biem.co – Sobat biem, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 telah usai digelar pada Rabu (9/12/2020) lalu. Dari 270 daerah yang melaksanakan Pilkada, 102 diantaranya melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Adapun rinciannya yaitu satu gugatan atas Pemilihan Gubernur, 90 gugatan atas Pemilihan Bupati, dan 11 gugatan atas Pemilihan Wali Kota
Secara umum, persoalan yang dikemukakan para pemohon adalah masalah netralitas penyelenggara, penggelembungan suara, pengerahan pemilih, hingga tidak dilaksanakannya rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) oleh penyelenggara Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang berpengaruh terhadap perolehan suara masing-masing pasangan calon (paslon).
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Mudarwan Yusuf kuasa hukum pasangan calon nomor urut dua Gusril Pausi-Medi Yuliardi, yang merupakan petahana dalam pemilihan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Dilansir dari laman mkri.id, pemohon mengatakan pihak penyelenggara telah bersikap tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Kabupaten Kaur, antara lain menghambat proses penyerahan surat keputusan KPU tentang penetapan hasil perolehan suara pasangan calon.
Menurutnya, pihaknya telah meminta dokumen resmi KPU Kabupaten Kaur tentang penetapan hasil perolehan suara, tetapi oleh penyelenggara dokumen tersebut tidak kunjung diserahkan. Ia kemudian menilai tindakan tersebut merupakan upaya dari penyelenggara agar pemohon tidak dapat mengajukan permohonan ke MK.
Di saat yang sama, MK juga menerima pendaftaran permohonan perselisihan hasil pilkada Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Permohonan tersebut diajukan oleh pasangan calon nomor urut empat Rustam Akili-Dicky Gobel. Rustam yang datang langsung didampingi kuasa hukumnya Duke Arie, mengatakan bahwa KPU tidak netral dalam pilkada Kabupaten Gorontalo.
Menurut Rustam, KPU tidak melaksanakan rekomendasi KPU untuk mendiskualifikasi pasangan calon Nelson Pomalingo-Hendra Hemeto. “Selain itu, pelanggaran lain yang terjadi dalam pilkada Kabupaten Gorontalo antara lain mobilisasi Aparatur Sipil Negara oleh petahana, politik uang, dan penggelembungan suara,” tandasnya. (Eys)