KOTA SERANG, biem.co – Keputusan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) Untirta yang menetapkan hanya satu pasangan calon (paslon) Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) mendapatkan gugatan karena dinilai cacat prosedur.
Untuk diketahui, mahasiswa Untirta saat ini tengah menggelar Pemilu Raya (Pemira), ajang kontestasi politik satu tahunan untuk memilih pimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dari tingkat universitas hingga jurusan.
Beberapa waktu yang lalu, KPUM tingkat universitas menetapkan paslon Zarly-Tabiek sebagai paslon tunggal. Sehingga terjadi aklamasi lantaran dua bapaslon lainnya, yakni Faras-Naufal dan Irfandi-Gemilang, tidak lolos dengan alasan telat melakukan pemberkasan.
Ketua Timses Bapaslon Faras-Naufal, Wandi mengatakan, pihaknya keberatan dengan keputusan KPUM. Ia mengatakan bahwa gugatan yang pihaknya lakukan merujuk pada UU KBM Untirta Amandemen 2020 Bab VII Pasal 25.
Dalam pasal itu, disebutkan bahwa dalam hal verifikasi terdapat bapaslon yang tidak memenuhi syarat administratif dan mengakibatkan hanya terdapat satu bapaslon, maka KPUM memberikan waktu 1x24jam untuk melengkapi persyaratan administratif tersebut.
“Artinya jelas, jika hanya ada satu paslon, maka pihak KPUM memberikan perpanjangan waktu 1×24 jam kepada bakal paslon untuk melengkapi pemberkasan, bukan memutuskan aklamasi,” ujarnya, Senin (15/03/2021).
Wandi menuturkan bahwa pihaknya juga dirugikan akibat kelalaian KPUM dalam hal penyampaian informasi terkait kelengkapan berkas calon. Ia mengatakan, Ketua KPUM menyampaikan bahwa kekurangan berkas bapaslon Faras-Naufal hanya pas foto dan visi misi, yang dapat dilengkapi sebelum penutupan verifikasi tertutup.
“Namun ketika proses verifikasi terbuka, ternyata ada berkas persyaratan lain yang tidak terlampirkan, yang kemudian membuat paslon kami tidak diloloskan. Seharusnya pihak KPUM bisa menginformasikan sejak awal jika memang ada kekurangan berkas lain,” tegasnya.
Timses lainnya, Yassir, menyampaikan bahwa kondisi persidangan penetapan paslon pada saat itu dalam kondisi yang tidak kondusif. Hal ini disebabkan terlalu banyaknya timses yang masuk ke ruang persidangan.
Padahal berdasarkan kesepakatan, seharusnya hanya ada 5 orang dari masing-masing timses bapaslon. Hal itu pun diduga menjadi salah satu upaya untuk membuat persidangan menjadi tidak kondusif dan mengintimidasi KPUM.
“Bahkan dalam persidangan muncul kata ‘lakban mulut’ yang dilontarkan oleh salah satu oknum Timses sambil berdiri dan menunjuk-nunjuk salah satu rekan kami dari timses Faras-Naufal dan juga kata-kata ‘gw sikat lu’ sambil menunjuk ketua KPUM Untirta,” ujarnya.
Yassir menegaskan bahwa keputusan dalam sidang penetapan paslon Presma dan Wapresma Untirta oleh KPUM dinilai sudah tidak demokratis, dengan adanya tindakan intimidasi untuk mempengaruhi keputusan.
“Pemira Untirta tahun ini jelas cacat prosedur dan tidak demokratis dengan adanya intimidasi oleh timses salah satu palson dalam proses persidangan verifikasi terbuka. Saya berharap kedepan hal memalukan seperti ini tidak terjadi lagi,” tandasnya. (as)