pelaku pendidikan sama-sama merasakan kesibukannya dalam sikap saling memahami, pembuatan materi dengan berbagai konsep, dan mengadakan sistem pembelajaran dalam jaringan.
Dalam buku ini diuraikan perjuangan panjang penulis saat menyembuhkan dirinya dari kondisi terpuruknya sekaligus mengembangkan bakatnya. Kesehatan mental menjadi hal yang sangat penting sehingga perlu dilakukan banyak cara untuk memperjuangkannya. Mulai dari hiruk-pikuk dunia pendidikan yang diubah sistemnya sebab semua harus dilakukan dari rumah, begitu pula alternatifnya apabila ada murid yang merasa tak paham.
Puncaknya, ketika guru masih bisa memprioritaskan proses mengajarnya tanpa mengesampingkan anaknya. Seluruh elemen sekolah baik pendidik, peserta didik dan kebijakan yang ada bersatu untuk merealisasikan kompetensi profesionalnya. Melalui cara tersebut akhirnya dapatlah tercapai kesehatan mental yang diidam-idamkan. Penulis juga banyak menghadirkan macam-macam strategi untuk menguatkan mental dan mengaku siap atas segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Menggunakan sudut pandang sebagai tenaga pendidik, Rias Nurdiana turut membagikan beberapa potret momen yang dia lampirkan di bukunya. “Saya pun mencoba berdamai dengan keadaan saya. Saya mencoba menerima semua kenyataan bahwa saya kormobid asma. Saya memasrahkan hal apa pun yang akan terjadi kepada-Nya.” Hal: 67. Penulis menggabungkan sikap spiritualitas dan pengalaman dirinya untuk menjadi penguat diri. Terapi-terapi selfhealing dikaji melalui buku ini agar bisa diterapkan di rumah seperti apa yang pernah dilakukan penulis di sela-sela ibadah terutama sepertiga malam.
Keseluruhan pembahasan bermuara pada konsep bahagia. Penulis menekankan pentingnya suasana hati saat pembelajaran yang berhubungan dengan proses transfer informasi dari pengajar kepada peserta didik. Oleh karena itu, sebagai tenaga pendidik sebisa mungkin menunjukkan sikap antusiasnya untuk menggugah semangat siswa di dalam kelas. Pada akhirnya, rasa bahagia adalah cerminan dari mental yang sehat. Sebab, emosi negatif berpengaruh pada hormon bahagia dalam otak manusia.
Melalui buku ini, untuk menjadi pribadi yang tenang saat menghadapi sebuah masalah adalah dengan mengikuti runtutan dan tidak saling mendahului. Uniknya, strategi paling menonjol yang ditunjukkan di sini adalah dengan cara menulis dan meditasi, keduanya sudah dibuktikan oleh penulis. Saking konsistennya menulis, beberapa karya antologi berhasil terbit. Keterbatasan komunikasi karena virus bukan penghalang untuk tetap produktif. Penjabaran meditasi dengan metode garpu tala juga turut diamalkan penulis untuk membuktikan keefektifannya agar bisa dinilai oleh pembaca. “Dari diskusi itu ia mengatakan bahwa metode garpu tala bisa menggunakan media buku atau yang dipopulerkan oleh Ustaz Nasrullah adalah dengan Al-Qur’an.” Hal: 79. Praktiknya, Rias Nurdiana turut membagikan tata cara, hasil, serta perasaan yang dia rasakan setelah meditasi menggunakan metode garpu tala ini.
Kisah inspiratif seorang guru dibalut dengan berbagai sumber, fakta dan penelitian cukup kuat akan membuat pembaca semakin tertarik sebab bisa mengetahui bahasan buku-buku terkenal yang dijadikan kutipan untuk menegaskan pendapatnya tanpa kita harus membaca buku-buku tersebut. Perubahan signifikan akan dirasakan pembaca jika selalu membaca buku-buku Kak Rias Nurdiana. Isi bukunya kompleks ditambah meningkatnya cara penulisan yang menarik oleh Kak Rias membuat buku ini semakin memikat kesadaran kepada pembacanya akan pentingnya membangun rasa kebahagiaan serta menjaga kesehatan mental agar bisa menstabilkan emosi saat dilanda kepanikan.
Tetapi, adanya beberapa istilah ilmiah yang ditulis tanpa makna akan membuat orang kesusahan menangkap maknanya sehingga pembaca harus mencari makna terlebih dahulu. Penggunaan kata yang sama dalam satu kalimat membuat kesan kurang enak dibaca. Pada beberapa pembaca, buku ini bisa dianggap menyempitkan jangkauan pembaca sebab mengarah kepada sikap spiritualitas umat islam yakni beribadah di sepertiga malam dengan meditasi garpu tala menggunakan Al-Qur’an tanpa memberikan solusi kepada mereka yang memiliki kepercayaan selain Islam. Meski demikian, secara tersirat dapat disimpulkan bahwa strategi meditasi ini bisa digunakan dengan menyesuaikan kepercayaan dan ajaran masing-masing dengan media buku umum atau kitab mereka.
Kebahagiaan tidak harus dihadirkan dengan cara yang mahal. Memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri, bangkit dari keterpurukan, serta menemukan kebahagiaan sejati membuat kita terselamatkan dari keangkuhan jiwa yang belum berdamai dengan dirinya. Berkaitannya dengan masalah sosial menjadikan bukti bahwa buku ini layak dibaca untuk remaja maupun dewasa, terutama kalangan anak muda yang sering mengalami permasalahan mental. (Red)
Siti Khodijah Nurul Amelia, penulis resensi buku ini adalah seorang mahasiswi Tadris Bahasa Indonesia semester 3 yang aktif di bidang kepenulisan, khususnya sastra. Gadis kelahiran 07 September 2005 ini membuktikan kesungguhannya dengan beberapa pengalamannya yaitu pernah menerbitkan buku antologi puisi dan cerpen. Selain itu, pernah mengikuti kelas kepenulisan serta komunitas menulis sejak 2019.