Pengangguran dan Kemiskinan Ekstrem
Kata bahagia sedang asyik jadi bahan diskusi mulai dari persepsi hingga indeks. Asumsi penulis ada hitung-hitungannya indeks kebahagiaan sebuah kota, dan setidaknya ada 2 (Dua) hal biang keladi dari Indeks Kebahagiaan sebuah kota
Pertama, Persoalan Pengangguran. Pemprov Banten selama ini telah berupaya mengatasi permasalahan pengangguran dengan beragam instrumen kebijakan. Namun, sepertinya untuk masalah pengangguran ini harus ada upaya dan kesigapan berlebih dari pemerintah serta tersedianya dana khusus yang dipersiapkan untuk menanggulangi masalah tersebut. Banten merupakan salah satu kantong pengangguran di wilayah Jawa.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) di provinsi ini sebesar 8,98% pada Agustus 2021, turun 3 basis points (bps) dibanding Februari 2021 dan juga menyusut 166 bps dari Agustus 2020. Meskipun TPT Banten menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya, tetapi angka pengangguran di provinsi hasil pemekaran dari Jawa Barat itu masih tetap tinggi. Pengangguran di Banten berada di urutan ketiga tertinggi nasional di bawah Kepulauan Riau dengan TPT sebesar 9,91% dan Jawa Barat 9,82%. Pengangguran Banten melandai seiring turunnya jumlah penduduk yang terdampak Covid-19.
Jumlahnya sebanyak 626 ribu jiwa menjadi 1,22 juta jiwa pada Agustus 2021 dibanding pada Agustus 2020 yang mencapai 1,85 juta jiwa.
Mengatasi masalah pengangguran, memang bukan problem yang gampang karena hal tersebut merupakan problem struktural yang akan terus terjadi dalam kehidupan perekonomian suatu daerah. Membuat angka pengangguran menjadi hilang sama sekali merupakan suatu hal yang mustahil. Namun, paling tidak ada beberapa hal mendesak yang bisa dilakukan pemerintah maupun swasta untuk menekan dampak dari pengangguran ini.
Upaya pemerintah untuk terus memacu pertumbuhan ekonomi sudah merupakan langkah yang relevan dan benar karena dengan bertumbuhnya perekonomian, penyerapan tenaga kerja otomatis akan terjadi dan akan menekan angka pengangguran. Namun, dalam situasi perekonomian yang melambat serta telanjur terjadi peningkatan jumlah penganggur, langkah yang bisa ditempuh adalah secepatnya melakukan mitigasi dan pemetaan terhadap para penganggur tersebut, utamanya mereka yang menganggur akibat perlambatan ekonomi.
Dalam teori-teori ekonomi klasik, dijelaskan bahwa pemerintah bisa berperan sangat penting untuk menghidupi para penganggur tersebut. Caranya adalah dengan memberikan pekerjaan yang bersifat ad hoc agar mereka tetap mempunyai penghasilan untuk bertahan hidup. Ekstremnya dalam situasi pengangguran yang parah, pemerintah bisa mempekerjakan mereka untuk menggali lubang, kemudian mereka diminta lagi menutup lubang tersebut, dan mereka diupah untuk pekerjaan tersebut. Intinya, pemerintah menyantuni mereka dengan dana-dana darurat entah dari mana saja sumbernya. Sebetulnya banyak sekali program yang bisa dilakukan untuk menolong para penganggur, baik yang berdomisili di pedesaan maupun perkotaan, yakni berupa program padat karya yang dikaitkan dengan program pro rakyat dalam Nawacita. Misalnya mempercepat program pembangunan waduk serta embung yang mempekerjakan mereka; mempercepat pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, yang juga mengaryakan mereka.
Untuk kota-kota besar seperti Banten, pemerintah bisa memperlancar dan memperbesar bahkan meniru program perusahaan ojek berbasis aplikasi yang terbukti mampu menjadi safety valve pengangguran di perkotaan. Intinya, uang berlebih dialirkan kepada mereka yang kehabisan uang akibat kehilangan pekerjaan sehingga mereka bisa tetap terus mendapat penghasilan dan dapat terus bertahan hidup.