biem.co — Sudah cukup lama saya tidak berjumpa dan ngobrol dengan sahabat saya Jaro (kepala Desa) H. Aliyudin Desa Mekarmanik kecamatan Bojongmanik kabupaten Lebak. Tahun 2016 beliau terpilih menjadi kepala desa. Perkenalan saya dengan beliau, sudah dari tahun 2007, sejak saya banyak berkeliling ke beberapa desa di Bojongmanik. Saya datang, diundang acara syukuran di keluarga mertuanya di kp Baru, kampung relokasi, yang sekira tahun 2011 kampung asalnya longsor karena pergerakan tanah, warga yang direlokasi saat itu sekira 100 KK lebih. Saat ini, Alhamdulillah, kampung tersebut menurut ka jaro sudah mendapatkan sertifikat hak milik, lewat program ajudikasi BPN di desa Mekarmanik tersebut.
Diketahui, jarak tempuh dari desa ke Rangkasbitung sekira 70 Km sedangkan ke kecamatan Bojongmanik sekira 4 Km saja. Menurut ka jaro, kalau luasnya mencapai 1.057 Ha dengan jumlah penduduk mencapai 2.487 jiwa terdiri dari 1.245 penduduk laki-laki dan 1.242 penduduk perempuan dan terdapat 13 Kampung, 23 RT dan 7 RW. Menurut keterangannya, dari 600 kepala keluarga 40% warga desa Mekarmanik masih di dalam garis kemiskinan dan sebagian besar penduduk Mekarmanik bekerja sebagai buruh tani, petani, wiraswasta. Dengan tingkat minat bersekolah, SD dan SMP masih relatif tinggi, berbeda di jenjang SLTA yang masih kurang peminat.
Dari sisi perekonomian, di samping bertani, di desa Mekarmanik terdapat pula pengrajin bambu, yang menurut ka jaro, tentunya membutuhkan keberpihakan pemerintah kabupaten (pemkab) Lebak agar produksi mereka dibantu, terutama dari sisi pembinaan kualitas, jenis dan pemasaran produk, sehingga diharapkan dapat menggairahkan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Kerajinan bambu tersebut, sudah ada sejak puluhan tahun dan turun temurun, namun hingga kini masih berjalan di tempat akibat kesulitan pemasaran itu. Saat ini, jumlah perajin bambu di wilayahnya tercatat 60 orang dan mereka menggeluti usaha tersebut masih dijadikan usaha sampingan, selain sektor pertanian dan perkebunan.
Produksi aneka kerajinan itu antara lain piring lidi, lampion, kipas angin, tampan untuk menyimpan makanan, gelas, tempat nasi (boboko), tempat ikan (sair), tas hingga tempat beras (nyiru). Sebenarnya, sederhana saja, karena bahan baku bambu di daerahnya cukup melimpah, walaupun hanya dikelola secara manual alias tradisional, termasuk pemasaran, masih menjual kerajinan bambu dengan berjalan kaki dan berkeliling, keluar masuk kampung, dengan penghasilan rata-rata Rp800 ribu/bulan, ceuk budak tea mah geus uyuhan sakitu geh (sudah mendingan dapat penghasilan segitu juga).
Harapan lain, mendapatkan keberpihakan dari sisi pembangunan insfrastruktur jalan. Saat saya menuju desa ini, jalan poros desa dari jalan utama kecamatan Bojongmanik menuju desa Mekarmanik ini, masih buruk, jalan menanjak berbatu dan agak kewalahan jika di musim penghujan, padahal ruas jalan ini, jika dilihat secara geografis sangat potensial, karena menghubungkan setidaknya empat desa, desa Mekarmanik, desa Kadu Rahayu kecamatan Bojongmanik menghubungkan desa Cempaka dan desa Badur kecamatan Gunungkencana.
Jaro H. Aliyudin bercerita, pernah pula merangkul 230 orang yang memelihara domba atau kambing ternak. Potensinya cukup besar sebenarnya untuk menjadi Sentra Kambing, atau Desa Ternak, untuk bersama-sama memajukan perekonomian desa. Dari sisi pakan tidak kesulitan, karena tersedia hamparan rumput yang sangat luas, tinggal bagaimana kita berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Untuk itu, menurut jaro, dalam meningkatkan SDM tersebut pihaknya bersinergi dengan Sadulur Peternal Lebak (SPL), karena dinilai sudah sukses dalam mengembangkan usaha peternakan, khususnya kambing, juga menjalin kerjasama dari sisi pemasaran dengan salahsatu perusahaan pengembangan ternak kambing di daerah Sukabumi.
Pernah pula, melakukan pertukaran budaya dan informasi wisata di tahun 2019, dengan menerima puluhan mahasiswa dari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Bursa, Turki menggelar bakti sosial (baksos) di Desa Mekarmanik. Mereka datang dari berbagai daerah di tanah air untuk berbagi pengalaman dengan masyarakat Bojongmanik terkait dengan studi di luar negeri. Selain itu, para mahasiswa ini juga membawa sejumlah pegiat pendidikan di Turki untuk berbagi cerita dan bertukar budaya antara Turki dengan warga kabupaten Lebak. Meski dalam pelaksanaannya tidak mudah, kegiatan tersebut, menurut jaro, berhasil membangun lima sektor utama di Desa Mekarmanik; Pendidikan, Ekonomi, Kesehatan, Sosial Budaya dan Pariwisata. Diantaranya ada seminar mengenai kewirausahaan serta penanaman 100 bibit durian.
Ada pula Mahasiswa Polstat STIS, pernah melakukan kegiatan Pengembangan Desa Tertinggal (PDT), diikuti oleh mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Pengabdian Masyarakat dan Kepedulian Lingkungan (UKM PMKL). UKM PMKL merupakan wadah bagi mahasiswa Polstat STIS yang ingin menyalurkan bantuan sosial sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Dengan kehadiran berbagai stakeholder tersebut, tentunya kami sangat terbantu.
Saat saya tanya, apa yang sekarang sedang hangat menjadi pembicaraan warga desa? Ka jaro menyampaikan, disamping potensi Batu Bara yang memang sudah sejak dulu di ekplor oleh banyak pengusaha, namun sayangnya belum bisa menjadi sumber pendapatan desa. Saat ini sedang ramai, potensi Batu Karang, sudah banyak yang survei lokasi, bahkan beberapa pengusaha sudah membeli beberapa hektar tanah yang memiliki lokasi batu karang tersebut.
Kabar potensi Batu Karang ini, cukup menarik, karena kabarnya juga menarik minat beberapa pengusaha di kabupaten Lebak. Untuk apa tanya saya, batu karang tersebut ? Sayang saya belum sempat melihat seperti apa Batu Karang yang dimaksud, karena situasi hujan lebat, dan sudah jelang sore. Apakah akan dimanfaatkan menjadi Instalasi Gabion yang tengah ramai dibicarakan di kota, menjadi hiasan taman atau pagar rumah. Atau akan dieksplor menjadi tambang batu kapur atau karang, yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan semen atau dimanfaatkan untuk bahan kosmetik kecantikan ?
Agak menarik pula memang, beberapa desa di kecamatan Bojongmanik ini, diantaranya cukup banyak tersebar batuan karang, disamping di desa Mekarmanik ini, adapula di desa Parakan Beusi. Agak mirip seperti di dibeberapa desa di kecamatan Bayah dan kecamatan Cibeber, yang belakang kemudian menjadi salah satu pabrik Semen.
Saya berharap, pemkab Lebak ataupun stakeholder terkait mulai serius pula melakukan survei dan kajian, terkait potensi sumber daya alam (SDA) tersebut, jangan sampai ekplorasi tidak terkendali, karena kabarnya ekplorasi Batu Bara yang selama ini dilakukan merupakan salah satu penyebab seringnya daerah ini beberapa kali longsor atau terjadi pergerakan tanah sampai terjadi patahan, sampai beberapa meter, yang mengakibatkan musibah fatal. Semoga hal yang tidak diharapkan tidak sampai terjadi. Antisipasi terbaik, harus terus dilakukan daripada menyesal kemudian. Wallahu’alam. (*)
Dian Wahyudi, Anggota Fraksi PKS DPRD Lebak.