Pendekatan Perencanaan Pembangunan Daerah Orientasi Proses, meliputi: Pertama, Teknokratis, menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Daerah; Kedua, Politis, menerjemahkan visi dan misi Kepala Daerah terpilih, dibahas bersama dengan DPRD; Ketiga, Top-Down & Bottom-Up, perencanaan yang diselaraskan dalam musyawarah pembangunan yang dilaksanakan mulai dari Desa, Kecamatan, Daerah kabupaten/kota, Daerah provinsi, hingga nasional; Dan Keempat, Partisipatoris, melibatkanberbagai pemangku kepentingan
Sedangkan Pendekatan Perencanaan Pembangunan Daerah Orientasi Substansi meliputi: Pertama, Holistik-tematik, mempertimbangkan keseluruhan unsur/bagian/kegiatan pembangunan sebagai satu kesatuan faktor potensi, tantangan, hambatan dan/atau permasalahan yang saling berkaitan satu dengan lainnya; Kedua, Integíatif, menyatukan beberapa kewenangan kedalam satu proses terpadu dan fokus yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan Daerah,; dan Ketiga, Spasial, mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan.
Catatan Kritis
Menurut penulis, setidaknya ada 3 (Tiga) catatan kritis dalam tulisan ‘Memastikan Efektivitas Pokir DPRD Banten’:
Pertama, Mindset tentang APBD. APBD adalah produk politik, APBD harus digunakan sesuai suasana kebatinan masyarakat, terkait dengan proses politik penyusunan APBD, yang diharapkan dapat menjadi instrumen penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kurangnya pemahaman pimpinan dan anggota DPRD terhadap pokok-pokok pikiran DPRD, sebab PP 12/2018 maupun tatib DPRD tidak banyak menjelaskan secara lengkap dan detail bagaimana mekanisme pembahasan, penyusunan maupun penyampaian pokok-pokok pikiran DPRD serta dokumentasi yang terkait dengan pokir DPRD. Walaupun beberapa DPRD telah menyusun pokok-pokok pikiran ternyata membutuhkan proses yang panjang sampai tersusunnya pokir, apalagi sampai pada program, kegiatan, dan sub kegiatan pada RKPD.
Kurangnya Pemerintah Daerah dalam mengakomodir pokok-pokok pikiran DPRD, hal ini karena amanah untuk menampung pokok-pokok pikiran DPRD. Disisi lain, banyak yang belum diatur bagaimana mekanisme penyampaian pokir dari DPRD ke eksekutif.
Rendahnya kepastian pokok-pokok pikiran DPRD untuk ditampung dalam RKPD dan penyampaian masih manual tidak sistematis dan menggunakan sistem.
Kedua, Persoalan komunikasi, komunikasi yang baik diharapkan dapat mendorong terjadinya sinergi melalui pemahaman yang sama mengenai visi misi pembangunan daerah. Pemerintah daerah, dalam penyusunan APBD selayaknya unsur pemerintah daerah eksekutif dan legislatif dapat melakukan koordinasi secara baik, karena pihak legislatif tidak dapat berjalan sendiri, begitu sebaliknya legislatif juga tidak dapat berjalan sendiri. Kepala Daerah dan DPRD harus sinergi. Sinergi yang baik, diharapkan dapat mendorong terjadinya kolaborasi melalui pemahaman yang sama mengenai visi misi pembangunan daerah. Kongkretnya, pemerintah daerah harus konsisten terhadap Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah disepakati sebelumnya. Aspirasi tersebut diharapkan dapat diperjuangkan oleh pawa wakilnya, untuk dapat diwujudkan. Sebaliknya berjuang untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, oleh para anggota DPRD adalah sebuah tugas tentunya. Semua harapan akhirnya bermuara pada terakomodasinya usulan, dengan pendanaan yang tersiapkan di APBD.
Ketiga, Database dan publishitas, hal ini penting agar tidak terulang dalam kegiatan pembangunan tahun berikutnya. Runtutan kegiatan dalam pokir seharusnya dapat dikelola dalam sebuah database yang baik, dan dipublish untuk bisa dilakukan saling kontrol.