Ketahanan PanganOpiniTerkini

Peran Saya Dalam STE(A)M Ilmu Pangan 5-10 Tahun ke Depan

Oleh: Wildan Aulia Noorsy, Magister Ilmu Pangan, IPB University

BOGOR, biem.co – Kenaikan konsumsi pangan dunia menjadi salah satu tantangan terbesar dalam memastikan ketahanan pangan di masa depan. Populasi global yang diperkirakan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050 membutuhkan sistem pangan yang tidak hanya mampu menyediakan makanan dalam jumlah cukup tetapi juga menjamin nilai gizi dan keberlanjutannya. Cole et al. (2018) mencatat bahwa untuk memenuhi kebutuhan ini, produksi pangan perlu meningkat hingga 70%. Namun, peningkatan produksi ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan mengingat keterbatasan sumber daya seperti lahan, air, dan energi yang kian menyusut. Perubahan iklim, urbanisasi, dan degradasi lingkungan menambah kompleksitas tantangan yang dihadapi.

Sistem pangan modern perlu mengintegrasikan berbagai strategi inovatif untuk memastikan ketahanan pangan secara holistik dan berkelanjutan. Selain tantangan dalam hal produksi, pola konsumsi masyarakat juga mengalami perubahan. Permintaan terhadap produk pangan yang lebih sehat, bergizi, dan ramah lingkungan terus meningkat. Namun, fenomena ini dibayangi oleh masalah konsumsi berlebihan dan limbah pangan. Data menunjukkan bahwa lebih dari 2 miliar orang di dunia mengalami obesitas atau kelebihan berat badan sementara jutaan lainnya kekurangan gizi. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan tidak hanya tergantung pada produksi tetapi juga pada distribusi, efisiensi, dan pengelolaan konsumsi secara lebih bijak.

Pendekatan transdisipliner seperti STE(A)M (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics) memiliki peran strategis dalam mengatasi tantangan ketahanan pangan. Cole et al. (2018) menekankan pentingnya inovasi berbasis teknologi untuk meningkatkan efisiensi sistem pangan, mulai dari produksi hingga konsumsi. Teknologi berbasis data seperti Internet of Things (IoT) dan analisis prediktif dapat digunakan untuk memantau produksi pangan, mengurangi kerusakan pascapanen, dan meminimalkan limbah di sepanjang rantai pasok. Pemanfaatan teknologi ini dalam sistem pangan dapat menjadi lebih transparan dan terintegrasi, sehingga memastikan bahwa pangan yang sampai ke konsumen aman, bergizi, dan diproduksi secara berkelanjutan.

Salah satu aplikasi konkret dari pendekatan ini adalah penggunaan blockchain dalam pelacakan rantai pasok. Teknologi ini memungkinkan setiap tahap perjalanan pangan, mulai dari petani hingga konsumen, dapat dimonitor secara real-time. Oleh karena itu, keamanan dan kualitas produk dapat dijamin dan sekaligus meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap makanan yang mereka konsumsi. Seni juga memainkan peran penting dalam mendukung edukasi masyarakat. Desain visual yang menarik dan berbasis data membuat masyarakat dapat lebih mudah memahami pentingnya pola konsumsi yang sehat, pengurangan limbah pangan, dan perlunya keberlanjutan dalam sistem pangan. Pendekatan STE(A)M menjadi solusi komprehensif yang menghubungkan inovasi teknologi dengan perubahan perilaku masyarakat.

Konsumsi pangan berlebihan menjadi salah satu penyebab utama tekanan pada sistem pangan global. Cole et al. (2018) mencatat bahwa sekitar 30% dari total produksi pangan global terbuang sia-sia setiap tahunnya. Limbah pangan ini terjadi di semua tahap mulai dari produksi hingga konsumsi. Di negara-negara berkembang sebagian besar limbah terjadi pada tahap produksi dan pascapanen akibat kurangnya infrastruktur dan teknologi. Sebaliknya, di negara maju limbah pangan lebih banyak terjadi di tingkat konsumen. Reduksi konsumsi berlebihan memerlukan pendekatan yang komprehensif. Edukasi masyarakat menjadi langkah awal yang penting untuk membangun kesadaran tentang dampak konsumsi yang berlebihan terhadap kesehatan dan lingkungan. Sebagai contoh, kampanye global untuk mengurangi konsumsi daging merah telah menunjukkan hasil yang positif di beberapa negara maju. Substitusi protein hewani dengan protein nabati atau sumber protein alternatif seperti mikroalga menjadi solusi yang lebih ramah lingkungan.

Penerapan pola hidup sehat menjadi langkah strategis untuk mendukung sistem pangan yang berkelanjutan. Masyarakat perlu didorong untuk mengadopsi pola makan berbasis gizi seimbang, yang tidak hanya meningkatkan kesehatan tetapi juga mengurangi tekanan pada sistem pangan. Teknologi nutrigenomik memungkinkan penyesuaian pola makan berdasarkan kebutuhan individu. Nutrisi dapat disesuaikan secara spesifik untuk setiap individu dengan memahami bagaimana gen memengaruhi metabolisme seseorang. Kombinasi antara teknologi, edukasi, dan penerapan pola hidup sehat memberikan dampak nyata dalam menciptakan sistem pangan yang lebih adil dan berkelanjutan.  Selain itu, inovasi pangan seperti pangan fungsional juga menjadi elemen penting dalam pola hidup sehat. Pangan ini tidak hanya menawarkan nutrisi dasar tetapi juga memberikan manfaat kesehatan tambahan yang dapat membantu mencegah berbagai penyakit kronis.

Pangan fungsional telah menjadi salah satu fokus utama dalam upaya menjawab tantangan ketahanan pangan global. Yuan et al. (2024) menjelaskan bahwa pangan fungsional tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan tambahan melalui kandungan bioaktifnya. Contoh konkret dari pangan fungsional adalah makanan yang diperkaya dengan vitamin, mineral, atau senyawa bioaktif lainnya yang terbukti mampu mencegah berbagai penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan kanker. Teknologi biofortifikasi memainkan peran penting dalam pengembangan pangan fungsional. Melalui proses ini, tanaman diperkaya dengan nutrisi tertentu selama masa pertumbuhan. Mikroorganisme seperti mikroalga juga telah dimanfaatkan sebagai sumber protein alternatif yang ramah lingkungan dan kaya nutrisi.

Yuan et al. (2024) mencatat bahwa inovasi dalam pengolahan pangan, seperti fermentasi dan ekstraksi ultrasonik, dapat membantu mempertahankan kandungan bioaktif dalam produk akhir. Produk pangan fungsional tidak hanya memiliki nilai gizi yang tinggi tetapi juga memiliki umur simpan yang lebih panjang. Pangan fungsional menawarkan solusi untuk mengatasi kelaparan tersembunyi (hidden hunger) yang memengaruhi lebih dari dua miliar orang di dunia. Pengembangan pangan ini memerlukan dukungan regulasi yang jelas, investasi dalam penelitian, serta edukasi masyarakat untuk memastikan penerimaan pasar yang luas. Pengembangan pangan fungsional di Indonesia menghadapi tantangan besar meskipun memiliki potensi yang signifikan. Purwaningsih et al. (2021) mencatat bahwa salah satu kendala utama adalah kurangnya infrastruktur riset, pendanaan, dan kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah. Selain itu, biaya tinggi untuk uji klinis dan regulasi yang ketat menjadi hambatan dalam memasarkan produk pangan fungsional secara luas.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa termasuk tanaman lokal dengan kandungan bioaktif yang tinggi. Tanaman seperti temulawak, jahe, dan kelor memiliki potensi besar sebagai bahan pangan fungsional. Perlu kolaborasi lintas sektor antara lembaga penelitian, industri, dan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Dukungan kebijakan yang berpihak pada pengembangan riset pangan juga menjadi kunci untuk mendorong inovasi di sektor ini. Oleh karena itu dalam 5-10 tahun ke depan, saya ingin berkontribusi menjadi seorang dosen yang juga aktif dalam penelitian. Saya memilih untuk fokus pada sayuran Brassica seperti brokoli, kubis, dan kembang kol. Wu et al. (2021) menjelaskan bahwa sayuran ini kaya akan glukosinolat, senyawa bioaktif yang memiliki manfaat kesehatan signifikan, termasuk efek kemopreventif terhadap berbagai jenis kanker. Selain itu, glukosinolat juga membantu mengurangi stres oksidatif, melindungi sistem kardiovaskular, dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Sebagai seorang ilmuwan pangan, fokus penelitian saya adalah analisis metabolomik untuk memahami bagaimana berbagai metode pengolahan memengaruhi kandungan nutrisi dan senyawa bioaktif dalam sayuran. Proses pengolahan seperti perebusan, pengukusan, dan pemanggangan dapat secara signifikan mengubah profil metabolit dalam sayuran ini yang berpengaruh pada bioavailabilitas senyawa seperti glukosinolat. Dengan menggunakan teknologi seperti LC MS/MS  saya bertujuan memetakan perubahan metabolit selama pengolahan untuk menghasilkan data ilmiah yang akurat. Penelitian ini bertujuan menentukan metode pengolahan yang paling optimal untuk mempertahankan atau meningkatkan kandungan gizi dan manfaat kesehatan sayuran Brassica. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi berbasis sains kepada masyarakat dan industri pangan tentang cara terbaik mengolah sayuran agar nilai gizinya tetap maksimal, sekaligus mendukung pengembangan pangan berbasis Brassica yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Ketahanan pangan global membutuhkan solusi inovatif yang tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi, tetapi juga mengoptimalkan distribusi, konsumsi, dan keberlanjutan sistem pangan secara keseluruhan. Pendekatan transdisipliner seperti STE(A)M menjadi kunci dalam menciptakan sistem pangan yang lebih efisien dan terintegrasi. Inovasi dalam pengelolaan rantai pasok serta pengembangan pangan fungsional memberikan peluang besar untuk menjawab tantangan ketahanan pangan di tengah keterbatasan sumber daya. Reduksi konsumsi pangan berlebihan dan menerapkan pola hidup sehat juga menjadi langkah strategis untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pangan global dan pelestarian lingkungan. Sebagai ilmuwan pangan, fokus saya dalam 5-10 tahun kedepan pada penelitian sayuran Brassica melalui analisis metabolomik merupakan upaya untuk menjawab tantangan ini secara ilmiah. Kontribusi ini bagi saya merupakan bagian dari upaya kolektif untuk mewujudkan ketahanan pangan global. (Red)

 

DAFTAR PUSTAKA

 Cole MB, Augustin MA, Robertson MJ, Manners JM. 2018. The science of food security. npj Science of Food. 2(14). https://doi.org/10.1038/s41538-018-0021-9

Purwaningsih I, Hardiyati R, Zulhamdani M, Laksani CS, Rianto Y. 2021. Current status of functional foods research and development in Indonesia: opportunities and challenges. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 32(1): 83-91.

Wu X, Huang H, Childs H, Wu Y, Yu L, Pehrsson PR. 2021. Glucosinolates in Brassica vegetables: Characterization and factors that influence distribution, content, and intake. Annual Review of Food Science and Technology. 12: 485–511. https://doi.org/10.1146/annurev-food-070620-025744

Yuan X, Zhong M, Huang X, Hussain Z, Ren M, Xie X. 2024. Industrial production of functional foods for human health and sustainability. Foods. 13(3546). https://doi.org/10.3390/foods13223546

 

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button