biem.co — Vaksinasi program pemerintah dan vaksinasi gotong royong memiliki prinsip yang sama, yakni tidak membebankan biaya pada target sasaran. Hal itu disampaikan Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Siti Nadia Tarmizi.
Yang berbeda dari keduanya, kata dr. Nadia, adalah sumber pembiayaan pengadaan vaksinnya, di mana vaksin gotong royong bersumber dari pendanaan mandiri perusahaan yang ingin melakukan vaksinasi gratis kepada karyawannya, sementara vaksin program pemerintah dibiayai secara penuh oleh pemerintah.
dr. Nadia menyampaikan, vaksinasi gotong royong sumber biayanya berasal dari perusahaan atau badan usaha, sehingga tidak boleh ada beban pembiayaan kepada penerima vaksin atau karyawan.
“Tujuannya untuk memperbanyak dan mempercepat cakupan vaksinasi Covid-19 ini,” ujarnya dalam Dialog Produktif bertema Siap Jaga Indonesia dengan Vaksin Gotong Royong yang diselenggarakan KPCPEN, Rabu (16/6/2021).
Karena itu, menurutnya perlu adanya pelurusan pemahaman mengenai Permenkes Nomor 18 Tahun 2021, yang menambahkan aturan mengenai penggunaan merek vaksin gotong royong dan vaksin program pemerintah.
“Vaksin yang digunakan pada program vaksinasi pemerintah dan vaksin gotong royong tidak boleh sama jenis dan mereknya. Vaksin Sinovac, AstraZeneca, Novavac, dan Pfizer tidak digunakan untuk program gotong royong. Namun pada Permenkes tersebut dijelaskan vaksin yang didapatkan dari hibah dengan merek yang sama dengan program gotong royong bisa digunakan untuk vaksinasi program pemerintah,” jelas dr. Nadia.
dr. Nadia mencontohkan, seperti halnya vaksin Sinopharm sejumlah 500 ribu dosis yang berasal dari hibah Negara Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu. Meski vaksin Sinopharm digunakan untuk gotong royong, tapi karena berasal dari hibah, maka vaksin tersebut dapat diperuntukan bagi vaksin program pemerintah nantinya.
“Nanti yang akan digunakan untuk program gotong royong adalah Sinopharm dan Cansino. Hal ini tidak akan saling mengganggu stok vaksin untuk masing-masing program,” jelasnya.