Kesehatan

Bandotan, Benalu yang Kaya akan Khasiat

biem.co — Semenjak pandemi Covid-19 merebak luas, pola kehidupan manusia seluruh dunia kini kian berubah. Aktivitas-aktivitas di luar rumah menjadi terbatas dan mayoritas bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.

Hal ini berpotensi meningkatkan rasa jenuh dan bosan beraktivitas, salah satunya adalah pola mandi yang kurang teratur. Dengan pola mandi yang kurang teratur memungkinkan seseorang terkena penyakit kulit.

Namun, ada tanaman herbal yang bisa digunakan untuk menangani dan mengobati penyakit  tersebut. Tanaman tersebut mudah didapatkan dan bisa ditemukan di sekitar halaman rumah. Ia adalah bandotan, tanaman herbal yang bermanfaat, yang kerap kali disebut sebagai benalu.

Kenapa Disebut Benalu?

Tanaman bandotan atau tanaman yang memiliki nama latin Ageratum conyzoides ini disebut benalu karena ia sejenis gulma pertanian anggota suku Asteraceae.

Bandotan termasuk ke dalam herba menahun, flora yang bisa tumbuh dan berkembang biak di mana-mana lantaran mereka mempunyai sistem adaptasi yang tinggi. Itulah satu alasan kenapa bandotan dicap menjadi gulma, lantaran biasa tumbuh pada sawah dan merugikan para petani.

Alasan lain tanaman ini dapat digolongkan menjadi gulma karena ketika daun telah layu dan membusuk, maka tumbuhan akan mengeluarkan bau tidak enak. Ada yang menyebut baunya seperti bau kambing.

Asal-usul dan Keunikan Bandotan

Menurut asal-usulnya, tanaman bandotan ini berasal dari wilayah Amerika, atau lebih tepatnya adalah di Brazil. Sesuai dengan karakter tempat habitat aslinya, maka bandotan dapat tumbuh dan berkembang biak sangat mudah seperti di wilayah tropis hingga subtropis.

Masuknya tanaman bandotan ke  Indonesia pada tahun 1860. Pertama kali datangnya tumbuhan ini di daerah Jawa dan kemudian tersebar luas di beberapa daerah nusantara.

Tersebarnya tanaman bandotan di bebebrapa daerah menyebabkan tanaman ini punya banyak sekali nama  panggilan yang unik dan beraneka ragam.

Seperti pada daerah Jawa, pertama kali disebut “wedusan” dan “badotan”. Kemudian Sunda menyebut “babadotan”, Suku Dayak menyebutkan “rumput bulu”, Sulawesi disebut “sopi”, dan di Madura dikenal dengan “dus wedusan”.

Ternyata bandotan  ini tersebar bukan di Indonesia saja, melainkan beberapa negara lain dengan sebutan dalam bahasa Inggris yang berbeda, seperti  billygoat-weed, goatweed, chick weed, atau white weed.

Keunikan bandotan ini ketika diremas daunnya, maka ia mengeluarkan bau ciri khas layaknya dengan bau kambing.

Khasiat Bandotan di Berbagai Negara  

Bandotan secara luas digunakan dalam pengobatan tradisional di berbagai belahan dunia, meskipun berbeda cara dalam proses penggunannya.

Berikut adalah sejumlah cara penggunaan tradisional dari tanaman bandotan di beberapa negeri:

Indonesia, terdapat beraneka ragam jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyarakat, di antaranya daun bandotan yang dapat digunakan sebagai obat luar seperti penyakit kulit ringan, kulit berat, radang telinga, sakit tenggorokan, diare, dan penyakit infeksi lainnya.

Brazil, ekstrak air dari seluruh tanaman atau daun bandotan digunakan untuk mengatasi kolik, pilek dan demam, diare, rematik, kejang, menyembuhkan luka bakar, atau sebagai tonik.

India, bandotan digunakan untuk membunuh bakteri (bakterisida), mengobati disentri (kemampuan anti-disentri), dan mengobati pembentukan endapan keras (seperti batu ginjal) dalam tubuh (kemampuan anti-litik).

Asia, Amerika Selatan, dan Afrika pada umumnya, ekstrak air dari bandotan digunakan untuk membunuh bakteri.

Afrika Tengah, pemanfaatan bandotan digunakan untuk mengobati pneumonia, tapi paling sering untuk menyembuhkan luka dan luka bakar.

Réunion (pulau di Samudra Hindia), seluruh bagian tanaman bandotan digunakan untuk mengobati disentri.

Kamerun dan Kongo, bandotan digunakan untuk mengatasi demam, rematik, sakit kepala, dan kolik.

Sebegitu luasnya fungsi dan  pemanfaatan bandotan di berbagai wilayah di dunia, tak heran bila sampai sekarang pun tanaman ini terus dikenal sebagia herbal berkhasiat. (red)


Ditulis oleh Muhammad Rifki Alim, Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains, UIN SMH Banten. AsalSaketi, Pandeglang.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button