InspirasiOpini

Bahasa Daerah di Tengah Gempuran Bahasa Asing dan Upaya Menjaga Identitas Budaya

Oleh : Dwi Nur Hidayah Tika, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

BANTEN, biem.co – Belakangan ini, semakin banyak anak muda, baik di kota maupun desa, yang sering menyisipkan bahasa asing saat berkomunikasi sehari-hari. Kata-kata seperti “sorry,” “thank you,” “wait,” atau “okay” semakin sering terdengar. Penggunaan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari ini ditujukan dengan berbagai alasan seperti melatih skill bahasa asing, agar peluang kerja semakin bagus, atau sekadar mengikuti tren agar terlihat keren dan pintar di depan masyarakat. Tapi di balik semua itu, ada dampak yang sering tidak disadari dimana bahasa daerah salah satu kekayaan yang kita miliki, semakin jarang dipakai bahkan dianggap kuno.

Indonesia memiliki 718 bahasa daerah, tetapi tidak semua bisa bertahan. Menurut data dari UNESCO, terdapat 11 bahasa daerah yang sudah punah, dan Maluku menjadi daerah paling banyak kehilangan bahasa—ada sembilan bahasa yang sudah hilang. Hasil penelitian dari LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga menyebutkan terdapat 169 bahasa yang terancam punah, sebagian besar dari wilayah timur Indonesia yaitu 25 bahasa. Kenapa ini bisa terjadi? Salah satu alasannya adalah jumlah penuturnya semakin sedikit, rata-rata hanya di bawah 500 orang, dan kebanyakan sudah lansia dengan usia di atas 40 tahun. Di sisi lain, anak muda, khususnya di kota besar, malah semakin jarang pakai bahasa daerah karena takut dibilang “ndeso” atau ketinggalan zaman.

Dengan melanggengkan stereotip “ndeso” membuat anak muda semakin menjauh dari identitas budaya mereka sendiri. Ditambah lagi, dalam kehidupan sehari-hari bahasa Indonesia saat ini sering dicampur dengan bahasa asing salah satunya bahasa Inggris. Fenomena ini dapat di lihat dari obrolan anak muda atau postingan di media sosial. Ungkapan seperti “OMG, that’s so cringe,” atau “literally nggak ngerti,” jadi lebih sering muncul. Sementara itu, bahasa daerah semakin jarang terlihat.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Faktor lain yang bikin bahasa daerah semakin tenggelam adalah kebiasaan di rumah. Banyak orang tua, terutama di daerah seperti Kepulauan Aru, lebih memilih untuk mewajibkan anak-anak mereka untuk memakai bahasa Indonesia, dengan anggapan jika terus menggunakan bahasa daerah anak mereka akan tertinggal dari anak lain yang menggunakan bahasa Indonesia. Turut diperparah oleh preferensi anak muda yang cenderung lebih memilih bahasa asing, terutama di media sosial. Data survei juga menguatkan kekhawatiran ini, mengungkap betapa kecilnya proporsi generasi muda yang masih fasih berbahasa daerah di tengah semakin dominannya penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari.

Survei Badan Bahasa tahun 2021 bilang hanya 25% anak muda di kota-kota besar yang masih lancar memakai bahasa daerah. Sementara survei YouGov nunjukin, 68% anak muda Indonesia lebih suka pakai bahasa asing di media sosial. Dalam memahami konteks informasi yang diberikan dengan kata atau frasa yang sudah dicampur dengan bahasa asing, penerima informasi “dipaksa” untuk mengerti dan mempelajari kosakata bahasa asing. Kalau terus begini, bahasa daerah kita bisa makin terlupakan.

Bahasa daerah bukan hanya alat untuk berkomunikasi, tapi juga warisan budaya yang penuh nilai. Di balik setiap bahasa, ada cerita, tradisi, dan sejarah yang nempel di sana. Kalau bahasa ini hilang, ya, identitas kita juga ikut hilang.

Sebagai generasi muda, memulai untuk menghargai kembali bahasa daerah sebenarnya cukup mudah. Berikut beberapa langkah sederhana yang dapat dicoba:

  1. Belajar Secara Bertahap
    Mulailah dengan mempelajari satu atau dua kalimat dalam bahasa daerah. Kamu bisa mempraktikkannya saat berbicara dengan keluarga.
  2. Manfaatkan Teknologi
    Terdapat banyak aplikasi atau akun media sosial yang mengajarkan bahasa daerah dengan cara yang menarik. Dengan begitu, proses belajar pun bisa menjadi lebih menyenangkan.
  3. Ciptakan Konten
    Jika Kamu penggemar membuat video atau unggahan di media sosial, cobalah sesekali menggunakan bahasa daerah. Selain memberikan sentuhan yang unik.
  4. Ikut Serta dalam Kegiatan Budaya
    Carilah festival atau komunitas yang aktif memperkenalkan budaya daerah. Di sana, Kamu dapat belajar sekaligus mendapatkan pengalaman baru yang berharga.

Menggunakan bahasa asing tentu tidak salah, terutama jika tujuannya untuk belajar atau mengembangkan diri. Namun, jangan sampai melupakan bahasa daerah yang juga merupakan bagian penting dari identitas kita. Mari mulai dari langkah kecil untuk mencintai bahasa ibu kita. Jika bukan kita, siapa lagi? (Red)

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button