biem.co — Konstelasi Pemilu 2024 tinggal dalam hitungan tahun. Sejumlah partai politik telah melaksanakan safari politik ke berbagai partai. Kondisi ini sebagai cara untuk melihat sejauh mana peluang menumpuk koalisi demi pertarungan pemilu yang akan terjadi pada dua tahun nanti. Dengan tingginya intensitas situasi ini menjadi hawa panas bagi iklim demokrasi kita saat ini.
Namun, dalam konteks politik kita saat ini para elite cenderung melupakan hal yang fundamental yang mengandung unsur subtansi, yaitu adu pertarungan gagasan yang hebat. Elite partai politik masif melakukan safari politik, menumbuhkan citra yang populis demi meningkat elektabiltas dan melupakan pendidikan politik.
Sejauh ini para elite parpol membangun keriuhan di tengah kondisi pemilu yang masih cukup jauh terlaksana. Partai-partai ancang-ancang membangun koalisi bersama sambil menjaga momentum agar koalisi solid menuju ajang pertarungan nanti.
Hingga saat ini ada dua koalisi yang sudah muncul, di antaranya Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP. Kemudian ada Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang tergabung antara Gerinda dan Partai Kesatuan Bangsa (PKB).
Beberapa partai politik yang belum membentuk atau tergabung dalam koalisi parpol ada besar kemungkinan mereka yang melihat atau menganalisis situasi dan kondisi tentang politik kita saat ini.
Koalisi yang dibangun oleh elite parpol untuk menguatkan dalam sinergitas menuju pemilu nanti. Namun, hal yang paling fundamental dari itu bukan hanya terbentuknya koalisi yang kuat demi konstelasi pemilu. Akan tetapi, menghadirkan kandidat atau figur politik yang benar-benar mampu mengurai dan menimalisir kondisi yang masih menjadi pekerjaan besar bagi bangsa ini.
Estafet pergantian pemimpin menjadi suatu keniscayaan yang dibarengi dengan janji-janji politik dan harapan akan perubahan untuk masa mendatang. Janji bukan hanya sebatas janji yang diusung oleh pemimpin kelak butuh sebuah gagasan dalam implementasi kebijakan demi menuju perubahan bagi bangsa ini.
Pemilu menjadi sirkulasi gagasan yang diciptakan menuju mengurai problem masalah bangsa yang cukup serius, kondisi ketimpangan ekonomi, pelemahan masyarakat sipil dan menumbuhkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat demi mewujudkan keadilan. Oleh karena itu, Pemilu 2024 nanti menjadi pertarungan gagasan dan penguatan demokrasi kita saat ini.
Sistem Sosial yang Lemah
Tanggung jawab besar selalu meliputi pemimpin dalam mengemban amanah yang dipegangnya. Kemerdekaan bangsa ini sudah terlampau jauh dan dinamika dalam membangun bangsa ini masih terus bergeliat. Namun demikian, sejumlah tugas besar masih tersisa.
Melemahnya kondisi demokrasi saat ini terjadi karena penguatan masyarakat sipil yang cenderung dilemahkan, keterwakilan mereka dalam menciptakan konsolidasi kekuatan akar rumput terhenti karena kekuatan elite negara yang melemahkan aspirasi publik.
Data BPS 2019 menunjukan 21,9% penduduk Indonesia menikmati hidup sejahtera. Pertumbuhan ekonomi kita tetap bertahan pada angka 5% yang belum mampu mencapai angka 6,5%.
Selain itu, korupsi yang akut tidak kunjung hilang budaya ini yang subur dan terus berkembang dari rezim ke rezim. Namun, pertumbuhan ekonomi tersebut dirasakan oleh golongan kelas menengah ke atas berbanding terbalik dengan golongan kelas bawah yang masih berkemelut menciptakan kesejahteraan hidup dalam tahap ekonomi yang mengkhawatirkan.
Memenuhi daya butuh dan penguatan sistem kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab negara dalam membuka daya butuh masyarakat. Hal ini berkaitan dengan tercukupinya sistem kebutuhan hidup.
Kondisi yang pada saat ini terjadi, kenaikan harga-harga pangan yang melambung tinggi dan naiknya BBM mengindikasikan sistem sosial untuk masyarakat tidak tersentuh secara efisien.
Kebijakan pemerintah dengan menaikan harga bahan pangan dan BBM pada faktanya tidak mampu menstimulus kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, alih-alih membuat pertumbuhan dan tingginya daya beli masyarakat kondisi ini memicu protes keras dari beragam masyarakat sipil.
Kondisi ekonomi tersebut menyiratkan bahwa terjadinya stagnansi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Tidak terdistribusinya pendapatan dan kesejahteraan yang terjadi karena penguatan dan kebijakan sosial yang tidak menciptakan kehidupan yang layak bagi masyarakat secara menyuluruh.
Terlebih banyak mafia dan para oligark yang mengatur sistem ekonomi kita saat ini, alhasil pertumbuhan ekonomi tidak mereta terbagi. Oleh sebab itu, timbul ketimpangan yang memicu jurang kemiskinan yang cukup pelik.
Tanggung jawab terbesar bagi figur pemimpin bangsa selanjutnya untuk mengurai problem tersebut. Namun demikian, hal yang subtansif ini harus benar-benar digagas dalam bentuk kepentingan yang benar memihak terhadap kepentingan rakyat.
Mengawal Demokrasi 2024
Ketimpangan kondisi sosial dan ekonomi saati ini menjadi tantangan bagi figur pemimpin selanjutnya di 2024. Cara ini harus ditempuh dengan gagasan yang mampu mengurai permsalahan publik. Ketimpangan gender, kerusakan lingkungan, pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan kondisi demokrasi di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan. Adalah berbagai problem yang menjadi tantangan di masa depan nanti.
Namun demikian, ada hal yang fundamental yang harus dibangun atas dasar kesepakatan bersama yaitu demokrasi yang ideal bisa tercapai manakala demokrasi bukan hanya berbicara secara struktural melainkan hal yang lebih penting terkait subtansi yang digagas.
Dahl (2001), dalam bukunya yang berjudul On democracy, demokrasi akan benar-benar terwujud secara subtansial manakala prosedur demokrasi telah berjalan dengan beriringan yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak asasi manusia, baik itu hak asasi sipil, politik maupun hak asasi ekonomi dan budaya.
Dengan harapan ini bahwa demokrasi dapat menghadirkan keadilan sosial dan ekonomi bagi kehidupan bangsa ini. Kondisi ini akan menjadi ideal jika kedewasaan para pemimpin partai, bukan hanya tentang penguatan koalisi antar partai politik, urgensi kita saat ini bagaimana membangun gagasan besar yang mampu menjawab persoalan publik.
Tugas besar ini tidak akan sampai di sini saja, ada yang lebih penting dari itu suatu keniscayaan melalui konstruksi kondisi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi kita dengan membangun pilar-pilar yang seimbang. Oleh sebab itu, penguatan masyarakat sipil dan membangun program walfare state demi masyarakat yang sejahtera.
Tantangan terbesar selanjutnya menuntun kita untuk terus mengawal dinamika kondisi politik saat ini, hal itu akan dipengaruhi bagaimana sikap individu dalam menentukan pilihan figur dan bagaimana tokoh politik memainkan peran mereka bagi publik dalam politik yang mengedukasi.
Pemilu 2024 menjadi momentum untuk memperkuat kondisi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi kita, tercapainya atau tidak kondisi ini tergantung keterlibatan tokoh politik yang memiliki kepekaan, dan itu harus dipertegas dalam bentuk kecerdasan intelegensia tidak hanya berbicara soal struktur, jauh dari itu ada hal yang lebih penting untuk dibicarakan dalam mengurai bangsa ini. Gagasan yang benar-benar subtansif dalam bentuk kebijakan.***
Hamzah Jamaludin, Penulis lepas. Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Diponegoro.