JAKARTA, biem.co – Seringkali, urusan hidup dan mati hanya dipisah oleh satu hat abstrak bernama harapan. Harapan ini yang lantas menjadi inspirasi untuk “Not Today”, lagu baru band indie rock asal Jakarta, Reality Club. Lagu ini ditulis oleh drummer Era Patigo berdasarkan pengalaman personal menghadapi titik paling rendah di hidupnya.
“Jadi lagu ini gue buat dari pengalaman sendiri, pas gue lagi di masa suicidal. Masa itu gue sangat kalut, depresi. Gue lagi di mental stote yang bikin gue gak bisa melihat cahaya di depan”, ujar Era.
Masa itu terjadi di 2021. Di tengah pandemi yang membuat semua nyaris berhenti, Era turut masuk ke dalam masa kelabu. Awalnya dia berpikir bahwa ini hanyalah bad mood. Namun dari hari ke hari, pikiran untuk mengakhiri hidup semakin kencang. Muncul banyak pertanyaan yang berkelebat di kepala.
Is it today? Is it tomorrow?
Beruntung Era punya support system yang solid. Keluarga dan rekan-rekannya di Reality Club hadir di masa suram itu. Era juga meminta bantuan profesional. Dari konseling bersama profesional itu, Era menyadari bahwa sebenarnya masalah depresi dan suicidal thoughts ini sudah hadir sejak masa SMP. Namun karena waktu itu Era belum tahu cara penanganannya, pikiran-pikiran buruk ini terus merayap dan membesar hingga masa kuliah.
Pada masa yang Era sebut sebagai penuh tekanan dan drama dalam menyelesaikan kuliah itu, dia berpikir bahwa mengakhiri hidup adalah satu-satunya cara menyelesaikan semuanya. Cara berpikir ini terus terbawa hingga Era bermusik bersama Reality Club, dan suicidal thought senantiasa muncul tiap ada kesulitan atau tantangan hidup. Dan pada akhirnya, musik dan harapan yang menyelamatkan Era.
Medio 2021, di tengah penggarapan album ketiga Reality Club, Era memutuskan menulis firik dan musik. Di tengah kesuntukan dan posisi rebahan, Era bangkit menuju piano yang ada di sebelah kasur. Di kepalanya sudah melodi yang berdentang nyaring. Di luar dugaan, proses song writing lagu ini mulus. Sekitar 70 persen struktur lagu jadi dalam waktu singkat.
“Karena biasanya gue kan lumayan overthinking kalau bikin lagu. Kayak melodi harus gini, Chord-nya gini. Tapi di lagu ini, kayak ngalir aja gitu”, kata Era.
Menurut Era, proses penulisan lagu ini menjadi bagian penting dalam proses healing. Sebagaimana hidup yang tak pernah instan, proses ini tak selalu berjalan mulus. Era beberapa kali terjerembab kembali dalam titik rendah yang sama, dalam lubang gelap yang sama. Bahkan dalam satu momen, Era sudah melakukan percobaan mengakhiri hidup. Beruntung percobaan itu gagal, dan Era kembali menjalani proses penyembuhan diri.
“Aku merasa lagu ini menyelamatkan saya. Ini lagu yang menyelamatkan penulisnya sendiri”, kenang Era.
Setelah strukturnya jadi, Era mendengarkan lagu ini ke ke rekan-rekannya di Reality Club, Fathia Izzati (vokal), Faiz Novascotia Saripudin (gitar, vokal), Nugi Wicaksono (drum), dan Igbal Anggakusumah yang saat itu masih menjadi gitaris Reality Club. Mereka takjub dengan lagu yang hangat, personal, dan menguarkan harapan di tengah kegelapan.
“Dan jujur, waktu pertama kali dengan lagunya, si Faiz sampai nangis”, ucap Era sembari terkekeh.
Karena ditulis berdasarkan pengalaman personal, Era menjadikan lagu ini laiknya sebuah pengalaman filmis menjalani naik turun kesehatan jiwanya. Di bagian awal lagu, liriknya mengisahkan keputusasaan dan seolah tidak ada kirana di depan sana. Karena itu liriknya berbunyi, we kiss the floor/ we start a fight// there’s nothing more/ can’t see the light.
Dari sana, scene beralih ke tahap realization. Era menyadari bahwa ada banyak orang di sana yang berjuang untuk hidup, tapi dia malah ingin mengakhirinya. Perubahan pola pikir ini menghasilkan kesadaran baginya, bahwa mengakhiri hidup bukanlah jalan terbaik, masa depan dan esok hari masih mungkin memberikan cahaya. Pada momen ini, Era menulis: oh no, I was mistaken/ This ain’t the way/ This ain’t the way.
“Di bagian akhir, aku menuliskan sesuatu yang sangat sangat personal. Yaitu ketika saya menyadari bahwa tantangan itu adalah indahnya hidup. Ada keindahan dalam struggling. Dari sini saya bisa melihat cahayanya, bisa melihat keindahan hidup. There’s a glimmer of hope, a newfound determination to persevere through the challenge”, jelas Era.
“I know it’s hard you can’t understand/the little things that could save a man/You take your plans and you make them true/You’ll see your life in a different view”.
Dari sana Era menyadari lagi bahwa harapan, setipis apapun, bisa menjadi batas penentuan antara hidup dan mati. Bagi Era, harapan itu terwujud dalam banyak hal, mulai dari bermain band bareng kawan-kawan baiknya, bisa terus main baseball, hingga aneka ria kebahagiaan yang berasal dari hal kecil namun berharga.
“Dari sana saya merasa ada lebih banyak alasan untuk menjalani hidup”, tutur Era.
Lagu “Not Today” direkam di studio Soundpole 2.0 dan Soundverve dalam dua hari, kemudian di-mixing oleh Wisnu Ikhsantama Wicaksana dan di-mastering oleh Brian Lucey di Magic Garden Mastering, studio audio asal Los Angeles pemenang 11 Grammy Awards.
Untuk lagu ini, Reality Club menggandeng menggandeng Kancatala Ensemble yang terdiri dari Martha Ivana (Soprano), Vonny Christiani (Alto), M. Ogung J. Panggabean (Tenor), dan Kristian Wirjadi (Bass/Baritone). Kehadiran choir membuat “Not Today” jadi lagu dengan atmosfer hangat, dekat, simpatik, magis, sekaligus megah.
Lagu “Not Today” akan dirilis pada Senin (9/12), bertepatan dengan ulang tahun Era. Era berharap lagu ini bisa memeluk semua yang sedang ada dalam titik terendah. Bukan untuk menjadi Messiah, melainkan untuk jadi teman yang selalu ada dan setia mendengarkan setiap Cerita dan kesedihan.
“Lagu ini pernah menyelamatkanku, dan aku harap bisa menjadi teman bagi mereka di luar sana. One soulata time”, pungkasnya.
Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Kamu merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak profesional, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa. (BW)