BOGOR, biem.co – Dapat diperkirakan 10 tahun kedepan kebutuhan akan produk pangan berpotensi terus mengalami peningkatan. Dalam menjalankan praktek pemenuhan kebutuhan produk pangan tidak akan lepas dari kemasan pangan sebagai pelindung produk pangan maupun media promosi.
Masalah pengolahan sampah kemasan produk pangan masih menjadi salah satu isu yang belum terselesaikan di Indonesia. Berdasarkan data dari UNEP (United Nations Environment Programme), Indonesia menempati ranking keempat penyumbang food waste terbanyak di dunia, yakni sebesar 20,93 juta ton pada tahun 2021.
Kemasan produk pangan umumnya ikut terbuang dan menumpuk sebanyak jumlah food waste yang dihasilkan. Masalah ini memerlukan perhatian serius serta didukung dengan teknologi saat ini sebagai alat bantu pengolahan sampah kemasan produk pangan.
Radio Frequency Identification (RFID) adalah teknologi nirkontak yang dapat mengenali target tertentu serta membaca dan menulis informasi terkait dengan menggunakan gelombang radio (Want, 2006). Teknologi ini terdiri atas tiga bagian utama: reader (pembaca) sebagai pengontrol komunikasi, tag (penanda) sebagai tempat kode elektronik terkait agar dapat diidentifikasi secara unik, dan antena sebagai pengirim impuls frekuensi radio antara reader dan tag. RFID banyak diteliti sebagai penunjang fitur kemasan pintar.
Keberlanjutan pengaplikasian RFID cukup potensial, karena telah banyak penelitian terkait integrasi komponen RFID pada kemasan pintar, misalnya dalam pemantauan kondisi makanan seperti suhu, kelembapan, dan gas yang merupakan indikasi kesegaran produk pangan (Zuo et al. 2022).
Pengembangan RFID kedepannya tidak hanya dapat memberikan informasi terkait kualitas produk pangan, melainkan sebagai salah satu alat bantu melakukan regulasi pengolahan sampah kemasan pangan. Hal ini diinisiasi oleh temuan bahwa RFID dapat digunakan sebagai alat telusur yang dapat menyediakan informasi logistik selama rantai pasok produk pangan (Gautam et al. 2017).
Visibilitas informasi keterlacakan produk makanan di berbagai rantai pasokan dapat terwujud dengan integrasi teknologi sensor RFID dan sistem manajemen data berbasis blockchain (Pang et al. 2015).
Teknologi RFID sebagai alat telusur rantai pasok pangan dapat membantu membedakan tanggung jawab dari setiap anggota dalam rantai pasokan. Penelitian oleh Piramuthu et al. (2013), menyatakan bahwa informasi logistik dapat dibagi menjadi beberapa tingkat granularitas data, diantaranya tingkat item, batch, dan SKU.
Tiga tingkat granularitas data tersebut digabungkan dengan teknologi RFID untuk menentukan alokasi biaya tanggung jawab di antara para pelaku dalam rantai pasok pangan. Biaya tanggung jawab harus dipenuhi jika terdapat kontaminasi di node atau rute dalam rantai pasokan. Visibilitas informasi keterlacakan produk makanan di berbagai rantai pasok pangan dapat terwujud dengan integrasi teknologi sensor RFID dan sistem manajemen data berbasis blockchain (Pang et al. 2015).
Blockchain sendiri merupakan teknologi data besar terdistribusi yang menggunakan struktur berantai dengan penyimpanan data berdasarkan waktu (timestamp), penambahan dimensi waktu, dan membuat data yang dapat diverifikasi serta dilacak.
Regulasi pengolahan sampah kemasan yang sudah ada masih belum tuntas menangani kondisi penumpukan sampah di Indonesia. Permasalahan tersebut perlu diselesaikan dari rantai paling sederhana terlebih dahulu, yakni kurangnya kesadaran atas pentingnya pembuangan sampah dengan tepat guna menjaga stabilitas lingkungan. Maka dari itu, integrasi RFID dengan kemasan pangan dapat menjadi salah satu solusi untuk membuat konsumen yang tidak bertanggung jawab atas sampahnya mengalami kerugian yang lebih banyak sehingga secara tidak langsung akan membangun kesadaran akan pentingnya pembuangan sampah secara tepat.
Teknologi sensor RFID dapat diintegrasikan pada kemasan produk pangan dengan sistem manajemen data blockchain, sehingga kemasan dapat dilakukan tracking sejak dimana tempat diproduksi, didistribusi, disimpan, dikonsumsi, hingga sampai dibuang pada tempat pembuangan akhir.
Konsumen bertanggung jawab atas sampah kemasannya masing-masing karena setiap kemasan akan memiliki kode unik, dimana setiap pembelian kemasan produk pangan dilakukan sistem depo sebagai bentuk tanggung jawab konsumen terhadap kemasan produk yang dibeli.
Ketika konsumen membuang kemasan ke tempat pembuangan yang tepat maka uang depo tersebut akan dikembalikan kepada konsumen. RFID berfungsi sebagai alat telusur bahwa kemasan suatu produk telah dibuang pada tempat pengumpulan sampah yang tepat.
Tempat pengumpulan sampah akan memudahkan pihak berwajib dalam memilah dan mengolah kembali sampah kemasan. RFID juga dilengkapi dengan perangkat lunak untuk kemudahan proses tracking data ketelusuran kemasan secara real time.
Pengaplikasian kemasan pintar yang diintegrasikan dengan RFID bukan hal yang mudah, sehingga perlu didukung oleh regulasi terkait sistem pengolahan sampah yang sesuai karena tanpa adanya sistem yang tepat maka teknologi tersebut akan sia-sia. Pengaplikasian kemasan pintar RFID bukan merupakan tujuan akhir dari terciptanya teknologi ini, melainkan tujuan akhirnya berupa keberlanjutan dan stabilitas lingkungan yang tercapai.
Hal ini dapat dicapai apabila seluruh stakeholder kemasan produk pangan baik produsen, distributor, konsumen, serta pihak berwajib saling bekerjasama dan memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya stabilitas lingkungan dengan ikut serta dalam menciptakan sistem pengolahan sampah kemasan yang teratur dan berkelanjutan.
Modernisasi telah banyak memanfaatkan teknologi RFID pada banyak sektor industri, akan tetapi selayaknya teknologi baru lainnya masih banyak tantangan yang harus diatasi untuk pengaplikasiannya, diantaranya seperti masalah biaya, jangkauan pembacaan, serta kebutuhan daya dari sistem RFID.
Biaya penerapan teknologi baru secara luas di industri makanan pasti membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Menurut studi terbaru oleh Javed et al. (2021), teknologi RFID chipless menawarkan sistem tag yang lebih sederhana dan berbiaya rendah, meski begitu penelitian ini masih memerlukan pengkajian lebih lanjut.
Tren di masa depan perlu menjadi perhatian dimana potensi keberlanjutan teknologi RFID yang akan diintegrasikan dengan teknologi sensor dan internet akan menciptakan jaringan sensor yang lebih kuat, sehingga memerlukan lebih sedikit daya. (Red)
Amiroh Auliya Rahma, Penulis Mahasiswa Magister Program Studi Ilmu Pangan, IPB University
DAFTAR PUSTAKA
Gautam R, Singh A, Karthik K, Pandey S, Scrimgeour F, Tiwari MK. 2017. Traceability using RFID and its formulation for a kiwifruit supply chain. Comput. Ind. Eng. 103 (17): 46–58. doi:10.1016/j.cie.2016.09.007
Javed N, Azam MA, Qazi I, Amin Y, Tenhunen H. 2021. A novel multi-parameter chipless RFID sensor for green networks. Int. J. Electron. Commun. 128 (153512): 1-9 doi:10.1016/j.aeue.2020.153512
Pang Z, Chen Q, Han W, Zheng L. 2015. Value-centric design of the internet-of-things solution for food supply chain: value creation, sensor portfolio and information fusion. Inf. Syst. Front. 17 (2): 289–319. doi:10.1007/s10796-012-9374-9
Piramuthu, S., Farahani, P., Grunow, M., 2013. RFID-generated traceability for contaminated product recall in perishable food supply networks. Eur J Oper Res 225 (2): 253–262. doi:10.1016/j.ejor.2012.09.024
Want R. 2006. An introduction to RFID technology. IEEE Pervasive Comput. 5 (1): 25–33. doi:10.1109/MPRV.2006.2
Zuo J, Feng J, Gameiro MG, Tian Y, Liang J, Wang Y, Ding J, He Q. 2022. RFID-based sensing in smart packaging for food applications: A review. Future Foods. 6(100198): 1–16. doi:10.1016/j.fufo.2022.100198