InspirasiPuisi

Aku terpejam

Aku terpejam

Jatuh terlalu mendalam

Di antara masa yang kelam

Ketika itu pagi terasa malam

Menyengat sinar menjadi hitam

 

Menghanyutkan tetesan embun alam

Memutar pada derajat siku detak jam

Akan sebuah apa yang tak bisa ku pendam

Salahku dalam kecam

Mengarang tentang apa yang telah mengaram

 

Paksaku dalam paham

Tentang alur cerita yang engkau genggam

Hingga bodohku yang menenggelam

Aku masih terdiam

 

Di Sudut Andara Kafe Aku Menanti Kabarmu

Masih di tempat yang sama beberapa malam yang lalu. Andara Kafe menjadi tempat yang nyaman beberapa hari ini. Masih di kursi yang sama, tepat di sudut ruangan. Musik yang berisik namun asyik didengar dan suara berisik kendaraan tepat di depan kafe

Aku masih menanti kabar darimu, kau yang hilang sepekan terakhir bersama rindumu. Ungkaoan rindu telah kau dengarkan, namun hilang perjuangan menggapai rindu. Ada apa denganmu? ketika kau memisahkan rindu dan cinta. Ada apa dengan sikapmu? diam dan menanti kehendak Tuhan tanpa perjuangan yang nyata

Aku di sini menanti kabar darimu, suara-suaraku tak kau hiraukan hingga rindu ini mulai jenuh. Dua kursi kosong menanti kedatanganmu, bersama kopi yang telah siap disajikan. Ada tegukan yang nikmat di bibir gelas ketika menatapmu. Suara ramah dan tertawa nan pelan masih ku rindu. Di sini, sudut Andara Kafe menjelang malam

 

Memikat Sunyi

Ketika ku pintal dengan sunyi sulaman sajak

Aku merajut benang kasih yang kau urai

Sebab cintaku dikejar waktu

Yang berpacu menjadi ngilu di dadaku

 

Riuh gaduh menjadi sehelai kain penghangat

Untuk kau lilitkan di pundakmu

Daun yang melambai bernyanyi

Iringi gemuruh bayu yang mendayu

Iring-iringan awan menari tetap saja sunyi

 

Tak seperti di ujung jakan itu

Sibuk berlarian mengejar mimpi

Tanpa henti kaki berjalan saling berhimpitan

Aku di sini masih dengan segenap rasa

 

Selembar Potret

Tak ada lagi yang membekas dari tapak tilas

Kecuali seluruh berkas

Telah tersimpan rapi dalam nakas

 

Untuk apa kembali diungkit-ungkit

Apalagi dengan fakta jumpalit

Kau tahu aku punya limit

 

Ketika selembar potret terjuntai di pualam

Bersitatap denganku dalam diam

Saat itu pula runtuh kepingan rindu yang ku pendam

 

Di atas Kertas

Senja bersambut malam

Digerai serona pernik pualam

Sang puan bersenda senyum

Alunkan bait harmoni selaras batas

Secoret demi secoret

 

Menuju tinta biru langit

Melurus lagi rasa yang tulus

Lentik tulisannya berbait menembus jagad

Syair demi syair dipertautkan

Terangkai syahdu tanpa kelu

 

Sebentuk imajinasi torehkan asa

Terbungkam suara

Tetapi berbahasa

Terbungkam rasa

Tetapi merindu

 

Ketika Senja Meninggalkan Tahtanya

Awan tipis berwarna jingga memberi seribu  makna

Mentari senja mulai bertahta

Nyiur hijau melambai-lambai

Di sini aku masih saja berdiri

 

Terpacu oleh heningnya hati

Sembari membuka selembar memori

Ketika senja mulai pergi

Tertyp;ah sisa-sisa waktu

Di bawah senja itu aku mulai saja merindu

 

Bisakah aku melihatmu lagi

Meski dalam gelap sekalipun

Kini mentari senja tak lagi bertahta

Yang ada hanya kesunyian semata

 

Lalik Kongkar, penulis adalah Pemerhati Pembangunan Desa, Minat Kajian Politik, Sastra dan Filsafat

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button