Para petani dan nelayan yang jadi pengangguran yang dirampas tempat kerjanya, pasti merindukan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan setiap harinya di masa lalu. Petani yang rindu membajak dan mencangkul di pesawahan miliknya, menanam bibit-bibit, memupuk, dan barangkali yang paling dirindukan adalah ketika waktu panen tiba. Begitu pula dengan para nelayan yang merindukan pelayaran di lautan dengan perahu kecil yang biasa mengantarkan mereka menantang ombak. Barangkali hanya kerinduan-kerinduan yang menyiksa itulah yang dapat mereka rasakan.
Para petani dan nelayan bukan tidak mengerti, industrialisasi telah membuka gerbang harapan yang lain, yakni penyerapan tenaga kerja bagi anak cucu. Omongan ini adalah omongan pemanis bibir yang telah ada sejak pertama kali industri hadir. Nyatanya, sebagian anak-cucu jadi demonstran. Di luar pagar menuntut hak. Hak yang oleh sebagian orang ahistoris dipertanyakan. Pertanyaan kemudian menjadi satu-satunya hal yang paling produktif, sementara para petani dan nelayan kontraproduktif dalam lamunan panjang tentang keterlibatan di dalam perindustrian. Dilibatkan tidak mungkin, karena usia telah tua dan ijazah sekolahan resmi tak ada. Keahlian mereka juga tidak ada yang diperlukan oleh kegiatan industri yang ada.
Terlalu jauh kalau para mantan petani dan nelayan berangan-angan menjadi bagian dari kemajuan industri yang telah banyak berdiri di atas tanah yang dulu menjadi tempat mereka menghabiskan hari-hari dengan macam-macam kegiatan untuk mencari nafkah. Jangankan mereka yang bisa dikatakan dari beberapa kriteria tidak masuk hitungan, anak-anak mereka, baik yang sudah lama lulus maupun yang baru menyelesaikan sekolah menengah atau bahkan lulusan perguruan tinggi, belum tentu dapat masuk dalam dunia industri.
Lautan di mata para nelayan, kiranya telah menjadi latar utama bagi sejuta kisah melankolis. Kisah-kisah yang bila diperdengarkan senantiasa membuat diri mereka sendiri merasa ada yang tak kena mengena, tapi ahli-ahli kemajuan telah mengatakan semuanya telah tepat guna. Pesawahan di mata para petani juga telah menjadi latar utama bagi segenap suara yang makin lama makin gemetar dan kehilangan keberanian, walau hanya untuk mengajukan pertanyaan. Dunia menjadi lain sama sekali. “Tidak bisa tidak, demikianlah sunatullah. Zaman bergerak, manusia terus mencipta, dan perubahan terus-menerus terjadi.” Itu pernyataan yang mudah diterima. Begitulah memang semestinya. Seyogyanya. Seharusnya. Tetapi tidaklah menjadi sedemikian mudah.
Siapa yang dapat menjawab, bagaimana cara mempekerjakan kembali para petani dan nelayan di tempat yang sesuai dengan keahlian mereka? Kalau tidak, cara apa yang dapat mereka tempuh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari? Apakah kemudian pemerintah mau menjadikan mereka ASN golongan tua atau ASN seumur hidup? Atau pemilik korporasi-korporasi raksasa mau bikin sawah dan laut virtual? Seperti omongan tentang swasembada pangan yang makin santer diperbincangkan di dunia maya oleh orang-orang yang tidak pernah bersentuhan dengan dunia nelayan dan petani itu. Bahkan tidak pernah tahu bagaimana orang melaut dan bertani. Sepertinya ini ide bagus. Setidaknya hingga generasi terakhir nelayan dan petani habis dan tatanan hidup kita dicukupkan tanpa keduanya. Para importir beras, sayuran, dan ikan tentu akan lebih gembira.
***
Setiap melihat laut dan pesawahan yang tersisa, belakangan ini tampak begitu melankolis. Saya tidak dapat memastikan apakah hal tersebut karena laut dan pesawahan telah menjadi berbeda atau karena saya yang melihat keduanya dengan cara yang berbeda? [Red]
Duzlkifli Jumari atau yang lebih akrab dengan panggilan Kanda Dzul ini lahir di Cilegon, tepatnya di Link. Penauan, Ciwandan, pada 12 September 1995 dari pasangan Jemari dan Maesarah.
Dzul mulai aktif di dalam geliat dunia pergerakan kemahasiswaan dan kepemudaaan sejak tercatat sebagai mahasiswa di STIKOM Al-Khairiyah Citangkil, tepatnya ketika ia bergabung sebagai pengurus Badan Eksekutif (BEM) Mahasiswa STIKOM AK periode 2014/2015 dan 2015/2016. Di sanalah ia mulai mempelajari maksud dari peran dan fungsi manusia di tengah manusia yang lain. Setelah lulus kuliah, kesehariannya adalah berwirausaha, menulis, membaca, dan memperhatikan apa yang perlu diperhatikan.