biem.co — Sehari menjelang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, sebagai jadwal rutin tahunan, Presiden menyampaikan pidato kenegaraan dalam sidang tahunan MPR RI beserta sidang bersama DPR RI dan DPD RI tahun 2021. Menarik ketika kita mencermati pidato Presiden Jokowi, ketika menekankan pentingnya UMKM dan kewirausahaan dalam orientasi perekonomian nasional.
Paling tidak, ada enam hal yang menjadi arahan Presiden untuk memperbaiki ekonomi nasional ke depannya, dalam konteks UMKM dan kewirausahaan ini.
Pertama, Presiden menyoroti secara khusus tentang perekonomian nasional yang secara signifikan, lebih dari 55 persen ditopang oleh konsumsi. Kondisi ini akan membuat Indonesia sulit membuat lompatan besar dan berakselerasi menuju negara maju, ketika sekarang berangkat dari posisi negara berkembang berpenghasilan menengah bawah. Perlu pijakan dan pondasi yang lebih kuat agar terjadi percepatan ekonomi.
Pondasi perekonomian harus lebih banyak ditopang oleh hilirisasi, investasi dan ekspor. Dengan hilirisasi, akan terjadi nilai tambah komoditas dan peningkatan kesejahteraan para pelaku ekonomi. Investasi akan memberikan daya ungkit positif di dunia usaha. Dan, ekspor akan memberikan dampak terhadap penguatan keuangan negara.
Kedua, tentang pentingnya peranan investasi menjadi hal yang mutlak. Target investasi tahun 2021 sebesar Rp900 triliun menjadi target yang harus tercapai. Menuju target ini, bahkan Presiden menyiapkan instrumen pamungkasnya dengan membentuk kementerian khusus, yaitu Kementerian Investasi. Dibekali dengan undang-undang yang menjadi penerobos, melalui omnibus law, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Bahkan terakhir terobosan tentang layanan dalam bentuk Online Single Submission (OSS) telah diluncurkan sejak tanggal 9 Agustus 2021. Peningkatan investasi ini diharapkan dapat meningkatkan lapangan kerja dan me leverage aktivitas ekonomi.
Hal ketiga, adalah pentingnya terus mendorong UMKM naik kelas. Kalau kita mengacu dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 sebesar 15.434,2 triliun, lebih dari 60 persen ditopang oleh UMKM. Untuk mendorong UMKM memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDB, harus ada peningkatan kualitas daya saing. Ini yang harus ditopang oleh regulasi yang pro terhadap UMKM ini. UMKM akan sulit berkembang dan bersaing secara alamiah. Harus ada komitmen dan dorongan nyata dari pemerintah menuju ke arah peningkatan daya saing ini. UMKM mempunyai nilai strategis sebagai instrumen untuk membuat pemerataan ekonomi.
Hal keempat, yang tidak kalah pentingnya adalah tentang kemandirian pangan. Indonesia mempunyai pasar, local domestic demand, dengan jumlah penduduk yang sangat besar, dengan 270 juta orang, nomor 4 besar dunia. Pangan, menjadi isu utama. Dan ketika Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri, ini akan memutar nilai perekonomian yang luar biasa. Kemandirian pangan ini harus ditopang dengan inovasi dan energi yang ramah lingkungan, energi baru terbarukan. Sehingga mempunyai daya ketahanan bersifat jangka panjang.
Hal kelima, perlu desain yang tepat, dunia usaha menyambung dengan dunia industri. Sektor yang bisa mendorong ini adalah program kewirausahaan. Negara yang maju perlu sokongan dengan rasio jumlah pengusaha yang besar.
Rasio pengusaha di Indonesia baru berkisar 3,47 persen. Masih kalah dibandingkan Malaysia sebesar 4,74 persen dan juga kalah dari Thailand yang di kisaran 4,26 persen. Lebih jauh lagi ketika dibandingkan dengan Singapura yang sudah mendorong 8,76 persen penduduknya menjadi pengusaha. Upaya-upaya melahirkan pengusaha yang by design menjadi sebuah upaya yang harus terus didorong oleh pemerintah dan asosiasi-asosiasi pengusaha.
Baca Juga: Ajib Hamdani: Perpanjangan PPKM Darurat dalam Perdebatan
Hal terakhir, poin keenam, yang menjadi perhatian presiden adalah komitmen bersama seluruh masyarakat untuk mendukung ekonomi nasional, dalam gerakan nyata: bangga buatan Indonesia. Dalam sebuah ekosistem ekonomi yang terbentuk secara global, justru menjadi bumerang ketika Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk besar, hanya sekedar menjadi pasar, apalagi pasar atas produk asing. Bangga buatan Indonesia akan menjadi lokomotif penggerak perekonomian nyata dari para pelaku ekonomi dalam negeri.
Rantai pasok global seharusnya menjadi peluang, bagaimana produk Indonesia bisa masuk ke pasar dunia. Kalau semangat nasionalisme kita kurang, pola rantai pasok global seperti ini justru akan menjadi ancaman. Dunia perdagangan global bisa menjadi pintu kekayaan Indonesia mengalir keluar atau sebaliknya, devisa mengalir ke dalam negeri. Bangga buatan Indonesia menjadi semangat dan pondasi yang sangat mendasar dan kita perlukan.
Dalam gagasan terobosan Presiden ini, selanjutnya menyisakan tanda tanya. Bagaimana kementerian teknis menterjemahkan dan mempunyai komitmen untuk men deliver nya menjadi regulasi-regulasi yang pro dengan arah penguatan UMKM dan investasi dalam perekonomian nasional. (*)