JAKARTA, biem.co — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, sebagian besar wilayah Indonesia yaitu 94 persen dari 342 Zona Musim saat ini, telah memasuki puncak musim hujan.
Seperti yang telah diprediksikan sejak Oktober 2020 lalu, dimana Puncak Musim Hujan akan terjadi pada Januari dan Februari 2021.
Untuk itu, BMKG menghimbau, agar masyarakat perlu waspada terhadap terjadinya cuaca ekstrem.
“Kami mengimbau masyarakat dan seluruh pihak untuk tetap terus mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang cenderung meningkat di dalam periode Puncak Musim Hujan ini,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (23/1/2021).
Ia menyebutkan, sebagian besar wilayah yang berada pada Puncak Musim Hujan tersebut terutama sebagian Sumatera bagian Selatan, sebagian besar Jawa, sebagian Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan bagian selatan Papua, dan diperkirakan puncak musim hujan di wilayah tersebut, akan berlangsung hingga Februari 2021.
“Pada periode musim hujan dan puncak musim hujan ini juga sering terjadi peristiwa cuaca ekstrem dengan curah hujan kategori tinggi dan sangat tinggi,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi Guswanto mengatakan, peningkatan trend curah hujan ekstrem yang di prediksi akan berlangsung hingga Februari 2021, selain dipicu oleh fenomena dan/atau gangguan skala iklim, juga dikaitkan sebagai dampak dari adanya perubahan iklim.
“Dari pengamatan BMKG walaupun curah hujan berada pada tingkat sedang, namun masih berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Hal ini tergantung pada daya dukung lingkungan dalam merespon kondisi curah hujan,” kata Guswanto.
Ia mencontohkan, jika terjadi banjir bandang, dikarenakan adanya sisa-sisa penebangan pohon dibagian hulu, yang dapat menahan air.
Jika hujan terus berlangsung, lanjutnya, kemudian (sisa penebangan) akan hanyut dan mengakibatkan banjir bandang di bagian hilirnya.
“Demikian pula banjir dan genangan. Selain akibat curah hujan tinggi, juga dapat diakibatkan kondisi permukaan yang tidak mendukung air mengalir dengan cepat atau normal ke saluran-saluran yang semestinya,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kondisi dinamika atmosfer yang tidak stabil dalam beberapa hari ke depan, dipastikan dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia.
Ditambah dengan adanya kombinasi antara MJO, gelombang Rossby Ekuator, gelombang Kelvin, dan gelombang Low Frequency di wilayah dan periode yang sama yakni di Laut China Selatan, Samudera Pasifik utara Papua, Samudera Hindia barat Lampung hingga selatan NTT, sebagian besar Jawa, Bali, NTT bagian barat, Laut Bali, Laut Sumbawa, dinilai mampu meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut. (Arief)