biem.co — Mahkamah Konstitusi RI kembali menggelar sidang permohonan uji materi UU Narkotika dengan agenda pemeriksaan ahli dari pemohon, Selasa (14/9/2021). Pemohon mengajukan Stephen Rolles, Analis Kebijakan Senior di Transform Drug Policy Foundation Inggris.
Dalam sidang itu, Rolles menyampaikan bahwa semua obat memiliki risiko, bahkan ketika digunakan sesuai petunjuk. Banyak obat-obatan diketahui memiliki efek samping dan risiko yang harus dikelola dengan hati-hati oleh dokter, ahli farmasi, dan profesional kesehatan lainnya.
Menurutnya, kekhawatiran seputar penyalahgunaan obat tidak dapat secara efektif diatasi oleh model pengendalian obat-obatan yang terlalu ketat atas ketakutan berlebihan akan penyelewengan dan penyalahgunaan.
“Sebagian besar obat yang disalahgunakan bukanlah obat yang diselewengkan, melainkan obat yang diproduksi dan dipasok secara ilegal. Kontrol atau pelarangan yang terlalu ketat tidak akan berdampak pada tingkat penyalahgunaan, namun tanpa disadari justru dapat merugikan pasien karena menghalangi dokter memberikan perawatan yang optimal,” kata Rolles, dalam keterangan yang diterima biem.co, Rabu (15/9/2021).
Ia menekankan, membatasi ketersediaan obat hanya dengan resep, di rumah sakit dan lingkungan perawatan kesehatan lainnya yang diawasi, atau melalui apoteker berlisensi dan terlatih dengan benar, umumnya terbukti sebagai model kendali obat-obatan dan narkoba yang sangat efektif.
“Tentu tidak ada sistem yang sempurna, dan penyelewengan dalam tingkat tertentu mungkin tidak terhindarkan,” tuturnya.
Diketahui, sebelumnya Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan bersama dengan tiga ibu dari anak-anak dengan Cerebral Palsy (penyakit lumpuh otak) melakukan gugatan atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang melarang penggunaan narkotika golongan I, salah satunya ganja, untuk pelayanan kesehatan.
Para pemohon berdalil pelarangan penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan melalui ketentuan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika telah bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1) dan memperoleh manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 26C ayat 1). (hh)