Irvan HqKolom

Abdurrahman Usman: Waktu Mengubah Semua Hal, Kecuali Kita

Oleh Abdurrahman Usman

 

Hakikat Waktu

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Pernahkah kita merasakan seolah waktu berjalan begitu cepat? Berangkat pagi dengan berbagai tujuan, ada yang bersegera ke sekolah, kampus, kantor, pasar dengan berbagai aktivitasnya, lalu tak terasa sudah waktunya pulang. Atau coba kita tarik memori masa lalu, membayangkannya seperti nampak pada layar bioskop menonton penggalan-penggalan setiap episode hidup diri kita sendiri. Ungkapan yang akan keluar kurang lebih akan begini: “Iya ya, perasaan baru saja kemarin lulus SMA, kini sudah mau selesai kuliah! Perasaan baru kemarin tahun 2017, eh sudah masuk tahun 2018 saja!”.

Entah itu menjadi sebuah topik pembicaraan atau sekadar berbicara dengan diri kita sendiri. Namun biasanya setelah merenungi proses demi proses perjalanan hidup, nurani kita akan kembali bersuara, sudah melewati usia bertahun-tahun, lalu apa yang sudah ditorehkan? Sudah berapa banyak karya dan prestasi yang kita rangkai? Sudah seberapa luas kebaikan yang kita tebar? Yang pasti, begitulah hakikat waktu yang tak akan pernah mundur meski sedetik dan waktupun mengubah semua hal, kecuali kita. Kita akan menua, tetapi belum tentu membijak.

Dengan hakikat waktu yang terus berputar, sedang jatah usia kita yang terus berkurang, tak ada jalan, selain menjadi pribadi yang baik, sebelum penyesalan berkepanjangan dirasakan, terlebih bagi kita yang masih muda. Berhati-hatilah pada paradigma keliru “mumpung masih muda berbuatlah sesukanya”. Mengapa? Karena kita adalah mahluk Tuhan, yang tak sekadar diciptakan begitu saja, tetapi memiliki peran yang harus dipertangungjawabkan. Seperti Firman Allah dalam QS. Adz Dzariyah:56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.

Atas kasih sayang-Nya, Dia menciptakan sistem pada seluruh mahluk diantaranya bagi manusia memberikan way atau jalan bagaimana menjalani kehidupan didunia untuk sampai pada muara kehidupan sesungguhnya diakhirat kelak.

 

Momentum dan Mimpi

Ada yang berkesan dalam mengakhiri tahun 2017 dan mengawali tahun 2018, tanggal 31 Desember 2017 sengaja saya “mudik” setelah cukup lama tidak silaturahmi langsung dengan saudara-saudara pasca Almarhum Ayah meninggal dunia. Dari Kota Serang tidak langsung ke Bogor, karena sudah janji bertemu di Bandara Soekarno-Hatta dengan salah satu sahabat saya yang bertugas di Hongkong, meski hanya beberapa jam, namun pembicaraan sarat makna, teman saya menyingung tentang mimpi dan cita-cita masa depan.

Selepas beliau boarding saya langsung naik Bus Damri menuju Kota Bogor. Perjalanan 1 Jam 30 Menit, tepat pada waktu dzuhur sampai. Bergegas kaki melangkah menuju Mesjid Alumni IPB yang tak jauh dari Pool Bus Damri. Selepas salat, ternyata ada kajian ba’da dzuhur, sambil menunggu jam tayang Film Ayay-Ayat Cinta 2 yang sudah di-booking sebelumnya, saya putuskan untuk mengikuti kajian itu. Dan lagi-lagi saya diingatkan dengan materi, betapa pentingnya mempersiapkan masa depan.

Dalam slide pembuka, sang ustadz yang usianya saya prediksi masih muda itu menyampaikan salah satu ayat Qur’an berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Hasyr: 18).

Lalu dilanjut dengan slide ke 2 bertuliskan:

Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok hari”.

Intinya, dalam tausiah tersebut menyebutkan, bahwa menjalani amanah kehidupan didunia ini mesti serius dan seimbang. Serius dalam artian, bagaimana kita bisa mengimplementasikan doa yang sering terucap yakni “Fii Dunya Hassanah Wa Fil Akhirah Hasanah”.

Editor: Muhammad Iqwa Mu'tashim Billah
1 2Next page

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button