Sebuah Perahu
:redovan jamil
dan kau pun
menjelma perahu yang siap menyusuri
sungai sampai jauh ke selat.
mengabari ikan-ikan dan pohon-pohon
yang tumbuh di tepian bahwa tiap kembara
akan merindukankan cerita-cerita
dari kampung halaman
tanpa sekali pun lupa jalan pulang.
kau menulis berpuluh-puluh sajak
mengisahkan bagaimana sepasang lenganmu
memeluk kota-kota jauh
dan pasar-pasar yang sibuk.
juga mengemas tiap potongan langit yang mekar
seperti bunga seroja dari pagi ke pagi yang lain.
jamil, pada suatu ketika nanti
barangkali ombak sedang tidak baik.
musim hujan merengkuh badai lebih besar
dan kau oleng, berkali-kali nyaris karam.
tetaplah teguh seperti bambu-bambu
yang tumbuh di tanah kelahiran.
Kamar Alegori, Juni 2020
Kenangan Tidak Menua
meski waktu di antara kita kian menipis
dan jarak tempuh makin membentang
aku tidak sekali pun berpikir untuk melupakanmu.
sebab kenangan tidak pernah menua
walau tatap kita telah raib entah ke mana
meninggalkan rindu yang selalu terhidang di meja.
aku selalu membiarkan semua ingatan itu
tumbuh seperti bunga-bunga seruni di pekarangan
tempatku melepas resah dan rasa ingin bertemu.
Kamar Alegori, Juni 2020
Catatan Rindu
bukankah kita telah melewati pekan-pekan
yang sulit di musim kering, ketika kita begitu
berharap hujan turun tepat waktu untuk menghapus
semua perasaan yang mulai asing dan berdebu?
kita pernah menjelma sepasang kursi kayu.
diam menghadap ke barat untuk menyerap
ketenangan langit senja lalu menggantungnya
di dinding ruang tengah sebagai suvenir
perjalanan perasaan kita kala itu.
tidakkah kau mampu mengingat itu
dengan baik, meski dua keping puzzle
kenangan terjatuh di suatu tempat, dan kita
tahu itu di mana. atau tidak bisakah
kita berpura-pura saja bahwa kita memang
sudah ditakdirkan berada pada satu garis yang sama?
tapi pada akhirnya aku harus mencatat
satu hal penting tentang semua ini:
dua keping yang hilang itu adalah kita
dan rindu telah berhenti bekerja
untuk mengembalikannya.
Kamar Alegori, Juni 2020
Hari Raya Pagi
bilamana masih kucium keheningan
dan kusesap seduhan sinar matahari
dalam dadaku
atau sesekali kudengar hujan yang ritmis
berderai membasahi dedaunan dan bakal buah
itulah sebuah perayan.
pesta yang besar
hari raya pagi
hari di mana tuhan memberi kita kesempatan
yang datang berkali-kali.
Kamar Alegori, Juni 2020
Membicarakan Hari Kelahiran
membicarakan hari kelahiran
adalah waktu yang tepat untuk mengunggah banyak doa
dan berterima kasih kepada kreator semesta
atas segenap kebaikan yang tak mungkin
mampu terurut sebab semua itu adalah rahasia.
kita kerap berbincang perkara hari
dan kau tak bosan menasihati
hidup itu tak sekadar asap dari kepulan kue tart
lalu menangis karena alasan terharu dan melimpah oleh rasa bahagia
padahal semua itu segera lenyap dalam senyap
dan kita kembali sendiri.
ada banyak waktu membicarakan hari
tak mesti tentang kelahiran
bisa saja mengingat kematian
yang bisa datang menjemputkapan saja
dan mata kita gelap oleh pekatnya luka
sementara air mata seperti mata air dari hulu sungai
yang mengalir dalam dada
selamat untuk hari dimana kehidupan terjadi
tetaplah seperti langit
yang biru,indah dan tak pernah memiliki prasangka
meski dunia yang kecil ini bisa dilahap
dalam sekali kunyah.
Kamar Alegori, 2020
Di Kebun Karet
tak mesti mendaki keheningan gunung tinggi
atau mengunjungi ombak di pantai, untuk menemukan
kata-kata dan mengemas rindu ke dalam puisi.
segala keteraturan di sini akan menuntunmu
kepada banyak hal. bahkan mengenali diri sendiri.
di kebun karet, kau belajar bagaimana orang-orang
bekerja keras dan kuat. berjalan jauh menyusuri semak rendah
menghampiri tiap dahan yang rimbun dan jangkung,
seperti mengunjungi kekasih yang merentangkan
kedua tangannya. menantikan sebuah pelukan dari seseorang
yang tahu bagaimana merawat kata-kata.
dan pada hamparan hijau di bukit dan lembahnya yang sunyi
kedamaian tak memerlukan rumus yang rumit. ia hanya butuh
perspektif saat kau melihat barisan pohon karet
yang kadang menjadi zig-zag dalam lurusnya, atau membentuk
pola yang membuat dadamu dipenuhi tanda tanya. hingga nanti
saat angin menjatuhkan kata-kata yang lebih teduh dari dahannya,
sebuah puisi terlahir dengan bijaksana. di tanah kelahiran
pohon-pohon yang mencintai keramahan manusia.
Kamar Alegori, 2020
M.Z. Billal, lahir di Lirik, Indragiri Hulu, Riau. Menulis cerpen, cerita anak, dan puisi. Karyanya termakhtub dalam kumpulan puisi Bandara dan Laba-laba (2019, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali), Membaca Asap (2019), Antologi Cerpen Pasir Mencetak Jejak dan Biarlah Ombak Menghapusnya (2019) dan telah tersebar di media seperti Pikiran Rakyat, Rakyat Sumbar, Radar Mojokerto, Haluan Padang, Padang Ekspres, Riau Pos, Fajar Makassar, Banjarmasin Post, Magelang Ekspres, Radar Cirebon, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Radar Malang, Radar Tasikmalaya, Bangka Pos, Radar Bekasi, Tanjung Pinang Pos, Bhirawa, Analisa, Merapi, Cakra Bangsa, dll. Fiasko (2018, AT Press) adalah novel pertamanya. Bergabung dengan Community Pena Terbang (COMPETER), Komunitas Pembatas Buku Jakarta, dan Kelas Puisi Alit.