Opini

Dian Wahyudi: Menyoal Kebijakan PSBB dan Pariwisata Bupati Lebak

biem.co — Ketua DPD Partai Demokrat Banten, Iti Octavia Jayabaya bersama kader Demokrat Banten menjamu Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam kegiatan berkemah di udara terbuka di Bukit Waruwangi, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Kamis, 18 Februari 2021. Dalam kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut, Iti Octavia Jayabaya didampingi oleh pengurus DPD, DPC, dan anggota fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Banten.

Namun dalam hal ini, saya tidak sedang memberi pendapat apa yang dilakukan Ibu Hj. Iti Octavia Jayabaya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Banten, tetapi lebih kepada sosok beliau sebagai Bupati Lebak, yang diketahui kembali memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) 30 hari ke depan sampai tanggal 19 Maret 2021.

Walaupun menurut orang-orang terdekatnya merupakan hal yang wajar menjamu dalam sebuah acara, bagi saya cukup menggelitik. Di saat beliau menerapkan aturan PSBB untuk warganya, beliau malah melakukan kunjungan ke destinasi wisata di “kabupaten tetangga”, yang menurut hemat saya, cukup mencederai rasa keadilan para pelaku wisata dan ekonomi kreatif di Kabupaten Lebak, di saat para penggiat wisata dan UMKM terpuruk karena penutupan seluruh destinasi wisata akibat kebijakan PSBB Bupati Lebak.

Seharusnya, momen ini menjadi pemantik solusi, sharing kebijakan, kok bisa destinasi wisata di daerah lain, padahal sama-sama di Provinsi Banten tetap dibuka? Karena destinasi wisata Bukit Waruwangi sebelumnya juga sempat ditutup pada Januari 2021 yang lalu. Kemudian dibuka kembali, dengan memperketat protokol kesehatan Covid-19. Menurut saya, hal ini perlu menjadi kajian, agar destinasi wisata di Kabupaten Lebak juga dapat dibuka, tentunya dengan standar operasional protokol kesehatan yang ketat pula.

Di Kabupaten Lebak terdapat cukup banyak destinasi wisata serupa berupa camping ground. Salah satunya di Hutan Adat Kasepuhan Karang, Desa Jagaraksa, yang dibuka bersamaan dengan momen Festival Hutan Adat pertama yang dilaksanakan di Kasepuhan Karang pada Desember 2017 yang lalu. Awalnya paket wisata Hutan Adat merupakan produk unggulan yang ditawarkan di kawasan wisata Pesona Maranti ini. Pekan yang lalu, saya berada di Hutan Adat ini untuk satu keperluan di Kecamatan Sobang. Suasananya tampak lesu dan kurang terawat, salah satunya karena imbas pandemi Covid-19.

Ada pula Wisata Alam Bukit Curahem, seperti dikutip Gerbangbantenonline, terletak di kawasan hutan milik Perhutani dengan luas 5 hektare, di Desa Sukanegara Kecamatan Gunungkencana Kabupaten Lebak. Wisata ini mempunyai konsep ekowisata, sebagai salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.

Hanya berjarak 3,8 KM dari Ibukota Kecamatan dan berjarak 45,2 KM dari Ibukota Kabupaten. Pepohonan yang tumbuh di Wisata Alam ini didominasi oleh pohon meranti, mahoni, sabrang, bambu dan rotan. Dikelola oleh Pengurus BUMDes Bina Sejahtera Desa Sukanegara bekerja sama dengan Pemerintah Desa dan Pihak RPH Kecamatan Gunungkencana.

Dan tentunya banyak lagi destinasi wisata lain di Kabupaten Lebak, baik wisata pantai seperti Pantai Sawarna, Pantai Bagedur, Danau Talanca, wisata hutan, wisata curug atau air terjun, kebun teh dan lain-lain.

Tinggal teknis skema seperti apa yang dapat diterapkan di masing-masing destinasi wisata di Kabupaten Lebak tersebut. Mengutip Media Indonesia, Sekretaris Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dalam satu kesempatan pernah memaparkan skema pemulihan sektor pariwisata, dengan mengoptimalkan manajemen krisis penanganan Covid-19, di mana isu kesehatan menjadi faktor utama pertimbangan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata.

Protokol kesehatan dan destinasi berstandar CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability) harus diterapkan di destinasi wisata, merupakan hal mutlak, sebagai stimulus bagi wisatawan untuk kembali mengunjungi objek wisata, juga untuk mendukung keberlangsungan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Serta pemberian sertifikasi CHSE, sebagai proses pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata, destinasi pariwisata, dan produk pariwisata lainnya untuk memberikan jaminan kepada wisatawan terhadap pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Hal itu berkaitan dengan indeks persepsi dari pasar internasional tekait penanganan Covid-19 di Indonesia yang berada di kisaran 20 persen, yang mengindisikasikan persepsi negatif terhadap dunia pariwisata Indonesia.

Sebagai solusi penanganan Covid-19 dan menjaga keberlangsungan ekonomi masyarakat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak baru sebatas melakukan pemberlakuan PSBB (khusus di Provinsi Banten sudah dilakukan perpanjangan ke-6 yang berlaku hingga 19 Maret 2021), termasuk di destinasi wisata, juga melakukan pembatasan jam operasional usaha.

Pada praktiknya, Pemkab harus bijak dalam menerapkan peraturan, jangan sampai mematikan kegiatan perekonomian masyarakat, keberlangsungan aktivitas destinasi wisata dan ekonomi kreatif. Perlu ketegasan dan penegakan aturan, antara lain tentang jam operasional tempat-tempat usaha dan jumlah maksimum warga yang boleh berkerumun. Satpol PP jangan asal main tutup saja. Penanganan Covid-19 harus terus dilakukan dengan ketat. Tapi perekonomian masyarakat, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga harus tetap berjalan.

Untuk di destinasi wisata, homestay, dan lain-lain, menurut hemat saya, dapat pula menerapkan semisal sistem pendaftaran online mirip SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi, untuk yang terbiasa mendaki gunung), di mana pemkab menyiapkan aplikasi. untuk wisatawan yang ingin berkunjung ke destinasi wisata atau menginap di penginapan, ditambah harus pula menyertakan hasil rapid antigen atau swab. Sampai dapat dilakukan blacklist terhadap wisatawan yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan. Atau perlu dicontoh pula, membuat buku panduan atau ebook Pencegahan Covid-19 Sektor Pariwisata seperti yang dilakukan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

Atau dengan mengunduh dan penyebarluasan buku atau ebook Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan di Daya Tarik Wisata, dalam rangka melaksanakan protokol kesehatan bagi masyarakat produktif untuk pencegahan dan pengendalian covid-19, yang diterbitkan Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dapat dijadikan panduan bagi para pengusaha dan/atau pengelola, pemandu wisata lokal, serta karyawan daya tarik wisata dalam adaptasi kebiasaan baru.

Panduan ini juga dimaksudkan menjadi acuan bagi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, Pemerintah Desa/Kelurahan, termasuk Desa Adat, asosiasi usaha dan profesi terkait daya tarik wisata, dan kelompok penggerak pariwisata/kelompok sadar wisata untuk melakukan sosialisasi, tutorial/edukasi, simulasi, uji coba, pendampingan, pembinaan, pemantauan dan evaluasi dalam penerapan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan demi meningkatkan keyakinan para pihak serta reputasi usaha dan destinasi pariwisata.

Semoga ke depan, masyarakat, pelaku ekonomi, penggiat destinasi wisata dan ekonomi kreatif dapat menerapkan panduan di atas dan memiliki kepastian dalam usaha, dalam penerapan standar protokol kesehatan Covid-19, dengan dukungan penuh kepala daerah dan stake holder terkait.

Memaksimalkan keberpihakan, kinerja dan anggaran untuk mewujudkan visi dan misi Kabupaten Lebak di sektor pariwisata. Seperti, jika tidak di-refocusing agar dapat dipertimbangkan kembali (kabar) rencana revitalisasi rehab Bumi Perkemahan Pasir Roko Cimarga atau Rehab rumah Multatuli di dalam RSUD Adjidarmo atau perbaikan fasilitas Alun-alun Rangkasbitung yang masing-masing dianggarkan Rp1 miliar, dialihkan kepada program pembenahan destinasi wisata atau mengikutsertakan pengelola sektor pariwisata mendapatkan sertifikasi, agar lebih bermanfaat.

Semoga saya tidak disebut bodoh hanya karena menyoal kebijakan Bupati Lebak. Benar apa kata orang bijak, tujuan kita belajar itu bukan semakin merasa pintar, tapi semakin pintar merasa. Merasa kalau ternyata aku masih bodoh banget. Merasa kalau ternyata aku bukan apa-apa. Merasa kalau ternyata banyak yang lebih mulia. Wujud rasa cinta kepada kampung halaman harus terus dilakukan. Kalau meminjam kalimat Mahatma Gandhi, “cinta tidak pernah menuntut, cinta selalu memberi. Cinta selalu menderita, tanpa pernah meratap, tanpa pernah mendendam”.

Mewujudkan visi misi Kabupaten Lebak di sektor pariwisata tidak boleh lesu, terlalu banyak pelaku ekonomi yang berharap agar sektor pariwisata kembali menggeliat. Bekerja dengan hati, bekerja sepenuh cinta harus terus digalakan, “karena cinta tidak terlihat dengan mata, tetapi dengan hati,” kata William Shakespeare. (*)


Dian Wahyudi, Anggota Fraksi PKS DPRD Lebak.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button