Puisi

Sajak-sajak Chikma W. Putri

A Diamond

Menjelang subuh, di ruang tamu, seisi pikiranku tercuri. Seseorang telah membaca nasibku melalui kartu remi. Judi yang tak tertandingi.

Kartu diacak berulang kali: seperti tepuk tangan tanpa bunyi.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

“Tetap berada pada satu ingatan”

Pembaca nasib mengatakan kata itu sebelum saatnya.

Matamu adalah hitam dalam kelopakku. Dan aku tak tahu apa yang harus diingat selain kehangatan itu.

Angka-angka dipilih berulang. Kartu remi disisihkan.

Pada batang rokok kedua, hitungan dihentikan. Kartu remi dibaca berurutan: seperti laron yang berputar pada bohlam. Di atas meja, pada kartu berurutan, ada sebuah ingatan yang dikembalikan: tentang pertemuan dan ketidaksengajaan.

Jam mengubah ‘tik’ menjadi sunyi yang berdesakan.

Tak ada yang akan terhapus pada malam dari arah timur yang samar. Barangkali perapian adalah pesta ingatan. Berdansa romantis dengan bir dan ciuman. Hangat menjalar pada tubuhku. Aku ingin berada dalam lingkar tanganmu. Persis waktu itu.

Lalu, kartu terakhir dibuka.

A diamond. Nasib kita terbaca.

Matamu menutup dalam kelopakku. Tak ada lagi perapian, tak ada lagi hangat, dan tak ada lagi nyala rokok.

Cinta kita hilang dalam kalimat mati.

Dan atau dalam pertemuan mati suri.

Pagi jatuh dengan sendu. Sedetik kemudian aku jadi beku.

Yogyakarta, 2020

 

Pertanyaan-pertanyaan Laut

Biarkan laut padam sebagian dan langit adalah satu-satunya jawaban yang jauh lebih pandai dan kekanak-kanakan. Aku sengaja pergi menemui langit dengan membawa kue, beberapa butir anggur, juga balsem. Sengaja aku tidak membawa dua matamu yang seperti kurang tidur itu, takut menggelinding dan bermutasi menjadi planet di luar angkasa. Merepotkan. Tenang saja, aku akan pulang dengan membawa oleh-oleh untukmu: kelinci bulan, bara matahari, atau cincin Saturnus. Barangkali kau akan suka. Barangkali kau menunggu kepulanganku karena itu.

Yogyakarta, 2020

 

 

Sejak Senyummu Merapat Begitu Hangat dengan Bibirku

(ayat 1)
apakah menghilang adalah cara paling nyaman
untuk memilih satu di antara dua yang terlalu banyak?
Tuhan itu kejam:
Ia mempertemukan sekaligus memisahkan
pada waktu yang bersamaan

(ayat 2)
hatimu: perhiasan jiwa yang menyimpan aku
sejak senyummu merapat begitu hangat dengan bibirku
dan yang membuatmu masih bertahan di kota ini: aku
kau katakan aku adalah ketenangan
yang ada dalam halaman-halaman manapun
di bawah matamu

(ayat 3)
saksikan mataku yang menyala
dalam genangan hujan pinggiran jalan itu
di antara pertanyaan-pertanyaanmu
yang membuat gigil berlebih
dan aku mendengarmu
mengulangi pertanyaan-pertanyaan yang sama
apakah kita akan menjadi sebuah umur panjang
untuk bisa menyaksikan kemarau yang lesap oleh penghujan
berkali-kali?
apakah kau mau mengucap janji pernikahan
denganku
-di dalam gereja itu?

(ayat 4)
dan hujan mengalir di sela-sela jariku
bertaburan dalam sukmaku

Yogyakarta, 2019

 

Aku Dingin dan Tubuhmu Kawah

Kau mendung yang berakhir pada pangkal bulan. Kau angin yang membuatku mendadak berdoa dan menduga-duga. Kau cangkir di belakang rumah yang menyembunyikan kopi yang menolak warna selain hitam dan pahit tak berakhiran.

Kau mulut yang memakan bibirku dengan malu-malu. Kau nyali yang merenggut jantung dan detakku. Kau nyamuk yang menghisap darahku hingga merah membata dan meninggalkan bekas kasatmata. Kau rajut yang membungkus tubuhku dengan hangat yang menjalar dari lengan-lenganmu.

Kau laut yang membuatku jatuh menggunakan jangkar dan tertahan begitu lama pada dasar. Kau bandul jam duabelas malam yang kebingungan dengan benda-benda diam yang melihatmu bergetar.

Kau arah kompas yang menjauh dari titik pusat.

Kau rumah yang menyimpan waktu bagian lain. Kau bibit yang tumbuh pada tanah yang entah disengaja atau tidak. Kau mata yang mempertemukan ingatan dengan cahaya. Kau presensi yang dipanggil berulang kali pada tempat yang menjual  kopi kotok seharga duabelas perak.

Kau pemburu yang dengan keras kepala mengambil degupku. Kau mata yang mengunci gerakan dan tatapanku.

Kau suara yang memantul dan bergema. Kau kekosongan yang dibuat dengan pura-pura. Kau gurita yang memuat banyak pelukan yang dapat direngkuh dan ditahan. Kau kawah yang menyimpan ketenangan, kehangatan, juga kematian.

Yogyakarta, 2020


Tentang Penulis: Chikma W. Putri, lahir pada bulan akhir, 1998. Berasal dari desa kecil yang dingin di daerah Magelang, seorang freshgraduate yang baru saja lulus dari perguruan tinggi bidang sastranya dan memilih untuk tetap tinggal di Yogyakarta. Selain menulis puisi, ia juga menulis cerpen, naskah drama, hingga desain grafis. Beberapa karyanya dapat dijumpai di media cetak maupun daring. Dapat ditemui melalui instagram @chikmwp dan surel [email protected]

 

Editor: Esih Yuliasari

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button