BANTEN, biem.co – Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi bagi manusia untuk dapat berinteraksi dengan sesama. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa memiliki peranan yang sangat penting, karena melalui bahasa, manusia dapat menyampaikan informasi, berbagi perasaan, dan membangun hubungan sosial.
Penggunaan bahasa yang baik ialah penggunaan bahasa yang dapat dipahami oleh setiap orang, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan tepat dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Namun, di tengah perkembangan zaman yang semakin modern, cara manusia berbahasa juga mengalami perubahan yang signifikan.
Generasi yang terus hadir meramaikan dunia turut andil dengan bahasa-bahasa baru yang hanya dapat dipahami oleh generasi sesamanya. Setiap generasi tentunya memiliki keunikan tersendiri dalam berbahasa, namun tidak semua generasi akan mengerti dengan bahasa tersebut.
Salah satu fenomena linguistik yang menarik perhatian saat ini adalah bahasa yang digunakan oleh Generasi Z, atau yang sering disebut dengan istilah bahasa Gen Z. Generasi Z, yang umumnya mencakup mereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, hidup dalam era digital yang sangat berpengaruh terhadap pola komunikasi mereka.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga secara global, dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, media sosial, dan budaya pop. Dalam konteks ini, bahasa gaul Generasi Z memberikan pengaruh yang signifikan terhadap gaya bicara, baik secara lisan maupun tulisan.
Generasi Z atau yang akrab disapa Gen Z ini merupakan generasi yang sering disebut sebagai “digital native” yang berarti lahir dan tumbuh di era serba digital. Digitalisasi yang disuguhkan kepada Gen Z ini tentu mempengaruhi cara mereka berbicara dan berkomunikasi antarsesama.
Bahasa gaul Gen Z dicirikan oleh kreativitas dan fleksibilitas yang tinggi, sehingga menciptakan berbagai istilah baru yang tidak hanya unik, tetapi juga memiliki daya tarik tersendiri apabila digunakan oleh sesama generasinya.
Generasi ini sering kali memodifikasi kata-kata yang sudah ada atau mengadopsi istilah asing untuk menyesuaikan diri dengan konteks budaya mereka. Contohnya adalah penggunaan singkatan seperti FOMO (Fear of Missing Out), yang berarti ketakutan akan kehilangan momen, biasanya para Generasi Z suka dengan sesuatu yang sedang tren atau viral, menyebabkan penggunaan kata FOMO muncul di generas mereka.
Kemudian ada TMI (Too Much Information), yang artinya terlalu banyak menyebarkan informasi, dan penggunaan singkatan FYI (For Your Information) yang berarti informasi untukmu. Singkatan-singkatan ini sering kita lihat dan dengar dalam percakapan sehari-hari, terutama di kalangan anak muda Gen Z.
Selain itu, mereka juga gemar mencampurkan istilah-istilah lain yang menurut mereka keren dan relevan dengan budaya anak muda, seperti penggunaan kata ‘bestie’, ‘spill the tea’, ‘chill’, ‘skena’, dan masih banyak lagi. Penggunaan bahasa tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi mereka, mencerminkan keunikan yang tidak dimiliki oleh generasi sebelumnya.
Kata-kata yang diciptakan dan digunakan oleh Generasi Z tidak hanya terbatas pada percakapan sehari-hari, tetapi juga telah merambah ke media sosial, iklan, bahkan konten hiburan. Kreativitas ini mencerminkan kebutuhan mereka untuk berkomunikasi secara efisien dan relevan dengan konteks zaman sekarang di mana semua orang berlomba-lomba dengan gaya dan kehidupan serba canggih.
Generasi Z yang sudah sangat akrab dengan media sosial telah membawa dampak yang signifikan terhadap perubahan kosakata sehari-hari. Platform seperti TikTok, Instagram, Twitter, dan WhatsApp menjadi medium utama untuk memperkenalkan dan mempopulerkan istilah-istilah baru.
Melalui video pendek, meme, dan utas (thread), kata-kata atau frasa yang unik dengan cepat menyebar dan diadopsi oleh pengguna lainnya. Proses penyebaran istilah baru ini sangat cepat sehingga hampir seluruh pengguna media sosial menggunakan istilah-istilah yang sering dipakai oleh Generasi Z.
Kecepatan penyebaran ini menjadikan istilah-istilah tersebut bagian dari tren terkini, yang pada akhirnya menjadi fenomena sosial yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Meskipun demikian, keunikan bahasa gaul yang digunakan oleh Generasi Z tidak selamanya bermakna positif dan mendapat dukungan dari generasi lain. Ada kalanya generasi milenial atau generasi yang lebih tua merasa bahwa penggunaan bahasa Generasi Z sulit dipahami, terlalu informal, atau bahkan kurang sopan jika digunakan di dunia profesional seperti dunia kerja atau pendidikan.
Bahasa Gen Z yang mendominasi ini juga menimbulkan kekhawatiran lantaran penggunaan bahasa informal dapat secara tidak langsung menggerus penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Misalnya, dalam situasi formal seperti presentasi, wawancara kerja, atau surat resmi, penggunaan istilah-istilah gaul yang terlalu santai dapat dianggap tidak profesional.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Generasi Z, karena mereka harus mampu menyesuaikan gaya bicara mereka sesuai dengan konteks yang dihadapi, terutama jika ingin diterima di berbagai lingkungan sosial.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penggunaan bahasa gaul oleh Generasi Z tidak diterapkan secara seragam di seluruh wilayah Indonesia. Mengingat Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya yang sangat tinggi, Generasi Z yang lahir dari berbagai latar belakang budaya menciptakan variasi bahasa gaul yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, di Jakarta, bahasa gaul yang sering digunakan mencakup istilah seperti OOT (Out of Topic), ‘literally,’ ‘jujurly,’ ‘hectic,’ dan ‘chaos.’ Sementara itu, di daerah lain mungkin muncul istilah-istilah yang berbeda, tergantung pada kelompok sosial, kebiasaan, serta platform media yang digunakan.
Selain itu, tidak semua istilah yang digunakan oleh Generasi Z bertahan lama; beberapa istilah hanya relevan dalam jangka waktu tertentu sebelum digantikan oleh istilah baru yang lebih segar dan relevan dengan konteks terkini.
Hal ini bisa terjadi karena didapat dari seseorang yang biasanya terkenal dan menciptakan kosakata baru, seperti influencer, selebgram, dan lain-lain. Penambahan kosakata ini akan menjadi sebuah sorotan bagi mereka yang memulai duluan.
Secara keseluruhan, penggunaan bahasa gaul Generasi Z bukanlah suatu hal yang sepenuhnya negatif. Sebaliknya, hal ini merupakan bagian dari evolusi bahasa yang mencerminkan dinamika sosial, budaya, dan teknologi yang ada.
Bahasa unik yang mereka ciptakan terus berkembang, menghadirkan istilah-istilah baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Fenomena ini tidak hanya menunjukkan kreativitas dan efisiensi komunikasi mereka, tetapi juga menjadi bukti bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Meskipun demikian, Generasi Z juga perlu memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara penggunaan bahasa gaul dengan bahasa formal, agar dapat tetap relevan dan diterima dalam berbagai situasi sosial maupun profesional. Dengan cara ini, bahasa gaul tidak akan menjadi ancaman bagi bahasa formal, melainkan menjadi pelengkap yang memperkaya cara manusia berkomunikasi di era modern. (Red)