Ramalan Angin Hari Itu
kau yakin, hari itu ramalan angin mengatakan
akan ada yang meninggalkanmu sendiri
pada suatu siang di sebuah kota asing
hanya ketika daun-daun gugur menjelma
ke dalam berpasang-pasang mata
membuatmu tak bisa membaca berita lagi.
di jalan itu puluhan wajah bunuh diri
ketika saling memandang. dan kau masih
percaya ramalam angin yang mengatakan kehilangan.
beberapa gedung tinggi hari itu terbakar oleh kerumun
orang-orang keluar masuk dalam langkah yang cepat
beruntun bagai udara panas yang membayang di jalan
dan kini kau terduduk di atas bangku sedingin besi dan hujan
apakah kau masih percaya sesuatu bakal tiada dari hatimu
– hari itu?
2020
Sebuah Desa Bernama Serayu
di kampungku ada sungai cantik menjulur ke laut
dan lumbung-lumbung padi yang subur dan orang-
orang menangkap ikan-ikan yang bagai kertas dan
sebagian mengungkit pasir seperti mengangkat roti
aku melihat batu-batu besar seperti nasib-nasib kota
dan terbayang gedung megah dengan orang sok sibuk
membawa berkas-berkas yang berisi rencana ke depan
di desaku yang bernama serayu anak-anak berenang
bagai burung di atas lautan, dengan gaya katak mereka
melompat dan menyelam menangkap kehidupan di mata ikan
tapi sampah-sampah berdatangan dari kota membawa kematian
dan irigasi kota yang macet seperti otak bebal mereka dan
isi perut kotor perusahaan sabun dan makanan kemasan
meracuni orang-orang di gedek-gedek rumah yang sering bocor
dan padi serta sayuran ludes oleh kiriman-kiriman dari mulutnya
2020
Aku Datang dari Kampung
aku datang dari kampung dan menjadi orang lain di kota
di hadapan wajah yang dingin di antara orang-orang asing
akulah tanda tanya yang tak pernah terbersit di mata mereka
baju, celana, dan mukaku kampungan. cara berjalanku kurang –
percaya diri seperti manusia yang belum sempurna dalam rantai
evolusinya. gaya hidupku yang pas-pasan menyebabkan aku
tersingkir dari pergaulan.
aku datang dari kampung di pedalaman, jauh dari jalan besar
yang sering dilewati bus antar kota. kebiasaanku
mencari rumput buat kambing piaraan bapak, ketika seharusnya
aku berangkat sekolah seperti teman-teman yang kulihat.
nasibku keras seperti tembok-tembok gedung kota baru
dan sesuatu yang tercoret di sana adalah bentuk penolakanku
dan lagipula siapa aku
2020
Berhenti Menginginkan Wanita
aku telah berjanji pada diriku sendiri
untuk berhenti menginginkan wanita
tempatku tak ada di antara mereka –
aku bukan masuk perhitungan / selera
mereka – sudah berapa kali kucoba
memasuki dunia batinnya yang adem
dan gigil. tapi sia-sia
aku berpandangan bahwa wanita
bukan tempat laki-laki memujanya
ia adalah orang lain yang memiliki rahasianya
dan seringkali lelaki kehilangan wajahnya
ketika dihadapkan pada matanya – mata
yang lembut dan pandai berkata cinta
2020
Hujan di Matamu
aku mendengar engkau tersedu
ketika hujan berlangsung di matamu
adakah gedung-gedung itu basah
dan burung terbang gelisah di ribuan jejak
di tapak kaki orang yang lalang-lalu
berderap seperti murid berbaris
dan dari tubuhnya dingin bagai mimpi
aku mendengar kesedihan melenguh
ketika hujan di matamu tak juga reda
padahal aku harus segera berangkat
sedang jalan-jalan di kotaku sungguh padat
oleh mata-mata sepertimu
2020
Tak Pernah Melupakan
seperti kau menyiapkan sarapan pagi
dan tidak melupakan siapa yang mungkin kepalaran
ketika kau bangkit di malam hari seperti bintang
kau tak melupakan seseorang terpencil
yang begitu kelam hatinya, seakan ruang-ruang menangis
di sampingnya
seperti ketika kau duduk dan tengah merindu
kau tak pernah melupakan seseorang
yang begitu kesepian bagai di atas kepalanya
cuma awan hitam yang menyimpan sedih
dan sewaktu-waktu di kota dalam hatinya
hujan bisa menenggelamkan kedua matanya
seperti saat kau kembali ke rumah
kau ingat ada yang tak pernah merasa tinggal di rumah
dan setiap jalanan seakan mengirimkan langkahnya
ke neraka
ketika kau bisa tertidur dan bermimpi
kau tak pernah melupakan begitu banyak anak-anak
yang kehilangan mimpinya
dan setelah usia meraka beranjak
cuma keburukan bayangan yang berkelebat
seperti maut
dan kau tak pernah ingin melupakan
segala yang datang kepadamu
dalam bentuk-bentuk yang kau bisa tuliskan
dalam puisi, untuk mengucapkan beberapa kata
yang telah hilang, telah jauh tercuri
melesat di kegelapan, dan penamu
yang tak mau patah seperti lilin
yang hanya bisa menerangi kegelapan hidup
kenangan-kenangan di setiap ingatan
2020
Hari-Hari yang Terpikirkan
kini, dalam perantauan
aku tak lagi menemukan seperti rumah
hingga bertahun-tahun usia terpelanting di aspal
dan cuma sebagai bayangan yang terinjak
langkah-langkah resah
yang mencari sesuatu di kejauhan yang hampa
dan aku bahkan pernah merindukan
bagaimana kematian terdengar lebih indah
turun dalam bisik tidur, seperti setiap orang
yang datang dengan bayangan mendengkur
ke sebuah kota yang mungkin menjerumuskannya
ke jurang; sesal
berpendar di bulan seulas senyum paling bodoh
tidakkah kau percaya segalanya ingin
menjadi dekat lagi dengan lamun
seperti menginginkan pekerjaan lama
yang dulu kita anggap menyiksa
dan siapa akan kembali menjadi masa lalu
sedang hari ini sudah berujung jauh
meninggalkan langkah kaki?
hanya gelas yang retak
karena kopi menandas dalam panas
dan tak pernah menemukan ampas
yang lebih pahit dari nasib
dari napas ketidakpedulian
dan suara yang tak pernah karib
dan memang tak ada siapa-siapa
semua dapat kau lihat
; hilang dariku, dan betapa banyak lagi
kelupaan yang meluncur, membuat tangis
membuat lekuk bagi sungai-sungai airmata
tanpamu seperti rahasia kepiluan
jatuh berdering di rerumputan
yang juga menangis karena kesepian
dan kita tak pernah lengkap
hari-hari yang terpikirkan cuma itu
dan kamu
2020
Puisiku
kata-kataku yang tak pernah dewasa
untuk mencintaimu
seperti kanak-kanak yang lepas
dari diriku
puisiku tidak pernah menjadi puisi
sebab puisiku hanya kamu
di hatiku
2020
Tentang Penulis: Khanafi, lahir di Banyumas, Jawa Tengah, pada 4 Maret 1995. Tulisan-tulisannya berupa puisi, cerpen, dan essay tersiar di beberapa media massa baik situs daring maupun cetak, seperti; Detik.com, Linikini.id, Tembi.net, Litera.co.id, Sastra Biem.co, Becik ID, Apajake.id, Koran Tempo, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Radar Banyuwangi, Radar Banyumas, Budaya Fajar, Pos Bali, serta terikut dalam berbagai buku antologi puisi. Beberapa puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Prancis. Penulis berkhidmat di Forum Penyair Solitude. Sehari-hari bekerja sebagai editor lepas. Sekarang penulis tinggal di Purwokerto dan tengah merampungkan buku kumpulan puisinya. Penulis bisa dihubungi melalui E-mail : [email protected].