KOTA SERANG, biem.co — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Hasanuddin Memanggil terus melakukan aksi-aksi agar Kapolres Serang Kota dicopot dari jabatannya atas penahanan mahasiwa saat akan adanya kunjungan presiden RI ke Banten beberapa waktu lalu.
Kali ini, para mahasiswa dari 10 organisasi, diantaranya HMI MPO Cabang Serang, GMNI Cabang Serang, Hamas, SWOT, SMGI, Gemakata, Imala, HMPB, Maping, dan FMI akan melakukan aksi unjuk rasa di Mapolres Serang Kota.
Sayangnya, belum sempat sampai di depan Polres Serang Kota, pihak kepolisian telah menhantisipasi terlebih dahulu kedatangan para mahasiswa dan telah melakukan penutupan jalan menuju Polres.
Penutupan jalan yang dilakukan tepat di lampu merah Sumur Pecung, tidak menghalangi mahasiswa untuk menyampaikan tuntutannya. Mereka tetap melakukan orasi menyampaikan aspirasinya terkait tindak kriminalisasi dan represifitas aparat terhadap aktivis mahasiswa.
Ketua GMNI Kota Serang, Wahyu, dalam orasinya mengatakan bahwa pihaknya hanya ingin menyampaikan aspirasi dan tuntutan berkaitan dengan penahanan dua orang aktivis HMI MPO beberapa waktu yang lalu. Salah satu tuntutan yang disampaikan yaitu agar Kapolres Serang Kota, AKBP Maruly Ahilles Hutapea, menyampaikan permintaan maaf kepada mahasiswa dan masyarakat Kota Serang, serta mengundurkan diri karena tidak bisa menjaga kondusifitas Kota Serang.
Dihadapan puluhan aparat kepolisian, ia mengecam, apabila Kapolres Serang Kota tidak mengindahkan tuntutannya, maka pihaknya akan kembali melakukan unjuk rasa dengan jumlah massa yang lebih banyak. Menurutnya, penahanan dua mahasiswa yang baru akan melaksanakan aksi seharusnya tidak terjadi.
“Apabila tuntutan kami tidak diindahkan, kami akan kembali melakukan unjuk rasa dengan membawa massa aksi yang lebih banyak lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Humas Aliansi Hasanuddin Memanggil, Syahrizal, mengatakan bahwa pembungkaman aktivis mahasiswa bukan hanya terjadi hari ini. Pada tanggal 27 September 2021 lalu, mahasiswa di Kendari yang melakukan aksi mengenang kematian Randi-Yusuf pun mendapatkan represifitas.
“Pihak Kepolisian seolah sudah diatur menjadi tukang gebuk bagi pergerakan rakyat Indonesia,” ucapnya.
Menurutnya, gerakan rakyat terus mendapatkan pembungkaman oleh alat-alat kekerasan negara. Padahal, pemerintah terus berkoar-koar mengenai kebebasan berpendapat bagi masyarakat.
“Namun apa yang terjadi di lapangan, justru berbanding terbalik menjadi pengekangan berpendapat,” katanya.
Meskipun secara resmi istana menyampaikan bahwa Presiden tidak takut dan tidak pernah tersinggung dengan kritik masyarakat, namun aparat Kepolisian seolah-olah mengabaikan hal itu. Dua aktivis HMI MPO digiring ke Polres Serang Kota oleh rombongan Reskrim.
“Berdasarkan kronologis, keduanya selesai diperiksa oleh penyidik pada pukul 06.00 WIB di hari Selasa. Namun aneh, keduanya tetap tidak diperbolehkan untuk pulang meskipun sudah selesai diperiksa,” tuturnya.
Menjadi pertanyaan besar ketika keduanya dipaksa ditahan tanpa memiliki status hukum yang jelas. Ia menyebut, jika memang sebagai saksi, untuk perkara apa dan atas kasus tindak pidana apa keduanya ditahan.
“Tidak ada tindaklanjut atas pemeriksaan dan penahanan hingga 14 jam tersebut. Padahal, tangan besi bukanlah solusi, demokrasi harga mati,” tandasnya.
Wakapolres Serang Kota, Kompol Andie Firmansyah, menanggapi terkait tuntutan permintaan maaf dan pengunduran diri Kapolres. Menurutnya, pihaknya akan segera menyampaikan terlebih dahulu kepada Kapolres Serang Kota terkait tuntutan mahasiswa.
“Nanti kita sampaikan kepada beliau (Kapolres Serang),” ucapnya.
Untuk diketahui, tuntutan yang diminta oleh Aliansi Hasanuddin Memanggil diantaranya stop pembungkaman dan diskriminasi aktivis mahasiswa, stop kriminalisasi dan represifitas kepada aktivis mahasiswa, pulihkan demokrasi yang tercederai, ciptakan kondisi yang aman dan harmonis bagi aktivis mahasiswa, Kapolres Serang Kota harus meminta maaf dan mengundurkan diri dari jabatannya atas tindakan pencidukan yang dilakukan. (As)