PANDEGLANG, biem.co – Ini adalah lebaran ke-12 dan juga tentang Bapak, di mana secara jasad Bapak tak bersama kami. Ya, almarhum bapak (H. Halimi Sueb bin H. Sueb bin H. Muhammad) wafat 19 November tahun 2011. Tepatnya pada usia 71 tahun.
Sepanjang saya merantau ke Kanada sejak tahun 2001, Bapak tak pernah sekalipun meminta, bertanya atau mendesak saya pulang ke Pandeglang dan atau Tanah Air.
Tapi awal November 2011 itu, Bapak bersikap tak biasa. Melalui bi Eja (Siti Fajar Edja Fandi), Bapak mengirim pesan: “Aa, kata Bapak, kalau bisa dan tidak sibuk, Aa pulang dulu.”. Sesederhana itu pesannya.
Tapi pesan itu, bagi saya, tak sederhana. Itu, panggilan pulang itu sangat serius. seingat saya, dua panggilan pulang Bapak sebelum itu adalah Pertama, saat Bapak meminta saya segera menikah. Kedua, usai diwisuda dan saat Bapak meminta saya segera mencari pekerjaan.
Kontan saja, saya langsung menelepon Eja dengan Mamah (Hj. Utju yang semoga sehat terus). Ternyata Bapak sakit (meski tidak serius) tapi sudah dirawat di RSUD Serang. Dan tentu saja berbincang via telepon Suara Bapak tampak riang dan sehat serta setelah kangen2an via telepon eh langsung berkata: “kalau bisa pulang dulu wan!”
Duh! rasa haru langsung menyergap, air mata menetes. Saya langsung menyadari bahwa Bapak sedang memberikan isyarat. Saya segera menjawab: “Iya pak. Iwan langsung pesan tiket dan besok langsung terbang. Insya Allah Sabtu mendarat dan langsung ke RS. Bapak tunggu Iwan ya. Inshaa Allah Bapak sehat kembali.”
Tiba-tiba Bapak menyela via telepon itu: “Iya Bapak Inshaa Allah sehat. TAPI wan, ingat baik-baik pesan Bapak ya. Ingat ya, janji ya: Jika nanti Iwan sampai tapi tak bertemu bapak. Jangan pernah menyesal tak ketemu. Jangan pernah menyesali apa pun. Karena memang mungkin sudah takdir-Nya. Nah, Bapak mau pesan: jangan lupakan agamamu, rukunlah sesama saudara, pulanglah ke Tanah air dan bangun negerimu/daerahmu….dst-nya”
Tentu saja, haru makin menyelimuti. Air mata makin deras. Usai telepon, istri langsung packing dan saya memburu “emergency ticket”. Alhamdulillah tiket tersedia. Esoknya langsung terbang dan 12 November 2011, pkl 14-an siang tepatnya Sabtu, saya tiba di pintu Kamar Bapak yang sedang dirawat di RSUD Serang.
“Wahhh, alhamdulillah, akhirnya kita ketemu ya wan !” Kata Bapak sambil senyum. Bapak sehat, segar dan penuh senyum. Selama seminggu, hampir setiap waktu saya berada menemani Bapak. Saling Bercerita dan tentu saja Bapak banyak memberi wasiat penting. Dari urusan keluarga hingga negara. Maklum Bapak aktifis dimasa muda hingga masa tuanya.
Konon, Bapak menjadi generasi pertama dari Pandeglang dan Banten yang menempuh kuliah. Di UGM lagi. Saat kuliah Bapak aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan intra Organisasi. Karena keprihatinan hidup, Bapak hanya BSc. kemudian pulang dan berkhidmat di Kemendagri, Pembangunan Desa. Sambil aktif menjadi Pemuda Marhaen dan Sekretaris DPC PNI Serang. Sepertinya, dulu ASN boleh berpolitik.
Tapi peristiwa 1965 mengubah jalan hidup Bapak. Bapak pulang kembali ke Pandeglang dan menjadi Guru PNS SMEA Pandeglang. Tampaknya, menjadi Guru adalah Profesi yang begitu dicintainya. Sejak Itulah Bapak mengabdi di P &K alias Depdikbud (sekarang Diknas).
Dari Guru, lantas menjadi Penilik/pengawas, kemudian KaKancam Pendidikan di Cibaliung/Cigeulis hingga muter ke Labuan. Dan berlabuh sementara di Kandep Pandeglang. Untuk persiapan promosi menjadi Kepala Kantor Dept Pendidikan tingkat Kabupaten, Bapak ditempatkan kurang lebih 2 tahun di Depdikbud Propinsi Jawa Barat (waktu itu Banten belum jadi Provinsi).
Usai di Bandung itu, akhirnya Bapak dilantik menjadi KaKandep Pendidikan tingkat Kabupaten. Bukan di Pandeglang (kampung kakek garis Bapak), tapi di Lebak/ Rangkas Bitung (yang juga kampung Nenek Kami dari garis Bapak). Jadi puncak pengabdian Bapak di Dikbud adalah Kakandep Kabupaten.
Disela-sela pengabdiannya, Bapak masih sempat membangun Koperasi (PKPN=Persatuan Koperasi Pegawai Negeri Pandeglang, yang kemudian berubah menjadi IKPN). Bahkan Dari Nol. Kantor kecilnya di Pasar Pandeglang. Saat kecil, karena anak lelaki satu-satunya, saya sering diajak Bapak belanja kebutuhan furniture dan elektronik para guru. Mereka membeli secara mencicil ke PKPN.
Pelan tapi pasti Koperasi itu berkembang. Karena dianggap berhasil, bapak jg diangkat menjadi anggota pengawas PKPN Jawa Barat, di jalan lengkong kecil Bandung. Jejak Bapak di PKPN, masih terasa di kantor dan gudang serta Wisma PKPN, Maja Pandeglang. Tak hanya aktif berkoperasi, Bapak juga tipis2 aktif di Angkatan Muda Siliwangi dan Golkar. Krn zaman itu, PNS ya harus Golkar.
Usai pensiun, Bapak berkhidmat di mesjid dengan menjadi Ketua DKM As-Shulton. Inshaa Allah aktifitas itu melengkapi pengabdiannya. “Jika hidup tidak lagi memberikan manfaat, lebih baik Pulang saja..” katanya. Alhamdulillah, hingga akhir hayatnya Bapak memberikan banyak manfaat bahkan hingga kini manfaatnya masih terasa…
Tepat ba’da Subuh, Bapak wafat dalam senyum dan dalam pangkuan kami sekeluarga yang lengkap berkumpul. Dalam pelukan saya dan Mamah sesuai permintaannya. “Bapak mau istirahat sambil wiridan ya…” katanya terakhir kali. (Red)
Iwan Nur Iswan, penulis adalah Host Youtube Nur Iswan Channel.