InspirasiOpini

Hamzah Jamaludin: Intelektual Muda di Tengah Krisis

oleh: Hamzah Jamaludin

biem.co – Transformasi politik pasca orde baru yang dilakukan oleh gerakan intelektual muda beserta masyarakat sipil lainnya menumbuhkan semangat pembaharuan politik yang baik. Kurang lebih dua puluh empat tahun yang lalu pengalaman panjang itu meruntuhkan rezim yang predatoris Seoharto beserta kroni politiknya. Kini jalan terjal yang ditempuh tersebut tidak seutuhnya berada pada titik yang ideal. Banyak pekerjaan rumah yang terus menyita waktu dalam bangsa ini berujung terhadap luka lebam kegagalan yang terlihat saat ini.

Transisi politik dan demokratisasi tampak terlihat rapuh dengan semakin menujunya arah yang kian mumudar. Elite politik membangun kekuasaan absolut, membuka keran-keran korupsi, membangun kekuatan dengan para oligark, membatasi suara-suara kritis, memenjarakan para aktivitis, mengancam pembajakan pers yang menjadi sarana publik untuk melakukan narasi pikiran kritis dan menghambat bentuk kesejahteraan publik yang dicita-citakan.

Semangat reformasi yang kini terlihat mengendur, menumbuhkan aksi penolakan yang diinisiasi kembali oleh para kaum muda dan masyarakat sipil untuk melihat bahwa krisis politik yang kini mengancam bangsa. Tuntutan dan narasi yang dibangun oleh kaum muda dan gerakan masyarakat sipil ini menuntut bahwa ada ketidakmampuan yang dilakukan oleh elite politik dalam mengatasi persoalan kebijakan publik yang terjadi. Kondisi ini menumbuhkan tingkat aspirasi publik untuk membentuk barisan massa aksi. Perbedaan yang cukup mencolok tentu pada tahun 1998 lalu gerakan perlawanan ini lebih menuntut atas rezim orde baru, pada saat ini mereka melawan para oligark yang berada dalam tubuh pemerintah. Demokrasi telah berada pada titk nadir yang dikendalikan oleh para oligark, berhasil bertranformasi masuk ke dalam pintu demokrasi.

Kondisi krisis politik saat ini membangun konsolidasi kaum muda dan gerakan sipil menjadi suatu keniscayaan di tengah krisis demokrasi. Kaum muda membangun perlawanan berpijak dari kondisi yang serba sulit di tengah gonjang-ganjang beragam masalah yang terjadi; elite politik yang membuat gaduh atas wacana penundaan pemilu, harga pangan melambung tinggi, tingginya harga BBM dan polemik pemindahan Ibu Kota Negara. Berangkat dari situasi tersebut kaum muda di beberapa daerah membentuk barisan massa dan melakukan aksi untuk menyuarakan aspirasinya. Kondisi ini memperlihatkan bahwa ada ketidakcakapan elite politik pemerintah dalam menciptakan kebijakan publik sehingga wajar membangkitkan sejumlah aksi di beberapa daerah.

 

Kebuntuan Politik

Selepas mengalami kebuntuan dan berada pada titik yang bias pada rezim orde baru. Reformasi menjadi secercah cahaya dalam menerangi jalan politik Indonesia. Peran kaum muda dalam menumbangkan rezim Seoharto beserta kroni-kroninya dengan melucuti praktik kotornya. Menjadi penanda baru  memasuki jalan politik yang begitu terbuka, keran-keran kebebasan publik terbuka lebar dan semangat menyongsong arah perubahan.

Saat ini demokrasi Indonesia berada pada persimpangan jalan, terlepas masih terjaminnya kebebasan publik ini semuanya hanya luaran yang terlihat. Segala hal yang telah diraih selepas reformasi kembali memundur dan digembosinya agenda reformasi oleh para elite predatoris . Di sisi yang lain demokrasi menumbuhkan semangat menjamin kebebasan publik yang dijamin undang-undang. Namun, di satu sisi sebagian agenda reformasi mengalami kebuntuan dan backsaliding. Reformasi kembali diseret pada kemunduran oleh rezim saat ini, di mana membungkam lawan-lawan politik, mengkooptasi peran masyarakat sipil yang kritis dan menciptakan kesenjangan ekonomi yang cukup serius. Menyuburkan praktik-praktik lama kolusi, korupsi, nepotisme, hingga praktik kartel yang bertahan.

Krisis yang dialami oleh bangsa ini membangkitkan perlawanan dari kaum muda progresif untuk mengembalikan kondisi yang stabil di tengah carut marut dalam lanskap politik kontemporer bangsa ini. Peranan kaum muda menjadi jembatan penghubungan sebagai basis kekuatan politik nasional di tengah absennya kekuatan wakil rakyat di pemerintah dalam memperjuangkan kehidupan publik.

Ketidakstabilan bangsa ini terlihat rapuh dalam aspek kebijakan publik yang terjadi akhir-akhir ini, kebutuhan bahan pangan yang kian merosot jauh, seperti sulitnya mendapatkan minyak goreng dengan harga standar yang wajar, rakyat-rakyat lain menjerit dalam kesulitan, membiarkan kartel menguasai harga jual dalam perdagangan  memperlihatkan bahwa pemerintah tidak mampu mengalahkan praktik semacam ini. Selain itu, pasca pemilu 2019 lalu kerukunan antar warga negara yang membeku dalam isu identitas dan sara masih kental terjadi, kontras sekali kehidupan rukun dan damai enggan terjadi, lalu demokrasi kita yang kian memburuk menuju stagnansi.

Selepas reformasi isu-isu sama masih menjadi tanggung jawab yang begitu besar, kondisi sulit dalam beberapa aspek menjadi rangkaian betapa lengahnya setiap kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah. Absennya kebijakan yang lebih berorientasi terhadap kepentingan secara umum menjadi jurang panjang yang terjaga, maka hal ini menjadi semakin panjang antara cita-cita menciptakan kesejahteraan umum menjadi kesulitan secara umum. Kondisi ini sejatinya menjadi titik gejolak yang terjadi di lingkungan masyarakat akhir-akhir ini. Perlawanan dan sejumlah aksi yang membanjiri pelosok negeri atas ketidakmampuan menciptakan rasa kondusif bagi masyarakat,

Maka dari itu, sebuah kewajaran yang cukup serius, membangkitkan kesadaran kritis mereka para kaum muda di tengah kegagapan para elite dalam mewujudkan sikap seorang politisi yang arif dalam bertindak. Kegaduhan yang diciptakan membentuk suatu narasi ketidakstabilan dalam tubuh bangsa. Kehadiran para intelektual muda menandakan adanya keterancaman yang terjadi layaknya peristiwa masa lalu pada rezim orde baru.

Editor: Muhammad Iqwa Mu'tashim Billah
1 2Next page

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button