Opini

Arta Rusidarma Putra: Berpikir Beda bagi Mahasiswa

biem.co — Pertanyaan “langganan”, bahkan cenderung menjadi momok bagi mahasiswa adalah ketika ditanya akan jadi apa ketika lulus nanti. Pasalnya, seorang lulusan perguruan tinggi selalu dihadapkan dengan dilema, karena gelar pendidikan tinggi dan ijazah yang telah disandang tidak lantas menjadi jaminan untuk mendapat pekerjaan dengan mudah.

Setelah menjadi sarjana, pada umumnya lulusan perguruan tinggi mulai mencari jati diri yang sebenarnya. Namun di balik itu, mereka bingung menentukan arah hingga pada akhirnya menjadi pengangguran. Fenomena itu terkait dengan pola pikir para lulusan sarjana yang umumnya berorientasi menjadi pegawai negeri atau karyawan swasta.

Walaupun banyak juga yang berpikir untuk menjalankan usaha sendiri, menjadi karyawan di suatu perusahaan yang bekerja dan berkarier masih menjadi salah satu idaman bagi kebanyakan mahasiswa setelah lulus kuliah. Tidak dapat dipungkiri, mempunyai gaji tetap setiap bulan, mendapat tunjangan kesehatan, serta fasilitas tunjangan lainnya merupakan suatu daya tarik tersendiri bagi para mahasiswa ketika lulus kuliah nanti, sehingga dapat dikatakan bahwa menjadi karyawan adalah “zona nyaman” bagi kebanyakan mahasiswa.

Namun di dalam dunia kerja perusahaan dan industri, mereka selalu memilih karyawan dengan keahlian atau keterampilan (hard skills dan soft skills), serta pengalaman kerja untuk dapat terus berkembang dengan berbagai inovasi. Suatu perusahaan tidak akan merekrut karyawan dengan tipe “learning by doing” yang membutuhkan waktu lama untuk dapat beradaptasi dalam suatu bidang pekerjaan. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha lebih dari seorang mahasiswa jika ingin bekerja dan meniti karier dalam suatu perusahaan dan industri.

Seluruh perguruan tinggi di Indonesia melahirkan jutaan lulusan setiap tahunnya yangtanpa disadari akan membuat persaingan kedepan yang semakin ketat. Namun sayangnyakebanyakan mahasiswa tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi segala tantangan danpersaingan tersebut. Mahasiswa hanya menjalankan rutinitas belajar untuk lulus jadi sarjana.

Banyak mahasiswa yang hanya mengejar status, bukan proses untuk menjadi sarjana. Sehingga pada akhirnya banyak mahasiswa yang setelah lulus dari perguruan tinggi tidak punya pemahaman apa-apa terhadap proses pendidikan yang sudah mereka jalani. Banyak mahasiswa berpikiran bahwa yang penting mendapatkan IPK tinggi dan ijazah saja sudah cukup sebagai bekal melamar pekerjaan dengan mengesampingkan peningkatan keahlian dan keterampilan mereka.

Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya daya serap lulusan perguruan tinggi dalam dunia kerja. Kesulitan lulusan perguruan tinggi yang terserap dunia kerja semakin bertambah berat karena harus bersaing dengan tenaga kerja asing dari negara lain sebagai suatu dampak berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Mahasiswa dengan segala rutinitasnya banyak yang belum menyadari dan bisa dipastikan hanya sedikit mahasiswa yang berpikir tentang pentingnya peningkatan diri bahwa setelah lulus atau menjadi sarjana harus lebih fokus pada keahlian atau keterampilan (hard skills dan soft skills) dibanding Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Padahal dunia kerja, khususnya perusahaan dan industry, saat ini tidak hanya melihat besaran IPK yang didapat, tetapi juga melihat kompetensi atau keahlian.

Saat ini ketika seorang mahasiswa lulus dan menjadi sarjana, maka selain ijazah dan transkrip nilai, juga dituntut harus mempunyai keahlian atau keterampilan yang dibuktikan dengan surat keterangan pendamping ijazah atau SKPI setara dengan sertifikat pengalaman apa yang dimiliki, seperti pengalaman dalam berorganisasi, magang dalam suatu perusahaan, dan sertifikat keahlian lain yang bisa menjadi bekal serta mendapat nilai jual lebih dibandingkan dengan lulusan yang hanya mengandalkan ijazah saja.

Oleh karena itu, selain kegiatan perkuliahan yang dilakukan sehari-hari sebagai mahasiswa, usaha lebih yang harus dilakukan mahasiswa agar mendapat value lebih di dunia kerja adalah meningkatkan keahlian dan keterampilan dengan cara mengikuti pelatihan dalam bidang-bidang tertentu yang bersertifikasi.

Dapat dipastikan bahwa suatu perusahaan akan merekrut karyawan yang memiliki pengalaman kerja dan memiliki kompetensi dalam bidang tertentu. Sedangkan mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi kebanyakan tidak memiliki pengalaman kerja (fresh graduate), serta masih diragukan kompetensinya.

Oleh karena itu, teori yang sudah didapat selama perkuliahan serta dengan sertifikasi keahlian bidang dan ditambah dengan pengalaman magang dapat menjadi value lebih di mata perusahaan. Beberapa contoh bidang keahlian tersebut, di antaranya:

Keahlian Berbahasa

Salah satu dampak dari pasar global adalah banyaknya perusahaan Penanam Modal Asing (PMA) yang melakukan investasi di Indonesia. Hal ini merupakan alasan kuat mengapa mahasiswa harus mempunyai global skills yang baik. Global skills ini meliputi kemampuan bahasa asing, dapat berkolaborasi dan bersinergi dengan orang asing yang berbeda budaya, dan punya sensitivitas terhadap nilai budaya.

Meski begitu, masih banyak mahasiswa yang merasa bahwa kemampuan berbahasa asing tidak penting. Padahal pada proses rekrutmen dalam perusahaan, di sesi wawancara biasanya menggunakan bahasa asing dalam berkomunikasi untuk lulusan perguruan tinggi. Oleh karena itu, keahlian berbahasa ini sangat penting untuk terus dilatih. Jika mahasiswa telah mempunyai keterampilan global skills ini, besar kemungkinan dapat diserap oleh perusahaan.

Keahlian Coding

Pada era industri 4.0 saat ini menyebabkan beberapa dampak yang sangat signifikan. Salah satunya adalah dampak social, di mana pada era ini seluruh proses produksi telah menggunakan mesin berteknologi canggih yang dapat menggantikan peran manusia dalam dunia industri. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan lapangan kerja karena tenaga manusia tidak lagi digunakan dalam industri manufaktur.

Sistem dan kurikulum pendidikan juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan ini agar tetap relevan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Oleh karena itu, jika pada proses produksi di suatu perusahaan telah menggunakan mesin berteknologi canggih untuk melakukan setiap pekerjaannya, maka dibutuhkan tenaga kerja yang mengerti bahasa mesin untuk berkomunikasi dengan mesin tersebut. Bahasa mesin itu adalah coding.

Inilah alasan mengapa mahasiswa harus mempunyai keahlian coding karena di era ini industri mulai menyentuh dunia virtual, membentuk konektivitas antar manusia, mesin dan dat atau yang lebih dikenal dengan nama Internet of Things (IoT)

Keahlian dalam Menguasai Aplikasi

Perusahaan menengah ke atas, khususnya di bidang manufakturing biasanya menggunakan sebuah sistem aplikasi Enterprise Resource Planning (ERP) untuk mengintegrasikan sistem informasi, peningkatan efisiensi dari sistem informasi untuk menghasilkan manajemen yang lebih efisien dalam business process. Pada aplikasi ERP sendiri dibagi menjadi beberapa modul, di antaranya Finance and Control, Production Planning, Material Management, Human Resources, dan lain-lain. Fenomena ini menjadi latar belakang akan kebutuhan tenaga kerja yang mengerti tentang penggunaan aplikasi.

Tentunya masih banyak sertifikasi keahlian lain yang harus dipersiapkan oleh mahasiswa sebagai bekal agar bisa menambah value dan siap terjun di dunia kerja. Dengan melihat ketatnya persaingan bagi lulusan perguruan tinggi yang ingin dapat bersaing dan membangun karier di dunia kerja, khususnya perusahaan dan industri, seorang mahasiswa memerlukan usaha lebih dari hanya sekadar mangandalkan ijazah saja tanpa mempunyai sertifikat keahlian lain.

Bersikap berusaha sama dengan mahasiswa lain yang terus berpikir untuk mengembangkan keahlian atau keterampilan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang bersertifikasi keahlian tertentu agar berbeda dengan kebanyakan mahasiswa yang hanya mengandalkan ijazah saja menjadi salah satu cara untuk dapat memenangkan persaingan dan terus bertahan dalam membangun karier di dunia kerja dan industri. (*)

Tentang Penulis

Artha Rusidarma Putra, adalah Dosen di Universitas Bina Bangsa. Aktif di berbagai forum sebagai Pengamat Sosial dan Pendidikan.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button