Kabar

Biaya Sertifikasi Halal di Indonesia Masih Tinggi

biem.co — Biaya sertifikasi halal di Indonesia yang masih cukup tinggi menjadi problematika tersendiri di lingkungan masyarakat saat ini. Sehingga dibutuhkan konsolidasi kebijakan yang nyata dari semua kalangan.

Hal itu disampaikan Founder JAVARA Indigenous Indonesia, Helianti Hilman, dalam Muhadatsah Dewan Pakar ‘Ekosistem Sertifikasi Jaminan Produk Halal: Menjawab Tantangan Akselerasi Sertifikasi Jaminan Produk Halal’, Sabtu (4/9/2021).

“Indonesia menempati posisi tiga sebagai negara importir produk halal dunia saat ini, oleh karena itu nilai ekspor produk halal di dalam negeri harus terus didorong,” ungkapnya.

Selain itu, diferensiasi branding dinilai Hilman juga amat penting. Menurutnya, Indonesia perlu memosisikan branding produknya seperti negara-negara lain.

“Seperti halnya Korea yang memosisikan diri sebagai World Halal Tourism Destination, Malaysia sebagai International Halal Center, dan Thailand sebagai World Halal Kitchen, Indonesia juga perlu memosisikan branding produknya pada sektor yang lebih jelas,” tegas Hilman.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pakar PP Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Erani Yustika menyampaikan beberapa dinamika dan kendala dari proses implementasi sertifikasi halal.

“Yaitu auditor halal yang masih sangat terbatas, jumlah penyelenggara pelatihan sangat sedikit, standardisasi biaya yang ditetapkan masih berat, serta belum siapnya para pihak yang melakukan pendampingan proses self declare kepada UMKM,” paparnya.

Baca Juga: Tiga Hal Ini Jadi Perhatian Khusus Pengembangan Produk Halal

Senada dengan Erani, Anggota Dewan Pakar PP MES, Euis Amalia juga menerangkan beberapa masalah serupa terkait proses sertifikasi halal di Indonesia. Mengutip data LPPOM MUI pada tahun 2019, dirinya memaparkan bahwa hanya sekitar 15 ribuan produk yang sudah tersertifikasi halal dari total 300 ribu lebih produk yang terdata.

“Berbicara konsep halal adalah berbicara tentang konsep holistik. Halal bukan hanya soal keimanan, tapi tentang keamanan dan keyamanan. Oleh sebab itu, sinkronisasi peraturan, standardisasi kompetensi, pengembangan halal sains yang terintegrasi melalui kurikulum di perguruan tinggi, serta yang terpenting adalah membentuk integrasi halal ekonomi dengan berbagai pihak perlu diupayakan,” tutup Euis. (hh)

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button