OpiniTerkiniWisata & Kuliner

Sebelum Hujan di Waerebo

Oleh : Muhammad Hidayat Chaidir

Tanpa banyak buang tempo, perjalanan dilanjutkan. Dua puluh menit di atas kendaraan roda dua untuk tiba di pos pembuka trekking menuju Kampung Adat Waerebo. Kami dibawa berpetualang oleh ketiga pemuda yang lincah-lincah itu. Hamparan sawah yang mulai menguning menjadi pemandangan di depan mata. Tanpa terasa dua puluh menit berlalu dengan cepat. Walau pinggul agak pegal karena sudah lama tak naik motor, apalagi sebagian jalannya yang belum sempurna dihotmix, tapi kami tak pernah kehilangan excited. Dan semilir angin gunung terus-menerus menyapu tubuh kami.

Di situ ada banyak motor yang parkir. Mereka sedang menunggu wisatawan yang turun. Rupanya ojek yang mengantar kami ke mari yang akan menjemput lagi esok harinya. Mereka hanya butuh konfirmasi dari seorang pemandu wisata terkait waktu balik dari Kampang Adat Waerebo.

Ada lima pos yang perlu kami lalui untuk benar-benar tiba di kampung adat ini. Saya dan istri bersyukur karena aktivitas workout yang biasa kami lakukan di rumah ternyata khasiatnya benar-banar teruji saat mendaki. Walau kami berdua bukan pendaki profesional, otot-otot kami tidak kaget berjumpa medan pendakian yang mengerikan dan nyata.

Pendakian dimulai ketika waktu menunjukkan pukul dua. Kicauan burung dan suara air mengalir seolah suntikan energi positif bagi kami. Kiri kanan hutan dengan kabut yang mengambang dari kejauhan. Sungguh indah. Siang itu cerah sekali. Ingin rasanya mengabadikan secara langsung momen itu, tapi sayang, jarak desa yang jauh dari pusat kota membuatnya belum dijangkau oleh seluler. Keinginan itu harus kami abaikan. Hidup di era informasi digital seperti hari ini, godaan untuk eksis dan ingin “dilihat” menghampiri kita setiap detik.

Ada lima pos untuk benar-benar tiba di kampung adat ini. Sampai pos dua, pengunjung masih harus berjuang melangkah di atas jalan menanjak walau agak rapi dan disemen. Setelah itu medannya berganti dengan sedikit datar di atas tanah hingga akhirnya menurun ketika akan tiba di lokasi tujuan. Sepanjang perjalanan, saya, istri saya, dan Enjas begitu menikmati suasana heningnya alam berhiaskan suara nyanyian burung-burung. Matahari sudah agak turun ketika kami menuruni dan mendekati Kampung Adat Waerebo. Mendekati kampung adat itu sendiri, sebenarnya ada jalan pintas yang tentu saja bisa dimanfaatkan oleh para pengunjung yang berpengalaman, bukan untuk kami.

Beberapa kali kami berpapasan dengan pengunjung lain dan sekedar melempar salam dan saling menyemangati. Dalam pendakian ini, Enjas tak henti-hentinya membagi informasi tentang Kampung Adat Waerebo. Lelaki muda asal Manggarai Timur yang mengaku mencari penghidupan di Labuan Bajo ini dengan ramah dan antusias menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang kami ajukan. Menurut pengakuannya, dia telah terjun di dunia pariwisata kurang lebih dua tahun.

Pengetahuannya yang mendalam dan luas tentang Kampung Adat Waerebo dia pamerkan pada kami. Dibalik sosoknya yang sederhana, Enjas juga tak jarang mengungkap salut kepada kegigihan dan ketangguhan orang-orang di Kampung Adat Waerebo yang rela naik turun gunung jika kebutuhan logistik untuk tamu-tamu dibutuhkan. Dia juga tak lupa mengingatkan agar mata kami awas pada ranting-ranting atau batang-batang kayu yang setiap saat bisa saja tumbang. Dia sungguh memperhatikan keselamatan tamu yang dibawanya. Amazing!

Editor: Rois Rinaldi
Previous page 1 2 3 4 5 6Next page

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button