OpiniTerkini

Menggugat Dosa Israel atas Palestina

Oleh: Eko Supriatno

“Perang itu tidak pernah menjadi jawaban,
bahwa kebencian harus dikendalikan;
Tuhan membentuk cinta untuk setiap bangsa,
bukan keserakahan atau kekuasaan atau emas.”
― Greta Zwan

Israel sedang berdiri dengan arogan dalam menghancurkan Palestina. Kematian terjadi secara kolosal.

Sampai hari ke-37 perang, yakni 12 November 2023, warga Palestina yang meninggal dalam konflik ini sudah melampaui 11.200 orang, sekitar 9 kali lipat lebih banyak dari korban jiwa Israel.

Rumah dan gedung hancur berantakan. Despotisme dijalankan Israel untuk mengukuhkan kekuatan dirinya yang megah.

Walaupun dunia mengutuk, Zionis Israel tak bergeming, bahkan tragedi pembantaian dan kematian terus berjalan dengan massif dan menyedihkan.

Sementara bangsa Palestina sendiri, karena sudah terpecah, tidak bisa menghadang kemunkaran Isarel dengan penuh.

Karena terkotak-kotak, perjuangan rakyat Palestina hanya sporadis, dan mudah diruntuhkan Israel dengan persenjataan yang lengkap.

Nurani Dunia menentang arogansi Israel. Terlebih karena Amerika Serikat yang selalu mendukung kebijakan Israel dalam politik luar negerinya di Timur Tengah.

Amerika Serikat selalu melindungi Israel dari kecaman bangsa Timur Tengah dan masyarakat dunia.

Bak banteng ketaton, Israel menghancurkan semua obyek yang dianggapnya membahayakan karena dianggap sebagai tempat berlindungnya kelompok Hamas. Rumah sakit dan tempat ibadah tak luput dari serangan mereka. Rumah warga sipil tak terhitung jumlahnya yang telah hancur lebur.

Israel sangat jelas telah melanggar Hukum Humaniter Internasional (HHI) atau hukum perang atas serangan itu.

Berikut adalah sejumlah ‘daftar dosa’ kebiadaban Israel terhadap Palestina yang dirangkum dari sejumlah sumber:

Pertama, Israel menyerang dan pemindahan paksa warga sipil Palestina. Dalam konflik bersenjata, warga sipil adalah pihak yang dirugikan karenanya harus dilindungi. Mereka harus dilindungi dan tidak boleh menjadi korban kekerasan, terutama pembunuhan dan sejenisnya.

Kedua, Israel menyerang tenaga medis dan rumah sakit. Menurut Hukum Humaniter Internasional Aturan 25, personil medis harus dihormati dan dilindungi dalam segala keadaan. Ketentuan ini juga berlaku untuk satuan medis, termasuk alat transportasi medis. Berlandaskan aturan itu, apa yang dilakukan oleh Israel dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional.

Ketiga, Israel menyerang tempat ibadah. Menurut Hukum Humaniter Internasional, tempat ibadah diakui sebagai tempat yang dilindungi beradasarkan definisi “harta budaya” dan tidak boleh ada kelompok bersenjata yang menyerang atau menghancurkannya. Ini diatur dalam Pasal 53 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1949 yang berkaitan dengan Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Non-Internasional.

Keempat, Israel membombardir jalur gaza. Terhitung sejak 37 hari lalu, Israel telah menyerang Jalu Gaza dari udara. Itu dilakukan sebagai respons atas serangan kilat yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober lalu. Apa yang dilakukan oleh Israel adalah bentuk lainnya dari pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional atau hukum perang. Konvesi Den Haat 1899 dan 1907 melarangan pemboman terhadap kota, desa dan gedung-gedung, tempat tinggal yang tidak dipertahankan. Konvensi ini juga melarang penjarahan terhadap suatu tempat atau kota.

Amnesia Sejarah?

Konflik berdarah di Palestina seakan telah menjadi tayangan kelam berkepanjangan yang dimaklumi.

Tidak ada satupun solusi damai yang memiliki hasil langgeng. Salah satu akar masalahnya, tidak ada satupun solusi yang dirancang berdasarkan akar konflik.

Kumpulan negara adidaya yang mengawal alur perdamaian seperti mengidap amnesia massal sejarah Israel-Palestina. Tidak ada satupun negara besar mau mengakui bahwa Israel telah secara sistematis melakukan pendudukan ilegal dan penjajahan.

Negara-negara besar sepertinya lupa, sebelum Israel mendeklarasikan dirinya pada 1948, hampir 1200 tahun lamanya warga Arab telah mendiami Palestina secara turun temurun.

Mereka juga seperti tidak mau tahu bahwa klaim ideologis Israel atas Palestina sebagai tanah kelahiran, hanya didasarkan kepada kerajaan yang hidup selama 73 tahun. Hingga deklarasi pendirian negara Israel, secara total hanya 6% tanah yang dimiliki secara legal oleh pendatang berdarah Yahudi.

Dalam kontesk Indonesia, tentunya sejarah kelam kolonialisme jangan boleh terulang lagi.

Sebagian besar negara-negara Asia dan Afrika diduduki dan dijajah oleh kekuatan Barat. Kemudian pada periode tahun 1940an hingga tahun 1950-an, beberapa negara di Afrika dan Asia termasuk Indonesia telah memimpin perjuangan melawan kolonialisme dan pencarian kemerdekaan.

Pedihnya proklamasi tanpa pengakuan negara lain. Hanya ada 5 negara yang bergegas mengakui kemerdekaan Indonesia. Mesir, Arab Saudi, Qatar, Suriah dan Libanon.

Hebatnya, Palestina justru memberikan dukungan setahun sebelum Indonesia resmi memproklamasikan diri. Pada 6 september 1944, mufti besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al Husaini, menyiarkan dukungan terbuka atas kemerdekaan Indonesia di Radio Berlin berbahasa Arab.

Indonesia pernah memprakarsai dan memimpin momen bersejarah Asia-Afrika Konferensi tahun 1955 di Bandung untuk menggalang solidaritas di kalangan Asia dan negara-negara Afrika.

Makanya sungguh heran, saat ini masih ada mentalitas neo-kolonial dalam konteks Palestina, Israel melakukan genosida dan pembersihan etnis (ethnic cleansing) serupa terhadap warga Palestina.

Upaya kita hari ini, seyogyanya ‘dunia melek’ segera geh’ mengakhiri kekejaman, menghentikan pembunuhan, dan melindungi hak-hak warga Palestina.

Catatan Kritik

Menurut penulis, setidaknya ada 3 (Tiga) Catatan Kritik dari tulisan “Palestina Membara, Kenapa Dunia Diam?” ini:

Pertama, Dunia Tidak Berdaya. Kita semua menyayangkan ketidakberdayaan para pemimpin dunia untuk menghentikan kekejaman yang dilakukan oleh Israel.

Satu bulan terjadi kekejaman ini dan dunia seolah-olah tidak berdaya, lebih dari 7,9 miliar penduduk dunia, dan lebih dari 190 pimpinan negara tapi sampai saat ini tak satupun yang mampu menghentikan kekejaman ini.

Padahal umat Islam memiliki populasi yang cukup tinggi di dunia. Dengan penganut mencapai 1,5 milyar lebih (sekitar 20 persen dari total penduduk dunia), jumlah umat Islam melebihi penganut agama manapun di dunia. Hal itu seharusnya menjadi potensi untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi umat Islam di sejumlah negara.

Penulis menegaskan bahwa perdamaian tidak akan tercipta sebelum akar konflik diatasi. Untuk itu, proses perdamaian untuk mewujudkan solusi dua-negara harus dimulai kembali. Upaya sistematis Israel untuk membuat negosiasi jadi tidak relevan harus dihentikan.

Kedua, Persatuan Palestina adalah modal terpenting bagi perjuangan Palestina. Tanpa persatuan, perjuangan Palestina untuk merdeka bisa semakin lemah. Peran mediasi Hamas-Fatah adalah yang paling masuk akal dilakukan RI sebab kedua faksi itu memiliki hubungan sangat baik dengan Indonesia.

Persatuan umat Islam sangat penting untuk mengatasi berbagai kesulitan. Kalau masing-masing umat memiliki agenda sendiri dan jalan sendiri-sendiri, berbagai kesulitan yang selama ini dihadapi akan terus menemui jalan buntu.

Dalam kasus Palestina, kalau umat Islam sedunia menyatu, masalah Palestina akan dapat diatasi dengan baik. Sejauh ini agenda kemerdekaan Palestina terkatung-katung, karena lemahnya persatuan dunia Islam.

Makanya menjadi tugas ‘dunia’ untuk menghentikan ketidakadilan ini. Jangan sampai rakyat Palestina tidak lagi memiliki pilihan selain menerima ketidakadilan seumur hidup mereka.

Mendorong persatuan Palestina adalah salah satu agenda terpenting dalam perjuangan Palestina saat ini.

Keterpecahan Palestina adalah faktor signifikan bagi kegagalan perjuangan Palestina sejauh ini baik melalui jalur diplomasi, politik unilateral di PBB maupun perlawanan di lapangan.

Ketiga, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dinilai gagal menghentikan perang Israel-Hamas dan rakyat Palestina yang tidak berdosa yang harus membayar harganya sangat mahal.

Secara politik internasional, dukungan negara tertentu kepada negara lain itu sah-sah saja, namun harus dipahami bahwa kekejaman Israel dan penjajahan yang dilakukan Israel harus segera dihentikan oleh negara-negara di dunia terutama PBB.

Asumsi Penulis ada banyak alasan banyak negara di dunia cenderung tidak ikut campur dalam pusaran konflik Israel dan Palestina.

Pertama, negara-negara di dunia memperhitungkan siapa Israel ini, Pertimbangan tersebut merujuk kepada kekuatan persenjataan serta teknologi mutakhir yang dimiliki Israel. Tidak menampik dukungan Amerika Serikat terhadap Zionis juga menjadi alasan bagi negara lain untuk tidak masuk ke konflik itu.Israel dikenal  di-backup negara-negara besar khususnya Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang lain.

Kedua, penulis menilai adanya kerja sama antara beberapa negara di dunia dengan Israel, menjadi semacam sandungan atau menyandera sikap politik negara tersebut terhadap perlakuan Israel kepada rakyat Palestina. Secara tidak langsung (kerja sama) menyandera sikap dan tindakan mereka kepada Israel, tetapi hal tersebut sah-sah saja dilakukan, namun dunia harus menghentikan kekejaman dan penjajahan yang dilakukan Israel.

Peran Indonesia?

Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia juga sebagai negara dengan Muslim terbesar di dunia, komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia dan keadilan yang menyeluruh tidak tergoyahkan.

Posisi Indonesia sangat jelas. Masalah kemanusiaan harus menjadi fokus kita semua saat ini. Dan Indonesia tidak akan mundur dalam membela keadilan dan kemanusiaan rakyat Palestina.

Ada empat rancangan resolusi yang diajukan, tetapi gagal diadopsi karena veto sejumlah anggota tetap dewan tersebut, yang terdiri atas Amerika Serikat, Prancis, Inggris, China, dan Rusia. Rancangan resolusi yang diusulkan AS mengenai “jeda kemanusiaan” gagal disahkan karena diveto China dan Rusia. Sedangkan draf Rusia tentang “gencatan senjata kemanusiaan” tidak dapat diadopsi karena kurang mendapatkan jumlah suara yang mendukung. Inggris dan AS memveto rancangan usulan Rusia ini.

Indonesia harus bisa pastikan bahwa dunia kita tidak baik-baik saja. Indonesia  sudah dan harus melakukan perjuangan sampai titik darah penghabisan dalam memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.

Memang, Palestina jauh dari Indonesia. Tidak kurang 9.000 kilometer jarak penerbangan. Coba kita sejenak memejamkan mata, dan membayangkan hidup 78 tahun lalu. Betapa putus asanya hidup tanpa kemerdekaan.

Bukankah Bendera Palestina telah dikibarkan di depan markas besar PBB dan mempunyai hak dan kedudukan yang setara dengan anggota PBB yang lain.

Bebaskan dunia internasional dari kekerasan, ketidakadilan, dan hapus mentalitas neo-kolonial. Indonesia harus berani mengobarkan keyakinan kepada seluruh rakyatnya bahwa Amerika Serikat dan Zionisme Israel dengan segala despotisme dan totalitarianisme adalah musuh besar yang harus dilawan.

Indonesia harus menjadi negara yang mengilhami para pemimpin dunia agar tetap teguh dengan basis perjuangan menegakkan keadilan.

Indonesia telah melakukan ikhtiar secara sungguh-sungguh dan nyata dengan bersikap aktif menciptakan perdamaian dunia dan melepaskan dunia dari belenggu penjajahan sesuai dengan amanat konstitusi kita.

‘Palestina Membara’ penting bagi perjalanan politik luar negeri kita.

‘Palestina Membara’, membangkitkan kepedulian bukan karena kita semata mayoritas berpenduduk muslim, tapi lebih dari itu, karena isu Palestina merefleksikan perjuangan melawan penjajahan.

Perjuangan merebut kemerdekaan, kebebasan dan menegakkan keadilan bagi harkat kemanusiaan.

‘Palestina Membara’, bukan isu konflik agama tapi refleksi perlawanan terhadap penjajahan.

Perlawanan intifada, merebut kemerdekaan melalui lemparan batu anak-anak muda Palestina berhadapan dengan pasukan militer Israel dan peluru tajam yang dimuntahkan secara brutal.

Perlawanan komunitas dunia yang mencintai kemerdekaan berhadapan dengan sikap politik Israel. Okupasi Israel dan sikap standar ganda negara besar yang mendukungnya.

‘Palestina Membara’ menjadi sangat relevan bagi diplomasi RI ke depan karena tidak hanya bersentuhan dengan penderitaan rakyat Palestina semata, tapi lebih dari itu.

Sekali lagi lebih dari itu, ‘Palestina Membara’ penting karena merefleksikan ‘Menggugat Dosa Israel atas Palestina’ dan perjuangan global melawan doktrin dunia tak berdaya. (Red)

Eko Supriatno, penulis adalah Pengamat, Penulis Buku ‘Islam Simpul Cinta Bagi Semesta’, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button