KOTA SERANG, biem.co – Penyelidikan dugaan tidak sesuainya pelaksanaan dana Bantuan Operasional Nasional (Bosnas) dan Bantuan Operasional Daerah (Bosda) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten KCD Serang–Cilegon tahun 2019 Rp88 miliar oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang terus bergulir.
Dua pejabat Pemprov Banten, yakni Mantan Kepala KCD Serang-Cilegon Dindikbud Banten, Ahmad Ridwan, yang sekarang menjabat Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, dan Mantan Kasubag Tata Usaha Kantor Cabang Dinas Pendidikan Cilegon-Serang, Faturohma, yang kini menjabat Kepala Sub Bidang Kewaspadaan Dini dan Penanganan Konflik pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Banten.
Kedua pejabat tersebut diperiksa di ruangan berbeda. Ridwan di Ruang Pidsus dan Faturohman di Ruang Intel. Keduanya menjalani pemeriksaan sejak pagi hingga sore hari.
“Ya, diperiksa terkait dana bos,” kata Faturohman saat keluar dari Gedung Kejari Serang, Kamis (5/8/2021).
Sementara, Kasi Intel Kejari Serang, Mali Dian mengungkapkan, pihaknya memeriksa pejabat KCD Serang -Cilegon yang menjabat pada tahun 2019.
“Kemarin kita memeriksa pejabat KCD Serang-Cilegon sekarang,” kata Mali.
Sebelumnya, lanjut Mali, pihaknya juga sudah memeriksa para kepala sekolah SMU dan SMK yang menerima dana Bosda dan Bosnas tersebut.
“Kita masih tahap penyelidikan, masih terus meminta keterangan pihak yang berkaitan dengan perkara ini,” ujar Mali.
Untuk diketahui, Kejari Serang mencium adanya ketidakberesan pelaksanaan dana Bosnas dan Bosda pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten KCD Serang–Cilegon tahun 2019 sebesar Rp88 miliar.
Dari data yang dihimpun, pada tahun 2019, penyaluran dana Bosnas sekitar Rp23 miliar untuk 53 SMK di wilayah Seragon dengan jumlah siswa sekitar 14 ribu orang. Kemudian untuk anggaran Bosda Rp65 miliar untuk 53 sekolah dengan jumlah siswa sekitar 16 ribu orang.
Masing-masing siswa SMK menerima anggaran sebesar Rp4 juta dan Rp3,6 juta untuk pelajar SMA dari anggaran Bosda. Sementata dari Bosnas, masing-masing peserta didik menerima Rp1,6 juta untuk siswa SMK dan Rp1,4 juta untuk masing-masing pelajar.
Dilihat dari data tersebut diduga telah terjadi perselisihan jumlah penerima Bosda dan Bosnas pada tahun 2019, sekitar 2 ribu siswa. Sehingga diduga telah terjadi mark up anggaran jumlah penerima oleh dinas pendidikan.
Selain itu, diduga penggunaan dana Bosda melanggar Pergub 31 Tahun 2018 Pasal 10 tentang Peruntukan Pendidikan Gratis, dan Sejumlah Aturan Lainnya.
Mali menjelaskan, sejauh ini penyidik telah melakukan pemanggilan terhadap kepala sekolah di wilayah Kabupaten dan Kota Serang, selaku pengguna anggaran.
“Sudah 9 yang kita panggil, dan 8 orang yang sudah kita mintai keterangan. Kepala sekolah,” jelasnya.
Disinggung terkait nilai, Mali menambahkan, penyidik masih melakukan pendalaman dan penyelidikan. Sebab setiap sekolah menerima anggaran dengan nilai yang berbeda-beda.
“Masih kita hitung (red: jumlah dana Bosda dan Bosnas), karena setiap sekolah beda. Ada yang Rp9 miliar, Rp6 miliar, ada juga yang Rp5 miliar,” tukas Mali. (*)