BOGOR, biem.co – Gelatin merupakan produk protein hewani yang dapat diaplikasikan pada banyak industri. Antara lain, bidang pangan, farmasi, kosmetik, dan fotografi. Fungsinya pada pangan adalah sebagai agen penstabil serta memberikan tekstur kenyal. Produk yang mengandung gelatin mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ada permen jeli, marshmellow, juga obat kapsul.
Indonesia biasa mengimpor gelatin dari beberapa negara, yaitu Amerika Serikat, Spanyol, Jepang, dan Tiongkok. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor gelatin Indonesia pada tahun 2020 meningkat sebesar 17,79% dibandingkan tahun sebelumnya. Total impor gelatin pada tahun 2020 sebesar US$39,5 juta atau sekitar Rp557 miliar. Angka tersebut menunjukkan besarnya kebutuhan akan gelatin di Indonesia.
Bahan baku gelatin berasal dari kulit, tulang, maupun ligamen babi dan sapi. Babi merupakan hewan yang haram untuk dikonsumsi serta bersifat najis bagi muslim. Sedangkan sapi hukumnya halal namun memiliki titik kritis juga yaitu dari cara penyembelihannya yang harus sesuai tatanan agama Islam. Hal ini penting diperhatikan karena masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam dengan jumlah pemeluknya sebesar 207 jiwa. Maka dari itu, dibutuhkan bahan baku alternatif halal untuk memenuhi kebutuhan gelatin.
Ikan berpotensi untuk dijadikan bahan baku alternatif gelatin yang halal. Kelebihan produk hasil perairan tersebut memiliki titik kritis yang rendah karena tidak ada aturan penyembelihan tertentu. Komponen yang dimanfaatkan bisa dari kulit dan tulangnya. Gelatin dari ikan memiliki kekuatan gel yang cukup tinggi dan viskositas yang rendah. Penelitian Gudmundsson (2002), menyimpulkan gelatin yang berasal dari perairan tropis memiliki karekteristik yang lebih mirip dengan gelatin yang bersumber dari sapi (Bovine gelatine) dibandingkan dengan ikan yang berasal dari daerah beriklim dingin. Sejalan dengan iklim di Indonesia cocok untuk menghasilkan ikan yang berkualitas sebagai bahan baku gelatin.
Dengan adanya ini dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia agar bisa memproduksi gelatin sendiri tanpa impor dan tingkat kehalalan bisa lebih terjamin. Sayangnya masih terdapat tantangan untuk mencapai hal tersebut, yaitu mengenai resiko kerusakan dan kekuatan gel. Tulang dan kulit ikan mudah busuk apabila disimpan pada suhu ruang. Maka dari itu, rantai pasoknya dibutuhkan perlakuan khusus. Penanggulangan pada tulang bisa dilakukan dengan pengeringan dari penjual ikan sebelum di kirim ke pabrik. Akan tetapi, berbeda pada kulit yang harus disimpan pada suhu rendah. Pemasok ikan harus menerapkan food-coldchain dimana membutuhkan alat seperti chiller maupun freezer yang bisa digunakan saat pengiriman.
Selain itu, jenis ikan seperti bandeng memiliki nilai uji kekuatan gel lebih kecil (505 bloom) dibandingkan dengan gelatin sapi dan babi (648 bloom). Hal ini perlu diperhatikan agar gelatin ikan bisa memiliki kekuatan yang sama dengan standar komersil. Maka dari itu, penelitian dan pengembangan gelatin halal dengan bahan baku ikan masih terbuka lebar. Optimasi dari proses pengolahan kulit dan tulang ikan di masa depan dapat ditingkatkan lagi agar mendapatkan kualitas gelatin yang bisa berpotensi digunakan pada tahap industri di Indonesia. (Red)
Daftar Pustaka
Gudmundsson M. 2002. Rheological Properties of Fish Gelatins. Journal of Food Science. 67: 2172-2176
Rafael, Mark Yohance B., Rafael, Rosalie R., Landingin, Ervee P., Rafael, Ronalie B., Tayag, Geraldine G., Santos., E, John Paul., and Rafael, Mark Joseph R. 2021. Gelatin from Milkfish Scales for Food Application. Journal of Science and Technology. 5(1) : 10-23.
Reza, Muhammad., Devi Annissa. 2023. Fish-based Gelatin: Exploring a Sustainable and Halal Alternative. Journal of Halal Science and Research (JHSR). 4(2):55 -67.
Rosida, R., Lia, H., & Dwi, A. 2018. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Kambing-Kambing (Abalistes Stellaris) Sebagai Gelatin Menggunakan Variasi Konsentrasi CH3COOH. Acta Aquatica. 5(2):93–99.