InspirasiOpini

Krisis Literasi di Indonesia: Refleksi dan Langkah Strategis untuk Pendidikan yang Lebih Baik

Oleh: Anggita Annasarossa Karolina Tambunan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

BANTEN, biem.co – Kabar tentang puluhan siswa SMP di Jawa Barat yang tidak bisa membaca menjadi viral di media sosial dan menunjukkan realitas buruk pendidikan Indonesia. Problem ini menimbulkan pertanyaan penting tentang kualitas pendidikan yang ada di Indonesia ini, terutama mengenai kemampuan literasi dasar.

Fenomena ini bukan hanya masalah siswa secara khusus,dikarenakan kejadian seperti ini mencerminkan kegagalan sistem yang ada  yang mana memerlukan perhatian pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

Kemampuan membaca, yang merupakan keterampilan penting dalam pendidikan, mencakup mengucapkan kata secara mekanis dan memahami artinya. Menurut Abdurrahman (2012), membaca melibatkan proses kognitif yang kompleks seperti mengenali simbol, mengingat bunyi, dan memahami maknanya.

Namun, beberapa siswa tidak memiliki kemampuan untuk menguasai keterampilan ini dengan baik. Fenomena yang biasa disebut Disleksia ini merupakan, sejenis kesulitan belajar membaca yang sering diabaikan, berdampak negatif pada prestasi akademik dan psikososial sebagian siswa.

Dimensi Masalah dalam Krisis Literasi

1. Kualitas Guru dan Kompetensi Mengajar
Totok Amin, pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, menyatakan bahwa salah satu solusi utama adalah meningkatkan kompetensi guru. Guru adalah pusat pendidikan, dan ketidakmampuan siswa membaca menunjukkan bahwa banyak guru tidak mampu menangani semua jenis kemampuan siswa, termasuk siswa dengan hambatan atau kebutuhan khusus belajar.

Sayangnya, banyak guru tidak menerima pelatihan yang cukup tentang pengajaran inklusif. Salah satu masalah utama dalam kasus ini adalah kekurangan guru dengan kompetensi khusus untuk menangani anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah-sekolah umum. Selain itu, peraturan dan kurikulum saat ini tidak cukup untuk membantu guru mengatasi masalah ini.

2. Kebijakan Kelulusan yang Tidak Holistik
Seperti diungkapkan oleh Maman, Ketua Kegiatan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kabupaten Pangandaran, kelulusan siswa SD yang belum bisa membaca dilakukan atas pertimbangan tertentu seperti usia dan kehadiran. Kebijakan ini mungkin berlandaskan niat baik, namun secara tidak langsung mengabaikan standar kemampuan dasar yang seharusnya menjadi prasyarat bagi kelulusan.

Dengan penghapusan Ujian Nasional (UN) sebagai salah satu tolok ukur kelulusan, tidak ada lagi mekanisme evaluasi yang seragam dan obyektif untuk mengukur kemampuan siswa di tingkat nasional. Akibatnya, siswa yang tidak memiliki kemampuan dasar seperti membaca tetap diluluskan, meski mereka sebenarnya belum siap melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

3. Tantangan Sistem Pendidikan di Daerah Tertinggal
Ketimpangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah kronis. Di daerah-daerah terpencil seperti Pangandaran, minimnya fasilitas pendidikan, kurangnya guru berkualitas, dan akses terbatas ke materi pembelajaran modern membuat siswa tertinggal jauh dibandingkan siswa di kota-kota besar.

Kondisi ini diperparah oleh kurangnya pendekatan pendidikan yang inklusif. Anak-anak dengan kebutuhan khusus atau hambatan belajar sering kali tidak terdeteksi atau tidak mendapatkan pendampingan yang sesuai. Hal ini membuat mereka tertinggal lebih jauh dalam kemampuan dasar seperti membaca dan menulis.

Dampak Krisis Literasi pada Masa Depan Generasi Muda
Krisis literasi yang terjadi saat ini memiliki dampak jangka panjang yang serius. Siswa yang tidak mampu membaca akan kesulitan memahami materi pelajaran lainnya, yang pada akhirnya menghambat pencapaian akademik mereka. Lebih jauh lagi, kemampuan literasi yang rendah dapat mengurangi peluang mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi di masa depan.

Kurangnya literasi juga berdampak pada perkembangan budaya literasi bangsa. Dalam era globalisasi dan revolusi digital, kemampuan membaca dan berpikir kritis menjadi modal penting bagi individu untuk bersaing di pasar kerja dan berkontribusi pada pembangunan negara. Jika masalah ini tidak segera diatasi, Indonesia akan terus tertinggal dalam hal kualitas sumber daya manusia dibandingkan negara-negara lain.

Solusi Strategis untuk Meningkatkan Literasi di Indonesia

1. Meningkatkan Kompetensi Guru
Peningkatan kompetensi guru harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu mengadakan pelatihan berkelanjutan untuk guru, khususnya dalam hal metode pengajaran inklusif dan penanganan siswa dengan kebutuhan khusus. Program pelatihan ini juga harus mencakup cara mendeteksi dan menangani gangguan belajar seperti disleksia.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan pemetaan kompetensi guru secara menyeluruh. Dengan data yang akurat, program pelatihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Guru yang kurang kompeten di bidang tertentu dapat diberi pendampingan atau pelatihan khusus untuk meningkatkan kualitas pengajarannya.

2. Mereformasi Kebijakan Kelulusan
Kebijakan kelulusan siswa harus dievaluasi kembali agar lebih holistik. Kelulusan tidak boleh hanya didasarkan pada usia atau tingkat kehadiran, tetapi juga harus memperhatikan kemampuan dasar siswa.

Pemerintah dapat mengembangkan alat evaluasi alternatif sebagai pengganti Ujian Nasional, yang tidak hanya mengukur kemampuan akademik, tetapi juga kemampuan literasi dan numerasi siswa. Alat ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan secara fleksibel di berbagai daerah dengan tingkat sumber daya yang berbeda-beda.

3. Mengembangkan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif harus menjadi bagian integral dari sistem pendidikan Indonesia. Pemerintah perlu menyediakan guru dengan keahlian khusus di setiap sekolah, termasuk di daerah terpencil. Selain itu, sekolah-sekolah juga perlu dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung pembelajaran siswa ABK, seperti materi pembelajaran berbasis visual atau audio.

Kolaborasi dengan psikolog dan ahli pendidikan juga penting untuk memberikan pendampingan kepada siswa yang menghadapi hambatan belajar. Dengan pendekatan ini, siswa dapat merasa lebih dihargai dan didukung dalam proses pembelajarannya.

4. Menghidupkan Budaya Literasi
Budaya literasi harus ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan sekolah maupun keluarga. Sekolah dapat mengadakan program membaca yang menarik bagi siswa, seperti lomba membaca atau klub buku. Orang tua juga perlu diberi edukasi tentang pentingnya mendampingi anak-anak mereka dalam belajar membaca di rumah.

Pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk menyediakan akses yang lebih luas ke bahan bacaan berkualitas, khususnya di daerah-daerah terpencil. Program seperti perpustakaan keliling atau aplikasi pembelajaran daring dapat menjadi solusi untuk memperluas akses ini.

Definisi dan Karakteristik Disleksia
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, “dys” berarti kesulitan dan “lex” berarti kata atau berbicara (Mulyadi, 2010). Disleksia ditandai dengan kesulitan mengenali huruf, membaca kata, atau memahami teks. Firdausy & Wijiastuti (2018) menekankan bahwa anak disleksia memiliki kecerdasan rata-rata hingga di atas rata-rata, namun kesulitan membaca menghambat perkembangan akademik mereka.

Karakteristik disleksia dapat dibagi menjadi dua jenis:

Disleksia Visual
Kesulitan membedakan huruf atau simbol yang mirip (misalnya “b” dan “d”).
Tendensi membalik urutan huruf, misalnya membaca “ibu” menjadi “ubi”.
Memori visual lemah, sehingga sulit mengingat bentuk huruf.
Disleksia Auditori
Kesulitan membedakan bunyi huruf, misalnya “kakak” dengan “katak”.
Sulit mengasosiasikan bunyi dengan simbol huruf.
Membaca dalam hati lebih baik dibandingkan membaca secara lisan.

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Membaca

Studi kasus di SMP Negeri 4 Kota Serang menunjukkan bahwa penyebab disleksia bersifat multifaktorial:

Faktor Biologis
Kelainan genetik atau riwayat keluarga dengan disleksia.
Masalah kesehatan selama masa kehamilan atau kelahiran.

Faktor Kognitif
Kekurangan kesadaran fonologis, yaitu kemampuan memahami dan memproses bunyi dalam kata.

Faktor Perilaku
Tekanan sosial dan stres akibat kesulitan belajar.
Gangguan motorik yang menghambat koordinasi otot saat membaca atau menulis.

Alternatif Layanan Bimbingan dan Konseling (BK)

Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
Pendekatan REBT dapat digunakan untuk membantu siswa memahami dan mengatasi pikiran irasional yang muncul akibat kesulitan membaca. Tahapan pendekatan ini meliputi:

Tahap 1: Menyadarkan siswa tentang pikiran negatif yang tidak logis.
Tahap 2: Membantu siswa menantang dan mengubah pikiran tersebut.
Tahap 3: Mengembangkan filosofi hidup yang lebih rasional untuk menghindari masalah serupa di masa depan.Metode Pembelajaran Multi-sensory

Metode ini menggabungkan penggunaan indra pendengaran, penglihatan, dan sentuhan dalam proses belajar membaca. Dengan demikian, siswa dapat mengasosiasikan simbol, bunyi, dan gerakan untuk membantu otak mengingat lebih baik. Lidwina (2012) menegaskan bahwa pendekatan ini efektif dalam membangun koneksi antara berbagai modalitas sensorik

Kesimpulan

Kesulitan membaca (disleksia) merupakan tantangan besar bagi siswa, guru, dan orang tua. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari aspek biologis hingga perilaku. Oleh karena itu, intervensi yang holistik sangat dibutuhkan, seperti layanan konseling berbasis REBT dan metode pembelajaran multi-sensory. Dengan pendekatan yang tepat, siswa dengan disleksia dapat mencapai potensi maksimal mereka, baik dalam bidang akademik maupun kehidupan sehari-hari.

Pendidikan yang inklusif dan adaptif tidak hanya memberikan ruang bagi siswa dengan kebutuhan khusus untuk berkembang, tetapi juga mencerminkan keberhasilan sistem pendidikan dalam memfasilitasi keberagaman. (Red)

DAFTAR PUSTAKA

Wakidansori. (2024, Agustus 3). Fakta mengejutkan: 29 siswa SMP di Pangandaran masih belum bisa membaca, ini alasan utamanya. Kompasiana.

Hasanah, C. W., Khairun, D. Y., & Nurmala, M. D. (2021). Kesulitan belajar membaca (disleksia) dan alternatif penanganannya. Volume 8, Nomor 1 April, 20–38.

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button