JAKARTA, biem.co – Aliansi Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) seluruh Indonesia meminta pemerintah serius dalam memberantas masalah judi online (judol).
Hal itu mengingat praktik judol sudah merebak hingga 960.000 mahasiswa kecanduan judol.
Melihat kondisi itu, Koordinator Pusat Dema PTKIN Sahrus Sobirin mengatakan bahwa judol sudah menjadi bencana sosial di berbagai lapisan masyarakat. Termasuk di lingkungan akademik seperti mahasiswa menjadi korban.
“Judol sudah seperti bencana sosial yang merusak, menghancurkan masa depan generasi muda Indonesia. Kami tidak akan membiarkan judol merampas mimpi dan harapan generasi penerus bangsa,” kata Sahrus Sobirin kepada media, Senin (9/12/2024) di Jakarta Pusat.
Sobirin menyebut, aktivitas judol dipengaruhi oleh teknologi dan kemudahan akses, serta kurangnya edukasi.
“Akses memudahkan mahasiswa untuk bermain judol. Dengan nominal yang kecil, anak muda bisa ikut judol. Belum lagi user interface yang menarik dan mudah digunakan dengan metode pembayaran yang fleksibel. Akibatnya faktor-faktor tersebut menyebabkan sebagian kawan-kawan tertarik untuk bermain,” ujarnya.
Sobirin menjelaskan ditambah dengan kebocoran data dan lemahnya pengawasan digital, hal tersebut memudahkan bandar melakukan promosi langsung ke masyarakat.
“Kalau kita lihat, iklan judol yang masif di media sosial juga diyakini mampu membuat generasi muda lebih rentan terpapar. Di hulu, pemerintah harus segera memberantas bandar, mengontrol pengetatan transaksi keuangan dan promosi judol, serta dihilirnya pemerintah harus segera menanggulangi dampak sosial judol secara sistematis dan sesegera mungkin,” jelasnya.
Sobirin menilai dampak dari judol bisa membawa kemunduran terhadap generasi Indonesia Emas 2045.
“Tidak ada Indonesia emas jika judol masif di Indonesia. Kami DEMA PTKIN akan berkoordinasi dengan seluruh DEMA di bawah naungan DEMA PTKIN untuk melakukan sosialisasi pencegahan judol di kampus-kampus sebagai langkah mitigasi,” ungkapnya. (Red)