KABUPATEN PANDEGLANG, biem.co — Warga Desa Pasir Gadung, Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang, Banten, belum pernah melihat dan merasakan jalan aspal di kampungnya, hal itupun membuat geram warga setempat.
Dari pantauan dilokasi, sejumlah warga datang dengan membawa sebanyak 10 kilogram ikan lele dan sengaja membuangnya di kubangan air yang ada di jalan yang merupakan lintas kabupaten tersebut. Hal itu dilakukan atas bentuk kekesalan kepada pemerintah yang tidak dapat memperbaiki akses jalan yang berada di wilayahnya.
“Sekitar 10 kiloan lele yang dilepas. Ini adalah Bentuk kekecewaan kami kepada jalan ini, jalannya ya seperti ini, enggak pantas dilewati kendaraan. Rusak sudah Sekitar puluhan tahun, dari saya kecil,” kata Hamid (20) salah satu warga, saat ditemui dilokasi, Kamis (03/12/2020).
Dia berharap aspal atau betonisasi bisa masuk ke jalan desanya, sehingga tidak ada lagi warga yang jatuh terpeleset karena jalanan yang licin. Para siswa bisa berangkat sekolah tanpa harus mengotori seragamnya karena berbecek-becekkan.
“Sering ada yang jatuh, banyak yang sekolah, anak jatuh. Harapan kami cepat diperbaiki jalan ini,” terangnya.
Keluhan kondisi jalan juga dilontarkan oleh Hadi (50), warga Pasir Gadung. Menurut dia, kendaraan roda dua maupun roda empat susah melalui jalanan berlumpur dan berbatu itu. Guncangan sangat terasa, membuat perut mual dan tangan lelah bagi yang baru melewatinya.
Bagi masyarakat yang baru melintasi jalanan tersebut, harus ekstra sabar dan memiliki ketahanan fisik yang bagus. Jika tak pandai berkendara, maka bisa tergelincir hingga kendaraan mengalami kerusakan.
“Jangan kan roda empat, roda dua aja susah lewat jalur Cimoyan ini. Harapan kami segeralah anggarannya di prioritaskan jalan Cimoyan ini. Udah lama yah, sebelum tahun 2000 juga mungkin udah begini kondisi jalannya. Roda empat bingung lewat mana sini. Bisa mah bisa, cuma dipaksakan, kalau dipaksakan resiko kendaraan kita,” kata Hadi.
Kondisi jalan penghubung antara Desa Babakan Keusik, Cimoyan dan Pasir Gadung juga dikeluhkan oleh para pelajar yang setiap hari melewatinya untuk mengenyam pendidikan, seperti yang diceritakan oleh Ilham (13), siswa kelas VIII, Hendi (12) dan Aldi (12) siswa Kelas VII di SMPN 1 Patia.
Motor yang mereka naiki mogok, lantaran sebagian mesinnya terendam air kubangan di jalan tersebut. Kemudian motor itu di dorong dan diperbaiki bersama-sama, agar dapat melanjutkan perjalanan.
“Tiap hari lewat sini. Becek, sekolah enggak pakai sepatu. Kalau ujan bisa lewat sih, tapi sering jatuh, licin, kepeleset. Perjalanan menuju sekolah lebih dari 30 menit, jauh. Pinginnya jalanan bagus, biar enak,” harapnya.
Pihak pemerintah Kecamatan Patia mengaku sudah mengajukan perbaikan jalan ke Pemkab Pandeglang untuk tahun 2020 ini, namun semua batal karena terkena refocusing anggaran untuk covid-19. Setidaknya, ada sekitar 10 kilometer jalan milik kabupaten di Kecamatan Patia yang masih rusak.
Tobri, Kasi Trantib yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Camat (Sekmat) Patia mengaku jalanan di wilayahnya memang belum mulus semuanya. Sebagian besar baru diurug menggunakan batu, belum pernah di beton ataupun di aspal, sehingga tidak nyaman untuk dilewati kendaraan.
“Sudah kami ajukan, bahkan dari camat sebelumnya, jalan Cimoyan itu, karena itu akses infrastruktur kami serahkan ke kabupaten, karena tidak mungkin di desa dan kecamatan yang membangun, dari tahun 2019 sudah di ukur dan di survei,” kata PLt Sekmat Patia, Tobri, ditemui di ruang kerjanya.
Dia mengakui sejak awal tahun 2000’an, kondisi jalanan memang rusak, belum pernah dibetonisasi dan aspal. Kondisi tanahnya pun labil, sehingga mudah menjadi lumpur dan amblas jika tergenang air saat musim penghujan.
“Kalau total semua jalan kabupaten yang belum di aspal dan beton sekitar 10 kilometer, itupun ada yang bagus, ada yang jelek. Jalan itu sering tergenang air, kalau musim hujan air sungai meluap kesana. Status jalannya yang saya tahu jalan kabupaten,” jelasnya. (Sopian)