Bicara biem.co itu ibarat Rumah Bersama yang dibangun dari pondasi, tiang, dinding, atap, kemudian diisi perabot dan tentu saja cat untuk memberikan warna. Pondasinya terdiri dari kumpulan orang-orang, tiang dari Misi dan Visinya, dindingnya dari kebersamaan, atapnya dari rasa memiliki, perabotnya dari kegiatan, dan catnya adalah keinginan hati para pemiliknya,” – (Membangun Keluarga di Rumah Bersama)
CSI#18, biem.co – Berbicara tentang Anak Muda, di Banten, saya mengenal sosok yang benar-benar berjuang untuk mewadahi anak-anak muda yang memiliki talenta luar biasa. Tak hanya saya yang berpandangan demikian, saya yakin orang-orang yang mengenal beliau pun pasti memiliki pandangan yang sama. Beliau adalah Irfan Nur Ma’ruf, lebih dikenal dengan nama Irvan Hq. Konon katanya nama ini beliau dapatkan dari seorang teman sepuluh tahun yang lalu saat dirinya bekerja di Jakarta. “Disini nama Irvan itu sudah ada dua, yang satu dipanggil Irvan jenggot, satunya lagi Irvan Uban. Kamu apa ya, Irvan Hq aja deh, kamu kan kerja di Head Quarter, jadi kita singkat Hq aja ya!,” begitu temannya memberi nama yang kemudian dipakainya sebagai nama pena yang dipakainya sampai hari ini.
Saya sebenarnya lebih mengenal beliau dengan nama “Uwa Ipan”, karena saya masih ada hubungan keluarga dengannya. Sebagai saudara tentu saja saya cukup lama mengenal Uwa Ipan, hanya saja jujur saya baru mengenal beliau lebih dekat setelah beberapa lama bergabung dengan biem.co pada tahun 2016 silam.
Berawal ketika saya bersilaturahmi di kediamannya usai menyelesaikan tugas saya sebagai pelajar, yakni mengikuti Ujian Nasional. Seperti yang kita ketahui, Ujian Nasional merupakan tahap terakhir bagi seorang pelajar. Setelah itu, seorang pelajar harus bersiap-siap untuk melangkah ke jenjang selanjutnya, entah itu melanjutkan pendidikan ataupun bekerja. Karena satu dan lain hal saya ketika itu tidak bersiap-siap untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ummi (panggilan untuk Ibu saya) banyak bercerita mengenai kondisi keluarga, termasuk saya.
Rupanya Uwa Ipan pandai membaca pikiran seseorang, saat berbincang-bincang di rumahnya, tiba-tiba saja saya banyak dicecar pertanyaan soal kegiatan sehari-hari di sekolah, dirumah dan banyak membahas soal hobi. Uwa Ipan akhirnya tahu kalau saya langganan juara 1 di kelas dan meraih nilai UN terbaik di Sekolah untuk jurusan IPS. Uwa Ipan juga jadi tahu kalau saya pernah menjadi penyiar radio di sekolah dan sangat menggemari bidang Informasi dan Teknologi, Uwa Ipan menawarkan saya untuk meneruskan kuliah tetapi saya menolak karena ada kewajiban yang harus saya tunaikan sampai satu tahun ke depan.
Akhirnya saya diajak bergabung dengan biem.co, Uwa Ipan bilang sayang waktunya kalau tidak diisi oleh kesibukan yang bermanfaat, “di biem nanti Iqwa bisa banyak belajar dan menyalurkan hobby Iqwa. Hitung-hitung untuk menjaga ritme hidup Iqwa supaya ngga turun, sehingga tiba saatnya nanti Iqwa punya kesempatan kuliah, semangatnya tetap terjaga, ngga drop,” ujar Uwa Ipan memberi masukkan.
Saat itu saya belum mengetahui apa itu biem.co dan apa yang harus saya lakukan di dalamnya. Saya sendiri memang memiliki karakter yang cukup tertutup sehingga saya jarang bergaul, bahkan keluar dari rumah sekalipun jarang sekali. Yang pertama saya ketahui, biem.co adalah sebuah media online. Itu saja.
Meski begitu, saat diberikan tawaran tersebut, entah mengapa hati saya yakin untuk bergabung, tanpa ada keraguan sedikitpun. Kata-kata Uwa Ipan yang terdengar biasa saja, tidak seperti menasehati namun masuk kedalam sanubari Iqwa yang kemudian membuat saya tiba-tiba seperti mempunyai harapan baru di dalam diri saya. Ada semangat yang membuncah dan ingin berkontribusi untuk kemajuan biem.co, meski ketika itu saya belum dapat memastikan dengan cara apa.
Waktu berjalan, biem.co menjadi rumah kedua saya dan rumah bersama keluarga biem lainnya. Perlahan-lahan saya memahami apa yang harus saya lakukan, terlebih Uwa Ipan selalu membimbing arah gerak saya tanpa mengekang. Saya diberi ruang untuk belajar dan saya diberi ruang untuk berkarya. Di sinilah saya akhirnya merasa memiliki rumah yang tepat untuk meyalurkan hobi saya dalam bidang teknologi. Dahulu hobi ini tidak dapat saya salurkan sebab tidak mendapatkan dukungan dari keluarga terdekat.
Saya tak mengerti mengapa saya memiliki passion itu, namun passion itu telah ada dalam diri saya sedari kecil. Di usia SD, saya telah lancar mengetik di Microsoft Word dan juga dapat menginstal ulang komputer sendiri. Semua hal itu saya dapatkan secara otodidak, tanpa mengikuti kursus dan lain sebagainya. Dan ketika mempelajari itu semua, saya sama sekali tak merasa terbebani, yang menandakan bahwa itulah passion saya.
Pada permulaan saya dipercaya menempati posisi editor. Pada saat itulah saya bertemu dengan Pemimpin Redaksi, Setiawan Chogah, yang saya panggil “Kak Iwan”. Bersamanya saya belajar lebih jauh tentang ilmu-ilmu kepenulisan. Dan disinilah saya bisa lebih mengenal Uwa Ipan. Saya melihat Uwa Ipan sebagai sosok yang sangat dihormati serta dihargai oleh orang-orang di sekitarnya. Suasana di biem.co bukan seperti sebuah perusahaan ataupun tempat bekerja sebagaimana tempat-tempat kerja pada umumnya, melainkan lebih seperti rumah di mana sebuah keluarga tinggal bersama, menyusun cita-cita dan bersama-sama meraihnya. Hal itu karena Uwa Ipan sendiri tak pernah bersikap seperti bos. Uwa Ipan adalah Pemimpin yang rendah hati dan mau mengerti keadaan orang lain.
Salah satu ucapannya yang saya ingat, “Berbicara mengenai biem.co, itu berarti berbicara mengenai diri kita sendiri. biem.co itu bukan hanya saya, tetapi juga kalian. biem.co itu milik kita semua.” Dengan ucapan itu jelas-jelas mengindikasikan bahwa Uwa Ipan tak pernah memandang biem.co itu miliknya. Siapapun boleh merasa memiliki biem.co, sebuah kalimat yang mengantarkan orang-orang di biem.co untuk loyal sebagai pemilik, bukan loyal sebagai pesuruh. Loyalitas yang lahir dari rasa memiliki.
Di awal tulisan saya menyebutkan bahwa saya masih keluarga Uwa Ipan. Namun jika pembaca menganggap bahwa saya masuk di biem.co, hanya karena saya bagian dari keluarga Uwa Ipan, dugaan itu jauh dari kenyataannya. Bagi Uwa Ipan, keluarga bukan soal dari mana kita berasal, bukan soal darah siapa yang mengalir di dalam tubuh kita. Siapapun bisa menjadi bagian dari keluarganya, asalkan kita bisa saling menyayangi, saling melindungi dan saling mendorong. “Jangankan benernya, salahnya saja pasti kita bela. Itulah Keluarga. Tidak boleh saling menjatuhkan, apalagi saling menebar fitnah. Saya ingin semua yang datang ke beskem (kantor redaksi) merasa nyaman dan keluarga yang ditinggalkan dirumah juga merasa aman,” ujar Uwa Ipan disela obrolan ringan kami. Pernyataan tersebut bukan sekedar bualan belaka, karena saya sendiri merasakannya.
Sebagai seorang Ketua Umum Banten Muda dan juga CEO biem.co, tentu Uwa Ipan menjadi sosok pemimpin bagi kami semua. Berbeda dengan para pemimpin pada umumnya (terutama di zaman sekarang ini), Uwa Ipan jauh dari kata mementingkan diri sendiri. Baginya, seorang pemimpin justru adalah orang yang terakhir kali merasakan enak. Kalau sedang bekerja, pasti yang ditanyakan sudah makan atau belum, mau dibeliin minuman apa, dan lain-lain. Kalau waktunya makan tiba, semua pasti di panggil untuk memastikan sudah makan atau belum. Kalau ada rapat pasti beliau datang lebih awal dan pulang terakhir ketika yang lain dipastikan sudah pulang, kecuali yang akan menginap di beskem. Lagi lagi, hal ini juga ia implementasikan, bukan hanya kata-kata, saya menyaksikannya sendiri.
“Bicara biem.co itu ibarat Rumah Bersama yang dibangun dari pondasi, tiang, dinding, atap, kemudian diisi perabot dan tentu saja cat untuk memberikan warna. Pondasinya terdiri dari kumpulan orang-orang, tiang dari Misi dan Visinya, dindingnya dari kebersamaan, atapnya dari rasa memiliki, perabotnya dari kegiatan, dan catnya adalah keinginan hati para pemiliknya,” demikian Uwa Ipan menggambarkan bagaimana sebuah organisasi seharusnya dibangun dan dipelihara.
Untuk mendapatkan buku Tentang Orang yang Memasangkan Sayap Kecil di Pundak Para Pemimpi silahkan klik disini.
Saya kehabisan kata-kata untuk menggambarkan sosok Irvan Hq. Singkatnya, Uwa Ipan adalah sosok yang hingga saat ini terus mengeluarkan tenaga untuk kepentingan orang banyak, khususnya anak-anak muda Banten. Anak-anak muda Banten dan Irvan Hq adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Saya pastikan, pernyataan ini tidak datang dari kedekatan emosional belaka, ini pernyataan yang lahir dari kenyataan. (Red)
Muhammad Iqwa Mu’tashim Billah – penulis adalah pria berdarah Serang, lahir pada 10 Agustus 1998. Sarjana Ilmu Komunikasi lulusan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ini kini bekerja di perusahaan web hosting Niagahoster. Cukup banyak prestasi yang telah ia torehkan ketika duduk di bangku sekolah, seperti meraih peringkat 1 di MAN 1 Kota Serang dari Kelas X sampai ia lulus, hingga meraih nilai UN terbaik untuk jurusan IPS. Meski memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat, ia begitu menyukai dunia IT. Jika ingin menyapanya, dapat mengfhubungi Facebook: Muhammad Iqwa Mu’tashim Billah.