biem.co – Belum adanya dukungan dari Pemerintah Daerah sering dialami anak-anak muda berbakat di Provinsi Banten, proposal yang mereka ajukan sering diabaikan oleh oknum di Pemerintah Daerah, mereka dipandang sebelah mata dan diserang dengan pertanyaan penuh curiga seolah-olah mereka adalah maling yang baru saja tertangkap. Tetapi ujungnya tak pernah dilayani dengan baik dan proposal berakhir ditempat sampah. Namun bagi sebagian anak muda yang memiliki visi jauh ke depan, termasuk di dalamnya adalah, CEO Muda Darwin Mahesa, situasi sulit yang mereka hadapi merupakan kesempatan untuk mengasah dirinya menjadi batu permata. Penolakan, cibiran dan sindiran dijawab oleh prestasi.
Darwin Mahesa, CEO Kremov Pictures, Sutradara, Editor dan Komposer lagu adalah salah satu anak muda berbakat yang merasakan bagaimana memperjuangkan komunitas filmnya dengan tertatih-tatih, mereka memproduksi film tanpa bantuan Pemerintah. Berkali-kali mengajukan Proposal mulai dari tahun 2010 sampai tahun 2013 diabaikan begitu saja. “Kami selalu dipandang sebelah mata dan pada akhirnya kami bertekad untuk membuktikan bahwa tanpa bantuan Pemerintah Daerah pun kami masih bisa berkarya, masih bisa bikin film, dan alhamdulillah karya-karya kami itu bisa ikut membawa nama Banten dan menang di beberapa Festival. Akhirnya Pemerintah Daerah sendiri yang bertanya kok bisa? Mereka sendiri yang mengejar-ngejar dan butuh kita,” ujar CEO Muda Darwin Mahesa menceritakan perjuangannya membangun komunitas film di Banten.
Menurut Darwin Mahesa, Provinsi Banten sendiri belum bisa support penuh ke industri kreatif khususnya bidang perfilman, mungkin karena masih memikirkan infrastruktur dan yang lainnya. Padahal dari ekonomi kreatif pun bisa menjadi sumber pendapatan. Kondisi ini yang kemudian membuat Darwin harus menyeberang ke pusat, mencoba mencari dukungan dan bantuan ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang memang membidangi film. “Dan disana ternyata banyak sekali program yang memang bisa diikuti, Kementrian melihat track record kami dan kaget melihat apa yang sudah bisa kami lalui mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2020, mereka tanya perjalanannya sudah sejauh ini kemana Pemerintah Daerahnya? Mereka justru mempertanyakan kemana Pemerintahan Provinsi Bantennya?” kenang Darwin Mahesa.
“Pada akhirnya dari situlah kita di support, soal Pemerintah Daerah kami bilang walaupun memang pernah mendukung belum bisa sepenuhnya, hanya dalam bentuk fasilitas-fasilitas terbatas, jadi ya kami larinya ke Kementrian karena kami pikir ngga mungkin bisa mengandalkan Pemerintah Daerah yang belum bisa support secara penuh. Paling pentingnya kalau ditolak proposalnya jangan patah semangat, buktikan dulu karyanya, buktikan dulu bahwa kita bisa, nanti juga mereka ngejar sendiri kalau sudah berprestasi,” tambah CEO Muda Darwin Mahesa menjelaskan kenapa dirinya sampai terpaksa mencari bantuan ke pusat.
Menjadi catatan penting untuk Pemerintah Daerah Banten bahwa anak-anak muda sekarang, kualitasnya, sumber daya manusianya, terutama di Provinsi Banten, tidak kalah dengan provinsi yang lain, tinggal bagaimana Pemerintah Daerah menyentuh dengan cara menyediakan fasilitas sebagai upaya untuk mendorong prestasi anak muda di industri kreatif. Kenapa tidak misalnya Pemerintah Daerah membuat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di bidang Industri Kreatif yang kemudian diserahkan kepada anak-anak muda di Banten dan itu kan ujung-ujungnya nanti profitnya atau penghasilannya menjadi Penghasilan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah.
Kremov Picture adalah salah satu Komunitas Film di Banten yang cukup konsisten untuk mencetak sineas-sineas muda dengan cara open recruitment dari generasi ke generasi, baik dari generasi pertama sampai dengan saat ini adalah generasi ke-14. Animo anak-anak muda untuk bergabung dengan Kremov Picture juga cukup tinggi, sebut saja di tahun ini yang ikut mendaftar ada seribu, “kami juga tidak menyangka bisa sebanyak ini, dari seribu pendaftar kami saring menjadi 500 orang, kemudian kami seleksi kembali menjadi hanya 35 orang saja. Seleksi yang dilakukan mulai seleksi administrasi dan wawancara, rata-rata mereka itu banyak yang ingin masuk hanya karena eksistensi, padahal point utama yang kami pilih adalah mereka yang mempunyai keinginan untuk belajar,” tegas Darwin Mahesa.
Dilanjutkan oleh CEO Muda Darwin Mahesa, ke 35 orang yang terpilih itu harus menjalani karantina dan workshop, materinya tentang bagaimana proses produksi film yang ada di komunitas, bagaimana persiapan mental dan fisik mereka untuk memproduksi film. Hal-hal itu menurut Darwin terkadang jarang terpikirkan oleh anak anak muda, mereka tahunya hanya membuat film dan asyik jalan-jalan saja, padahal banyak hal lain yang harus juga dipersiapkan.
“Saya merasakan kalau generasi ke-14 ini agak berbeda dengan generasi sebelumnya karena banyak dari mereka yang sudah punya latar belakang pendidikan di film, seperti kuliahnya di jurusan film, broadcasting, dan lain-lain. Jadi ketika kami memulai untuk melakukan produksi di komunitas, mereka itu terbiasa mengikuti teori-teori yang diajarkan di Sekolah. Padahal kalau kita bicara tentang sekolah film, mereka itu menyiapkan anak didiknya untuk industri film. Jadi ketika ada di komunitas, mereka melihat ada sedikit perbedaan dengan apa yang ada di teori. Sistem kerja di komunitas itu lebih fleksible, lebih praktis, apa yang mau kita lakukan ya kita lakukan, dan apa yang mau kita jalankan, ya kita jalan saja. Bagaimanapun caranya,” tutur Darwin Mahesa.
Ditambahkan oleh Darwin Mahesa, berbeda dengan di industri yang harus ideal berbicara tentang budget dan alat-alat yang lengkap, sistem kerja di komunitas lebih fleksible dibandingkan dengan di industri, contohnya di Kremove Pictures semua anggotanya dituntut untuk berpikir kreatif soal keterbatasan alat, bagaimana caranya mengambil gambar walaupun tanpa alat yang memadai, tidak seperti di industri yang memang ketika mereka akan memproduksi film sudah menyiapkan budgetnya, jadi ketika memproduksi pun, mereka sudah punya budget dan bisa menyewa peralatan yang memang lengkap.
“Kalau di komunitas produksinya juga disesuaikan dengan pendanaan yang relatif sedikit, sumber daya manusia juga ya ngga selengkap di industri. Kalau di komunitas kami dituntut harus bisa lebih kreatif, lebih inovatif dengan kondisi yang ada. Kalau bicaranya soal idealis, ya tentu saja semua orang bisa, dananya ada, modalnya ada, semuanya tersedia, itu sih belajarnya lebih gampang, justru tantangannya adalah bagaimana kemudian dengan apa yang kita punya kita bisa menghasilkan sesuatu yang ngga kalah dengan dunia industri,” terang Darwin Mahesa.
Seperti saat ini Kremov Picture sedang memproduksi film ke-27 berjudul Elena, genrenya fairy tale, seperti dongeng, sesuatu yang dikira itu khayalan tetapi bisa hidup. Film Elena ini menarik karena Pembuatan filmnya lebih ke basic cerita, mengangkat semacem tema dunia literasi, gimana caranya kita akan membaca buku. Di cerita itu Kremov juga memasukkan unsur tiga novel, salah satunya dari karya Seno Gumira Ajidarma. Sedangkan untuk setting lokasinya sendiri ada di satu rumah dan satu tempat yang tidak banyak berpindah-pindah tempat, tantangannya lebih seru karena butuh inovasi supaya orang yang menonton tetap menarik dan tidak boring. Dan rencananya seperti biasanya film ini akan diikut sertakan ke dalam beberapa festival.
Totalitas Darwin Mahesa dalam dunia film tentu saja tidak diragukan lagi, walaupun sudah memiliki pengalaman dan ilmu yang cukup untuk memproduksi film tetapi Darwin tidak pernah berhenti belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya. Darwin sekarang sedang membuat tesis di S2 jurusan produksi film di Institute Kesenian Daerah (IKJ). Ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab Darwin bahwa memang bagaimanapun juga kualitas Sumber Daya Manusia harus mumpuni di bidangnya. Latar belakang mengambil S2 juga berawal dari belum terpenuhinya keinginan Darwin untuk mengambil S1 jurusan film, terkendala banyak hal termasuk karena biaya dan lain-lain sehingga Darwin memutuskan kuliah di Untirta Jurusan Ekonomi. Ternyata tidak lama berselang, ada keajaiban Darwin mendapatkani program bea siswa ke New Zealand untuk Short Course pada tahun 2016, di Auckland University.
Seringnya Darwin Mahesa dipercaya untuk mengisi materi-materi di sekolah, Kampus, dan berbagai tempat lainnya juga memotivasi dirinya untuk melengkapi background film secara akademis. Dari situ Darwin memutuskan untuk lanjut S-2 Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan film, karena bagaimana pun Darwin harus tahu, bagaimana teorinya, bagaimana pemikiran-pemikiran mereka yang sudah sangat berpengalaman dibidangnya. Dan itu juga yang kemudian menjadi salah satu faktor film-film produksi Kremov semakin baik karena memang secara teknologi, secara ilmu, secara SDM terus diasah. Bagaimana pun juga terus menerus belajar membuat kondisi kita menjadi lebih baik.
Film sudah menjadi pilihan hidup Darwin Mahesa, dirinya akan tetap konsisten di film apa pun yang terjadi. Darwin yakin dan ingin membuktikan bahwa film menjadi salah satu jalan untuk memulai kehidupan karena di era sekarang film dan teknologi menjadi hal yang penting untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan. Menutup obrolan pada kesempatan kali ini, Darwin berpesan untuk anak-anak muda Banten, berkarya sudah menjadi sebuah simbol semangat, jadi ketika sekarang kita banyak nonton film, kenapa tidak kita yang bikin filmnya. Jangan jadi penonton aja, jadilah pembuat film atau pemainnya.
Motivasi adalah hal yang paling penting, tapi motivasi itu bisa datang dan pergi begitu saja, ada kata yang lebih penting dari motivasi yaitu Konsistensi, apa pun yang kita lakukan di awal, resolusinya apa, rencananya apa, pengen berkarya apa, yang paling penting adalah menjaga konsistensinya. Terima kasih sudah membaca tulisan ini sampai selesai, berkah dan sehat selalu untuk kita semua. (Red)