“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
Tanpa bermaksud merendahkan profesi pandai besi, penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peran dan dampak orang disekeliling kita sangatlah visioner, kita adalah dengan siapa kita bergaul. Seorang motivator terkenal yang mendunia bernama Jim Rohn pernah mengatakan, “you are the average of the five people you spend the most time with”. Kemungkinan besar kualitas diri kita tidak akan jauh berbeda dengan teman-teman terdekat kita sendiri, karena semakin sering kita menghabiskan waktu dengan mereka maka secara tidak sadar semakin cepat kita akan meniru kebiasaan mereka.
Kalau kita ingin meningkatkan kualitas hidup kita, paling tidak kita harus mau mulai mengubah inner circle kita, memilih dengan siapa kita ingin menjadi teman dekat, usahakan pilih teman yang akan membuat kita bisa belajar dengan cepat, pilih orang-orang yang terbaik di bidangnya. Itu kenapa saya paling berbahagia kalau berkesempatan belajar langsung dari inspirator Sukses Mulia, Jamil Azzaini. Selain isi materinya “daging” semua, selalu ada insight baru dan semangat baru yang saya dapat dari beliau. Tidak terkecuali di webinar yang saya ikuti malam ini, saya merasa beruntung bisa mengikuti pemaparan beliau bagaimana mewujudkan peak performance.
Menurut Monty P. Satiadarma, seorang Psikolog klinis yang juga memperoleh pendidikan terapi hipnosis, terapi keluarga dan terapi seni, peak performance merupakan penampilan optimal atau penampilan yang sedang memuncak yang dicapai oleh individu didalam konteks olahraga. Peak performance yang tinggi sangat dibutuhkan seorang atlet pada saat mengikuti turnamen atau kompetisi untuk mendapatkan prestasi yang terbaik.
Begitu juga dengan hidup kita, ketika kualitas hidup kita berada pada level tertinggi dan kita merasa sangat bahagia, itu artinya kita sedang mencapai peak performance dalam hidup. Karena tidak sedikit kita temukan orang yang sedang dalam titik tertinggi dalam karirnya tetapi tidak bahagia, ada juga yang bahagia tetapi karirnya mentok, dan yang lebih parah ada yang karir dan kehidupan pribadinya gagal.
Seorang novelis, penulis, dan pengajar berkebangsaan Amerika Serikat mengatakan, “the two most important days in your life are the day you are born and the day you find out why (noble purpose).” Hanya ada dua hari penting dalam hidup kita yaitu hari pada saat kita dilahirkan dan hari dimana kita mengetahui tujuan mulia mengapa Tuhan melahirkan kita di dunia. Ya, setiap orang pasti memiliki alasan yang kuat dan mendasar: “untuk apa kita terlahir ke muka bumi?”. Kalimat ini menjadi catatan penting buat saya, karena dengan memahami noble purpose ini seorang leader akan menunjukkan performa terbaiknya, memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi baik secara fisik, mental, maupun finansial. Terlebih disaat menghadapi situasi krisis yang penuh dengan ketidakpastian, ia akan tetap tenang dan fokus kepada kontribusi terbaik apa yang bisa diberikan.
Sebuah riset yang dilakukan oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) menyatakan bahwa 79 persen pemimpin perusahaan meyakini bahwa noble purpose adalah inti dari kesuksesan bisnis, sedangkan karyawan yang berasal dari generasi milenial yang paham akan noble purpose perusahaan akan bertahan 5x lebih lama di perusahaan tersebut.
Betapa pentingnya noble purpose diperkuat oleh riset yang dilakukan oleh seorang penulis terlaris, futuris dan pembicara global bernama Simon Mainwaring yang mengatakan bahwa 91 persen konsumen siap berganti merek bila ada merek lain yang memiliki noble purpose yang lebih kuat. Saya jadi ingat tahun lalu beberapa perusahaan besar dunia yang berbisnis di Indonesia dengan noble purpose yang kuat sempat goyang keberadaannya karena ditinggalkan sebagian konsumennya dengan alasan mendukung kaum LGBT (Lesbian, Gay, Bisexsual, Transgender).
Kita hidup di dunia bukan hanya untuk mengerjakan rutinitas saja, harus ada nilai dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Buya Hamka pernah mengatakan, “Kalau hidup hanya sekadar hidup, kera di rimba juga hidup. Kalau kerja hanya sekedar kerja, kerbau di sawah juga bekerja.” Kita harus menemukan kenapa Allah melahirkan kita ke dunia? Pasti ada tugas mulia yang harus kita selesaikan.
Paling tidak ada tiga alasan yang dapat dijadikan panduan dalam mencari noble purpose diri kita, yaitu alasan rasional, alasan emosional dan alasan spiritual. Saya terlahir ke dunia untuk memberikan ruang kepada anak-anak muda untuk menyalurkan energinya yang luar biasa ke hal-hal yang positif agar di masa yang akan datang Provinsi Banten penuh sesak dengan anak-anak muda yang berprestasi. Itu kenapa saya mendirikan perusahaan yang bernama PT Banten Muda Kreasindo.
Alasan rasionalnya adalah tentu saja saya berharap PT Banten Muda Kreasindo dapat melahirkan unit-unit bisnis yang mendatangkan keuntungan secara komersil, sehingga saya dan seluruh keluarga besar Banten Muda dapat hidup sejahtera. Sedangkan alasan emosionalnya adalah saya bisa lebih fokus melahirkan anak-anak muda berprestasi dengan menginisiasi beberapa yayasan di bawah pimpinan anak-anak muda yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan, saya bisa berbagi energi, berbagi ruang, berkarya dan berbagi inspirasi.
Kedua alasan rasional dan emosional ini didorong oleh alasan spiritual saya yang ingin berbuat baik sebanyak-banyaknya dimuka bumi ini. Baginda Rasul pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan di lautan, benar-benar bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmizi).
Kalau kita ingin menjadi kekasih Allah, kita harus punya “ibadah spesial” yang bermanfaat untuk orang lain juga. Ingat, sesungguhnya bukan hanya amal baik kita yang menentukan masuk surga atau neraka, tetapi adalah karena rahmat dan karunia dari Allah SWT.
“Tidak ada amalan seorang pun yang bisa memasukannya ke dalam surga, dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah.” (HR. Muslim No. 2817).
Seperti kisah hamba Allah yang beribadah 500 tahun di atas gunung yang berada di tengah laut, ia selalu membantah Allah SWT saat berfirman untuk memasukannya ke dalam surga karena Rahmat Allah SWT, ia merasa pantas masuk Surga karena amalnya selama ini. Berkali-kali dibantah, akhirnya Allah SWT memerintahkan para malaikat untuk menimbang lebih berat mana antara kenikmatan yang Allah berikan kepadanya dengan amal perbuatannya. Baru kenikmatan penglihatan saja yang ditimbang sudah lebih berat dibanding ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi anggota tubuh yang lain.
Sahabat, noble purpose adalah salah satu dari tiga pondasi yang dapat mengubah kualitas hidup kita. Hanya orang-orang yang mau bertransformasi dan mampu menemukan alasan mendasar kenapa dirinya dilahirkan di dunia, yang mengetahui tugas mulianya di dunia. Hidup bukan hanya mengerjakan rutinitas dan terjebak pada PGPS saja, Pinter Goblok Penghasilan Sama.
Hidup harus bernilai dan bermanfaat untuk orang lain sebanyak-banyaknya, seperti nasehat ilmuwan terbesar abad 20, Albert Einstein kepada anak muda bernama William Miller, “try not to become a man of success but rather try to become a man of value.” Jadilah orang yang bernilai, bukan untuk sekadar sukses. Karena orang sukses mengambil lebih banyak keuntungan dari yang ia berikan. Begitu juga sebaliknya, orang yang bernilai memberi lebih banyak keuntungan dari yang ia terima. (*)