biem.co — Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 telah berakhir. Petahana mencatatkan kemenangan di tiga daerah di provinsi Banten, yakni di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Di Kota Cilegon, petahana tumbang dan menandai kekalahan ‘Dinasti’ almarhum Aat Syafaat di kota Baja.
Jauh sebelum hari pencoblosan, kandidat calon kepala daerah memiliki kecenderungan memborong partai sebagai kendaraan politik. Di Kabupaten Serang dan Pandeglang, mayoritas partai bersikap pragmatis dengan mendukung petahana yang memiliki elektabilitas dan popularitas tinggi. Kondisi tersebut membuat masyarakat sebagai vooter tidak memiliki banyak pilihan calon pemimpin, sehingga dipaksakan memilih calon yang menjadi selera partai politik.
Di Kabupaten Lebak, petahana yang bertarung pada pilkada 2018 berhasil mengkonsolidasikan partai politik. Akibatnya, tidak ada alternatif pilihan yang disuguhkan kepada rakyat Lebak dalam proses demokrasi prosedural tersebut. Untuk itu, pasangan Bupati Iti Octavia Jayabaya dan Wakil Bupati Ade Sumardi yang didukung semua parpol melenggang mulus menjadi pemimpin Lebak periode kedua.
Ada beberapa alasan yang membuat partai bersikap pragmatis. Salah satunya akibat tidak berjalannya kaderisasi di internal parpol. Sebagai pilar demokrasi, partai idealnya menjadi wadah untuk mencetak calon pemimpin di tingkat lokal maupun nasional. Namun itu tidak berjalan dengan baik, karena parpol sendiri lebih memilih calon pemimpin dengan cara instan. Akhirnya, calon kepala daerah dari kalangan artis dan pemilik kapital yang menjadi prioritas untuk dimajukan dalam setiap kontestasi.
Di tengah pragmatisme parpol dan pemilih di Lebak, maka tugas calon pemimpin Lebak ke depan harus mampu mendobrak dengan sesuatu yang revolusioner. Lebak seakan tak berdaya melawan TIRANI kekuatan finansial bisa di “counter” dengan terus secara simultan melakukan edukasi dan advokasi kepada masyarakat.
Kepemimpinan Bupati Iti Octavia Jayabaya dan Wakil Bupati Ade Sumardi baru berjalan kurang lebih satu tahun sebelas bulan. Namun, beberapa tokoh politik lokal sudah mulai gerilya untuk melanjutkan kepemimpinan di Bumi Multatuli. Beberapa kandidat yang beredar di media sosial, diantaranya politisi PKS Iip Makmur, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Ade Hidayat, mantan Ketua DPC Gerindra Oong Syahroni, dan Ketua Gapensi Lebak Moch Nabil Jayabaya. Tidak hanya itu, nama Ketua DPD Partai Golkar Lebak Suparman, Ketua DPC PDI Perjuangan Junaedi Ibnu Jarta, mantan Wakil Bupati Lebak Amir Hamzah, dan politisi Nasdem Adi Abdillah Marta juga meramaikan bursa calon suksesor Iti Octavia Jayabaya.
Dari kalangan akademisi, nama Agus Sutisna, KH Pupu Mahpudin, dan Ade Bujhaerimi juga banyak dibincangan. Mereka cukup potensial, walaupun tidak memiliki afiliasi politik kepada partai tertentu.
Baca Juga
Para calon Bupati dan Wakil Bupati tersebut sebagian telah mulai memasarkan namanya di media sosial. Walaupun belakangan, para kandidat calon pemimpin Lebak itu masih malu-malu ketika ditanya terkait pilkada 2023. Ada dua kemungkinan yang membuat kandidat calon kepala daerah tidak mau terang-terangan menyatakan niatnya untuk maju pada pilkada 2023. Pertama, karena waktu pemilihan kepala daerah masih jauh, sehingga mereka sungkan untuk menyatakan sikap politiknya ke publik. Kedua, karena para kandidat takut terhadap ‘Dinasti’ Jayabaya yang telah berkuasa di Lebak selama hampir 17 tahun.
Bahkan, penulis masih belum yakin, para kandidat yang telah muncul ke permukaan memiliki keberanian untuk menjadi penantang ‘Dinasti’ Jayabaya. Kemunculan calon suksesor Bupati Iti Octavia Jayabaya diyakini hanya cek ombak sambil menunggu respons publik. Atau mungkin mereka ingin dilirik ‘Dinasti’ Jayabaya untuk menjadi pendamping salah satu anggota keluarga dinasti tersebut.
Wajar jika kemudian para kandidat tersebut ingin dilirik atau didukung keluarga Jayabaya. Karena, keluarga Jayabaya memiliki keunggulan dibandingkan kandidat lain yang telah bermunculan. Modal kapital yang besar, popularitas, dan jaringan di masyarakat maupun di birokrasi menjadi kekuatan yang sulit ditumbangkan.
Bahkan, di kalangan jurnalis Lebak muncul istilah, hanya orang gila yang berani melawan keluarga mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya. Kondisi tersebut membuat para calon kandidat pada pilkada 2018 tidak ada yang berani menjadi penantang. Parpol dan kandidat lain akhirnya lebih memilih mendukung keluarga Jayabaya untuk melawan kotak kosong.
Pada pilkada 2023, penulis memprediksi ‘Dinasti’ Jayabaya akan kembali memborong partai politik. Tapi, karena periode kepemimpinan Iti Octavia Jayabaya akan berakhir dan dirinya tidak bisa maju lagi dalam kontestasi maka potensi munculnya penantang ‘Dinasti’ Jayabaya cukup besar. Dari keluarga Mulyadi Jayabaya atau yang karib disapa JB, ada dua nama yang telah dimunculkan, yakni pengusaha muda Moch Nabil Jayabaya dan kakaknya anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI M Hasbi Assidiky Jayabaya. Bahkan, muncul kabar burung, bahwa JB akan mendukung mantan Wakil Bupati Lebak Amir Hamzah untuk disandingkan dengan anggota keluarga Jayabaya.
Kemunculan calon penantang ‘Dinasti’ Jayabaya tentu sangat dinantikan masyarakat Lebak. Menang kalah dalam sebuah kontestasi merupakan hal biasa. Namun, bukan tidak mungkin, kandidat yang memiliki keberanian tersebut bakal menjadi suksesor Bupati Iti Octavia Jayabaya. Apalagi, di beberapa daerah di Indonesia, petahana berhasil ditumbangkan, seperti di Cilegon. Ratu Ati Marliati yang merupakan puteri dari mantan Walikota Aat Syafaat, didukung partai besar, memiliki modal kapiltal, jaringan di masyarakat dan birokrasi, secara mengejutkan kalah oleh pasangan Heldy–Sanuji yang hanya didukung Partai Berkarya dan PKS.
Di DKI Jakarta, mantan Gubernur Basuki Cahaya Purnama atau yang akrab disapa Ahok juga tumbang oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang waktu itu hanya didukung PKS dan Gerindra. Padahal, parpol dan kekuatan politik nasional serta pemodal mendukung Ahok untuk melanjutkan kepemimpinan di pusat Ibu Kota Negara.
Di Lebak, peta dukungan parpol masih cair. Partai Gerindra sebagai pemenang pemilu legislatif dengan sembilan kursi diyakini memiliki keinginan untuk mengusung kadernya sendiri. Selanjutnya, ada Partai Demokrat dan PDI Perjuangan, masing-masing memiliki tujuh kursi. Dua partai ini merupakan pengusung utama Bupati Iti Octavia Jayabaya dan Wakil Bupati Ade Sumardi. Selanjutnya, Partai Golkar dan PKB yang sama-sama memiliki enam kursi, dan partai menengah ke bawah di yakini akan mengikuti arah angin dari lima partai di atas.
Jadi, tidak ada satu pun parpol yang bisa mengusung calon Bupati dan Wakil Bupati sendirian. Karena itu, parpol yang ada di Lebak harus berkoaliasi untuk bisa mengusung calon kepala daerah pada 2023 yang akan datang. Akankah ada kejutan dalam kontestasi pilkada 2023, seperti pilkada 2013 ketika masa jabatan Mulyadi Jayabaya habis dan muncul nama Wakil Bupati Amir Hamzah–Kasmin dan Pepep Faisaludin–Aang Rasidi. Amir Hamzah dan Pepep tumbang oleh anak mantan Bupati Mulyadi Jayabaya, yakni Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi.
Menarik ditunggu, siapa yang berani menjadi penantang ‘Dinasti’ Jayabaya pada pilkada 2023 yang akan datang? (*)
Mastur adalah Ketua Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Lebak.