InspirasiOpini

Model Bisnis Post-Techno, Sebuah Renungan Spiritual di Penghujung Ramadhan

Oleh : Dr. Tauhid Nur Azhar*

biem.coModel Bisnis Post-Techno di masa depan akan menjadi sangat menarik karena adanya transformasi gradual antara lain  melalui proses digital twins yang dapat mereduksi hendaya ruang, waktu, dan sumberdaya. Shifting yang terjadi karena faktor technology enabler akan melahirkan perubahan paradigma secara multi dimensi, dan meski secara prinsip tools seperti Porter five forces masih dapat diberlakukan, akan tetapi dengan elemen environmental yang sudah berubah. Threat of substitute product dan competitive rivalry yang terjadi akan bergeser pada penguasaan akses informasi dan kemampuan pengelolaan kapasitas integrator sumberdaya.

Mengingat dengan basis konektivitas, platform, sistem, dan aplikasi serta sensor dan aktuator sebagaimana yg sudah diinisiasi pada konsep IoT/internet of things, maka proses pengadaan bahan baku, manufaktur, dan distribusi, sampai pemasaran tidak lagi berpijak pada location based. Keunggulan komparatif Model Bisnis Post-Techno adalah teknologi, keunggulan kompetitifnya adalah strategi. Semua akan punya opportunity terhadap akses yang sama. Demikian pula pada konsep marketing, model marketing mix dan branding serta banyak strategi merebut dan menciptakan pasar akan banyak diambil alih oleh fungsi AI berbasis dataset yang saat ini dikenal sebagai big data.

Konsep integrasi aplikasi melalui bridging seperti FHIR/fast healthcare interoperability ressoirces (di kesehatan) ataupun microservices dan API share adalah keniscayaan yang dapat menjadi metoda penyatuan potensi dan peran. Profiling pasar, konsumen, dan berbagai faktor yang menyertainya dapat dianalisis dengan mudah. Transaksi dan histori akan dikelola oleh sistem dengan algoritma konsensus seperti graph atau block chain/distributed ledger. Framing, mindsetting, dan manipulasi pada decision buying akan dikelola engine. Terlebih shifting juga akan terjadi pada aspek kebutuhan, pendekatan omni dan metaverse akan melahirkan kebutuhan akan ketersediaan energi, infratruktur teleko yang menjamin konektivitas, dan terjaganya aset digital.

Sementara di ranah transisi yang masih bersifat digital twins, aspek surveilance utk monitoring keamanan dan kesehatan akan dominan. Wearable dan smart surveilance system akan terus menggejala. Sistem cerdas di sektor layanan publik akan semakin memegang peran. Termasuk model pasar/market place dan metoda transaksionalnya. Perdefinisi business model kerap diartikan sebagai suatu rangkaian proses yang meliputi upaya menangkap/capture, mengkreasikan/create, dan deliver nilai dalam bidang ekonomi, budaya, ataupun aspek psikososial lain yang terbentuk sebagai konsekuensi terciptanya interaksi, relasi, dan komunikasi yang melahirkan prinsip substitusi maupun komplementasi yg bersifat transaksional, akan mengalami perubahan signifikan.

Karena Model Bisnis Post-Techno nilainya dinamik dan pemaknaan terhadap nilai juga akan bergeser. Plastisitas otak secara personal akan mengadaptasi sistem repositori baru dengan konstruksi memori yg diinisiasi oleh pajanan inderawi dan gaya hidup yang terekam dalam pajanan stimulus yang diolah menjadi bagian dari experiental learning. Default mode network, salience, dan Executive function-nya akan mengonstruksi fakta baru terkait referensi dan preferensi kognisi yang pada gilirannya akan mempengaruhi preferensi secara afeksi di daerah sub kortikal (VTA dan Nucc Acumbens). Dalam konteks business model canvas kondisi post techno ini akan mengubah variabel key partner, key activities, key resources,value proposition, customer segments, dan juga customer value. Channel, cost structure, dan revenue stream nya juga akan memiliki anatomi yang amat berbeda.

NFT dan cryptocurrency menunjukkan adanya volatilitas tinggi dalam proses penentuan nilai tukar, dimana alat tukarnya tidak memiliki nilai intrinsik, dan bergantung pada demand pull dan gairah pasar. Sementara central bank digital currency/CBDC dapat menjadi alternatif yang cukup baik, karena meskipun otoritas transaksi menjadi kumulatif untuk otorisasi dalam sistem ledger, CBDC masih merepresentasikan konsep uang yang tercatat secara serial sebagai sebuah entitas riil.

Jadi disrupsi digital yang di Jepang telah melahirkan Society 5.0 dimana manusia lebih dimanusiakan oleh sistem, juga kualitas kehidupan dapat meningkat secara sistematis karena aplikasi human centric technology, juga akan melahirkan banyak genre baru produk, model transaksi, model bisnis, dan bahkan model sosial. Keberadaan jejaring Star Link LEO dengn delay tolerant network, open AI dengan inovasi seperti GPT-3, nanoteknologi, biochip yang bisa diimplankan di tubuh manusia, Neuralink, sampai perkembangan 3D printing dan smart material akan mendorong terciptanya lini industri yg jauh lebih sustainable dan efisien.

Pada gilirannya manusia lah subjek utama dari seluruh proses transformasi yang terjadi. Lebih uniknya lagi, konstruksi berpikir manusia yang selalu berusaha menciptakan solusi dari berbagai masalah yang sebagian besar diciptakannya sendiri, akan melahirkan dan mendorong keharusan untuk  berubah dan berpindah (transformasi dan migrasi) yang seolah adalah obligasi atau mandatori. Padahal semua itu adalah konsekuensi dari serangkaian proses beralgoritma konsensus yang terbangun oleh sistem yang didasari prinsip dasar survivalitas dan polaritas. Mengamankan kenyamanan yang kelak melahirkan kewajiban untuk mengakomodasi perubahan demi perubahan.

Tetapi memang demikianlah esensi dari eksistensi dan aktualisasi manusia yang telah disempurnakan dalam hal potensi, laqod kholaqnal Insana fii ahsani taqwim. Meski kita sadar sepenuhnya, bahwa potensi memerlukan proses pengalaman dan pembelajaran untuk mengakuisisi pengetahuan melalui serangkaian proses bergenre experiental learning hingga dapat menghasilkan kompetensi. Dan pada gilirannya kompetensi lah yang dapat menghasilkan fungsi. Dimana fungsi inilah yang kemudian berperan dalam mengonstruksi interaksi, relasi, transaksi, edukasi, komunikasi, bisnis, dan manufaktur, serta pada akhirnya sistem dan peradaban.

Fungsi inilah yang melekat pada peran Khalifah, dimana proses prokreasi dipandu sebagai generator perubahan dalam konteks kemaslahatan yang berkesinambungan. Penugasan sebagai khalifah bukanlah tanpa pertimbangan yang bersifat mendalam, karena misi yang diembankan adalah wa ma arsalnaka ila rahmatan lil alamin. Suatu pendelegasian kewenangan untuk menghadirkan kesejahteraan ke semesta sekalian alam. Mengapa misi dengan spektrum seluas itu dipercayakan kepada manusia ? Karena manusia memiliki kapasitas sebagai makhluk prokreasi, yang selain dapat bersifat destruktif dan manipulatif, juga dapat bersifat konstruktif dan super kreatif.

Dengan kapasitas prokreasi manusia itulah, berbagai proses dan elemen ciptaan Allah SWT dapat menjadi media belajar dan media eksperimen yang bersifat responsif dan adaptif terhadap berbagai perlakuan. Di dalam nya tidak ada fungsi yang sia-sia. Dalam domain peran, setiap elemen pasti memiliki tugas signifikan, dalam domain estetika pasti setiap elemen memiliki sebentuk keindahan ataupun kecantikan. Dengan demikian dalam konteks utilitas dan fungsional, tidak ada satupun ciptaan Allah SWT itu yang idle atau sia-sia.

Optimasi peran multi dimensi dan spektrum itulah yang tentu saja menjadi tugas utama manusia dalam mengelolanya. Prinsip-prinsip berkelanjutan, berdampak sirkuler, ramah lingkungan (hijau),  dan mampu mereduksi ekses serta mengoptimasi kemaslahatan adalah nilai-nilai inti yang menjadi acuannya. Maka dalam pengembangan model bisnis masa depan, seiring dengan disrupsi teknologi, yang diikuiti berbagai proses transformasi dan migrasi yang dinamikanya bagaikan revolusi, produk utama dalam bisnis post human ini adalah justru entitas, identitas, dan kapasitas kemanusiaan.

Manusia akan menjadi produk paripurna yang dicari karena nilai intrinsik yang melekat di dalamnya, dan juga karena kapasitasnya yang dapat terus bertumbuh, plastis, dan menjadi katalis kebaikan (kemuliaan) (juga kehancuran/katastropik) di setiap spektrum aktivitasnya. Maka di masa Model Bisnis Post-Techno, nilai-nilai kemanusiaan menjadi komoditas sekaligus modal sosial dan modal intelektual yang menjadi elemen utama terbangunnya sebuah society. Model bisnis apakah gerangan yang dapat mengakomodir berbagai proses industri luhur manusia ? Bisnis spiritual  tentu saja, dan bukan pendekatan spiritual yang dibisniskan ya.

 

*Penulis adalah peneliti di Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas.

Editor: Muhammad Iqwa Mu'tashim Billah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button