InspirasiOpiniTerkini

Penurunan FKTP dan FKRTL Memberikan Pengaruh Pada Derajat Kesehatan Masyarakat

Oleh: Bernadetta Utomo

biem.coFasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)  mengalami penurunan akhir-akhir ini. Hal tersebut perlu ditindaklanjuti untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia. Pemahaman bahwa jaminan sosial adalah alat dan syarat utama untuk mengatasi kemiskinan belum sepenuhnya dipahami dan diselenggarakan dalam kebijakan yang efektif.

Jaminan yang dimaksud adalah perlindungan finansial dan sosial yang diakibatkan oleh penyakit, kecelakaan, kematian, usia tua, dan berkurangnya penghasilan karena usia pensiun/kecacatan total untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak dan meningkatkan martabat hidupnya.

Penyelenggara jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab negara. Filosofi dasar tersebut tercantum dalam Pasal 28H ayat [1] UUD 1945: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Juga Pasal 34 ayat [3] UUD 1945 yang berbunyi: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Langkah menuju cakupan kesehatan pun semakin nyata dengan resmi beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia. Baik pekerja sektor formal maupun sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dapat mendaftarkan dirinya melalui perusahaan ke BPJS.

BPJS Kesehatan dibentuk pada 1 Januari 2014. Sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS Kesehatan bertugas melakukan/menerima pendaftaran peserta, memungut dan mengumpulkan iuran peserta dan pemberi kerja, menerima bantuan iuran dari pemerintah, mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta, mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial, membayarkan manfaat/membiayai pelayanan kesehatan hingga memberikan informasi mengenai penyelenggara program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan jumlah cakupan peserta mencapai 252,1 juta orang per 1 Maret 2023. Menurutnya, jumlah tersebut sekitar 90% dari total penduduk Indonesia.[1] Hal ini mengalami kenaikan dibandingkan di tahun 2022 dengan 248,7 juta peserta.[2] Namun, meningkatnya peserta BPJS tidak diimbangi dengan pelayanan yang ada.

“Hingga saat ini, pelayanan kesehatan dasar dinilai belum mampu menjawab masalah kesehatan masyarakat.” ujar Kementrian Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.[3] Seharusnya pelayanan kesehatan dasar merupakan kegiatan utama di fasilitas kesehatan primer [FKTP] namun hal ini belum dilaksanakan optimal, demikian juga dengan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan [FKRTL].

Perlu diketahui FKTP adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, mulai dari promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Dalam hal ini puskesmas, klinik dan dokter praktek perorangan yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan kepada peserta.[4]

Sedangkan FKRTL adalah pelayanan kesehatan perorangan bersifat spesialistik dan sub spesialistik, meliputi rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjutan serta rawat inap di ruang perawatan khusus, yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan kepada peserta.[5]

FKTP 1

Dari tabel tersebut maka dapat dipertanyakan, mengapa RS tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan? Ada beberapa sebab. Pertama, karena pembayaran klaim BPJS Kesehatan maksimal 15 hari. RS menganggap sistem pembayaran dengan sistem paket Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) belum masuk harga keekonomian RS tersebut. Pemerintah menetapkan tarif INA CBGs untuk RS, puskesmas dan klinik, serta penetapan jenis obat dalam formularium obat nasional dan alat-alat kesehatan.

Tarif INA CBGs yang ditentukan merupakan biaya yang harus dibayarkan sesuai dengan ongkos dari pelayanan kesehatan dalam suatu rangkaian perawatan pasien sampai selesai. Seringnya RS harus menombok karena RS banyak ruginya juga, dan belum tentu semua obat akan diganti oleh BPJS Kesehatan.

Alasan lain mengapa RS tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan karena belum memenuhi syarat/terakreditasi. Misalnya, beberapa penyakit yang belum tuntas pelaksanaannya di FKTP tetap dirujuk ke rumah sakit. Hal ini disebabkan karena minimnya ketersediaan alat kesehatan dan nakes yang belum lengkap, sehingga perlu menjalani proses renovasi untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Kemenkes.

Kurangnya dokter yang ditempatkan di puskesmas menyebabkan akses mendapatkan pelayanan kesehatan menjadi terbatas sehingga harus dirujuk ke RS, ini menyebabkan panjangnya antrian di RS. Dokter di RS seharusnya memeriksa kasus-kasus spesialistik, tetapi karena FKTP merujuk tidak hanya kasus-kasus spesialistik namun juga kasus-kasus non spesialistik.

FKTP yang berfungsi optimal akan memberikan kualitas kesehatan yang lebih baik kepada peserta, karena mampu menurunkan angka kesakitan dan mengurangi kunjungan ke FKRTL. FKTP perlu terdistribusi lebih besar dibandingkan dengan FKRTL sehingga diharapkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan lebih tinggi, yang tentunya akan berdampak positif yaitu mengurangi beban negara dalam pembiayaan kesehatan.

Jalan Keluar

Bagaimana caranya agar FKTP dan FKRTL ini naik di Indonesia? Jalan keluar pertama adalah agar BPJS Kesehatan meningkatkan kegiatan sosialisasi dan pembangunan kesadaran publik akan pentingnya jaminan kesehatan sosial. Kegiatan promotif dan preventif mengenai perilaku hidup sehat ke masyarakat harus ditingkatkan agar masyarakat sadar. Selain itu, pemerintah harus segera meningkatkan jumlah dan kualitas nakes yang mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Sekarang ini yang terjadi adalah kurangnya sumber daya manusia dan sarana prasarana di FKTP keberagaman kemampuan nakes dalam menangani diagnosa non spesialistik, serta tidak tersedianya obat dan alat kesehatan yang memadai di FKTP, sehingga berpotensi melemahkan layanan yang diberikan oleh FKTP dan dapat berdampak negatif terhadap program BPJS.

BPJS Kesehatan diharapkan dapat mengubah sistemnya agar lebih efektif agar mampu mengoptimalkan penyelesaian klaim-klaim yang dilakukan oleh pihak RS seperti rumit dan lamanya proses pencairan klaim yang menimbulkan diskriminasi antara pasien umum dengan pasien peserta BPJS Kesehatan. Pendaftaran BPJS Kesehatan perlu dilakukan di puskesmas/RS yang mudah diakses masyarakat.

Di sisi lain, pihak pasien juga perlu melaksanakan kewajibannya membayar iuran karena salah satu azas jaminan sosial adalah gotong royong, di mana orang sehat membantu orang sakit. Banyak peserta BPJS Kesehatan yang kurang patuh melaksanakan kewajibannya untuk membayar iuran tepat waktu sehingga tidak dapat menggunakan haknya untuk mendapatkan pelayanan.

Hal ini dapat dilihat dari pasien peserta BPJS yang menunggak dan membayar iuran hanya saat menderita sakit saja sehingga menyebabkan pembiayaan tidak efisien. Kekurangan dana akan membuat RS melakukan pengurangan kualitas pelayanan, beban kerja menjadi tidak proporsional, tindakan pada pasien dibatasi anggaran, dan memprioritaskan pengeluaran internal dibandingkan pengeluaran farmasi dan layanan.

Upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah kendali mutu dan biaya yaitu dengan meminimalisasi terjadinya potensi kecurangan (fraud) dalam program jaminan kesehatan. Fraud layanan kesehatan berpotensi merugikan dana dan menurunkan mutu layanan kesehatan. Pemerintah diharapkan lebih tegas dalam mengambil sebuah keputusan untuk memberikan sanksi terhadap rumah sakit yang dinilai telah melakukan pelanggaran, sehingga peraturan ditaati setiap RS di Indonesia.

Pemerintah perlu meningkatkan pelayanan program kesehatan sehingga seluruh masyarakat terlindungi dan merasakan manfaatnya. Pemerintah juga harus terus membangun infrastruktur kesehatan dasar dan lanjutan yang memadai, berkualitas, serta merata di seluruh wilayah Indonesia.

Hal ini karena perkembangan BPJS Kesehatan memberikan pengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dengan peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan maka BPJS Kesehatan membantu menjaga masyarakat agar tetap produktif. Apabila ada peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan, maka kualitas kesehatan masyarakat juga dapat ditingkatkan. Tentunya kita juga berharap agar BPJS Kesehatan jangan dihilangkan karena sangat membantu orang-orang yang tidak mampu dan tidak punya. (Red)

Bernadetta Utomo, penulis adalah Mahasiswi S2 Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, sejak SMA sudah tertarik dengan hukum, tinggal di BSD Tangerang Selatan, penulis lebih banyak menghabiskan waktu produktifnya dengan menulis.

[1] CNN Indonesia, “Sudah 90 Persen, Jumlah Peserta BPJS Kesehatan Capai 252,1 Juta Orang,” Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230314125654-78-924808/sudah-90-persen-jumlah-peserta-bpjs-kesehatan-capai-2521-juta-orang pada 9 April 2023.

[2] Sarnita Sadya, “Peserta BPJS Kesehatan Capai 248,77 Juta Jiwa pada 2022,” Diakses dari https://dataindonesia.id/ragam/detail/peserta-bpjs-kesehatan-capai-24877-juta-jiwa-pada-2022 pada 9 April 2023.

[3] Tatang Mulyana Sinaga, “Pembatasan Layanan Pasien BPJS Kesehatan Diskriminatif,” Diakses dari https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/02/28/pembatasan-kuota-pasien-bpjs-kesehatan-diskriminatif pada 9 April 2023.

[4] Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN.

[5] Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada JKN.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button