Hal prinsip lain dalam metodologi ilmiah atau penelitian adalah verifikasi. Bahkan hampir semua tahapan dan kegiatan yang dilakukan secara bermetodologi dalam penelitian ditujukan untuk mendapatkan verifikasi terhadap hipotesis yang diajukan. Konsep verifikasi ini diusung antara lain oleh Alfred Jules Ayer, dan pemikirannya tersebut terdapat dalam bukunya yang berjudul Language, Truth and Logic. Meski konsep ini ditolak oleh Karl Popper, di mana Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori lain yang lebih tepat.
Ini sejalan dengan pemikiran penulis terkait dengan prinsip-prinsip ketidakpastian dan dinamika terkait teori yang senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan berbagai perubahan yang terjadi di dalam peradaban. Metoda penelitian ini sebenarnya adalah bagian terintegrasi dari metoda pemikiran ilmiah yang bersifat lebih general. Di mana metoda ilmiah itu menurut Ibnu Al Haitsam yang dianggap sebagai bapak metoda ilmiah modern adalah tata cara dan tata kelola untuk menyelidiki fenomena, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya berdasarkan pengumpulan data.
Pengumpulan data ini dilakukan melalui proses pengamatan dan pengukuran, dilanjutkan dengan perumusan dan pengujian hipotesis untuk menjelaskan data. Di era terdahulu, embrio dari metodologi berpikir ilmiah ini antara lain diinisiasi oleh Aristoteles yang mengedepankan implikasi logis dari pola berpikir yang terstruktur dan sistematis. Pada gilirannya kita mendapati suatu kenyataan bahwa pada hakikatnya manusia yang dibekali dengan daya nalar kritis yang bersifat dinamis akan terus berupaya mencari jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang dilahirkan sebagai konsekuensi keberadaan.
Karena keberadaan atau eksistensi akan berkembang menjadi sebuah obligasi mengikat yang mendorong kita untuk memaknai dan menjalaninya secara konsisten dan menerima berbagai implikasinya, termasuk dampak yang ditimbulkan saat kita tercerahkan oleh pengetahuan yang kemudian menghadirkan hasrat pemenuhan kebutuhan dan keinginan sebagai proyeksi dari survivalitas dan upaya upaya untuk mempertahankan eksistensi itu sendiri secara berkesinambungan. Istilah eksistensi yang digunakan oleh aliran filsafat eksistensialisme sendiri diperkenalkan oleh oleh Gabriel Marcel dalam salah satu kuliah umumnya yang kemudian dibukukan dan diberi judul L’existentialisme est un humanisme (Eksistensialisme Adalah Sebentuk Humanisme).
Sementara konsep dasar eksistensialisme sendiri diperkenalkan oleh Soren Kierkegaard. Dimana beliau berpendapat bahwa setiap individu, bukan masyarakat atau agama, bertanggung jawab memberikan makna bagi hidup dan kehidupan, dan menghidupi makna tersebut secara jujur dan bergairah (secara “autentik”). Dapat ditafsirkan bahwa menurut Kierkegaard, manusia itu bertanggungjawab dalam hal memberi makna pada kehadiran atau eksitensinya dalam kehidupan, dan bentuk pemaknaan hidup itu bersifat autentik, alias khas secara individual.