biem.co – Dalam beberapa tahun belakangan, teknologi non-termal telah banyak diusulkan sebagai alternatif dari teknologi tradisional untuk meningkatkan daya saing industri pangan. Keberhasilan itu diidentifikasi dapat meningkatkan kualitas makanan, mengoptimalkan prosedur pemrosesan sekaligus mengurangi biaya energi. Pulsed electric field (PEF) hadir dan berpotensi menjadi salah satu teknologi baru yang menjanjikan tujuan tersebut. Penerapan Pulsed electric field (PEF) sebagai salah satu pretreatment permeabilitas jaringan tumbuhan dapat meningkatkan efisiensi perpindahan massa air atau senyawa dari matriks biologis dengan menunjukkan efisiensinya dalam proses pengeringan, difusi dan peningkatan ekstraksi senyawa (antioksidan ataupun pigmen).
Salah satu keuntungan penggunaan PEF selain dalam menginaktivasi mikroba yaitu dapat membantu proses ekstraksi pigmen lebih cepat. Banyaknya pergantian pewarna sintetis menjadi pewarna alami pada akhir-akhir ini adalah untuk alasan kesehatan dimana pewarna alami lebih menjanjikan efektivitasnya dalam efek fungsional bagi tubuh.
Maka dari itu pewarna alami lebih banyak digunakan untuk produk-produk yang membutuhkan salah satu indikator penerimaan konsumen yaitu warna. Contohnya betanin, betanin merupakan pewarna alami pada bit merah yang dapat meningkatkan intensitas warna merah pada produk seperti pasta tomat, es krim, selai stroberi, yogurt dan lain sebagainya.
Pewarna alami ini justru lebih menguntungkan bagi efek kesehatan seperti dapat mencegah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, ginjal kronis, kanker dan lain-lain. Oleh karena itu, penerapan pewarna alami untuk menggantikan pewarna buatan saat ini menjadi salah satu perhatian utama industri makanan.
Akibatnya, produsen makanan lebih menekankan untuk memformulasi ulang produk mereka dengan menghilangkan pewarna sintetis (Chung et al 2017).
Meskipun diakui dengan kelebihannya pada efek kesehatan ternyata pewarna alami memiliki kelemahan dalam proses teknologinya seperti stabilitas kimia dan fisik dari pewarna yang diekstrak. Cahaya, logam, oksigen, zat pereduksi, aktivitas air, pH, dan suhu menjadi tantangan yang besar untuk mengekstrak pewarna alami ini.
Proses ekstraksi senyawa pewarna secara konvensional dilakukan dengan menggunakan tiga teknik utama yaitu maserasi, Soxhlet, dan hidrodistilasi (Ngamwonglumlert et al 2017). Teknik ekstraksi ini melarutkan pigmen dalam pelarut organik, seperti heksana, etanol, aseton, dan metanol (Parniakov et al., 2015).
Selanjutnya, metode termal, mekanik, dan enzimatik digabungkan dengan proses ekstraksi untuk meningkatkan perpindahan massa komponen intraseluler. Namun, metode ini meningkatkan efek buruk pada integritas sel untuk meningkatkan area kontak antara pelarut dan senyawa yang diinginkan sehingga dapat mengurangi hasil ekstraknya.
Teknologi pemrosesan non-thermal telah dipelajari secara luas memiliki kegunaan dalam membantu mengekstrak pigmen. Teknologi ini dapat meningkatkan stabilitas kimia dan fisik warna, efesiensi energi dan dapat mempercepat proses ekstraksi pigmen. Tidak adanya panas dapat memperkecil sensitifitas pigmen pada saat proses ekstraksi.
Teknologi PEF hanya membutuhkan waktu yang cepat yang menyediakan medan listrik yang berdenyut dengan aliran arus yang tinggi (Zhang et al, 2019). PEF dapat menyebabkan elektroporasi dengan memecah membran sel sehingga dapat membuatnya lebih permeabel dan membantu proses ekstraksi senyawa intraseluler dengan cepat (Guerrero-Beltran dan Welti-Chanes 2016). (Red)
Dava Perdana Putra, penulis adalah Mahasiswa PS Ilmu Pangan, Pascasarjana IPB.