biem.co — Hari ini, kita berada pada era revolusi industri 4.0, masa di mana sejak tahun 2011 silam diramalkan dan dibicarakan oleh banyak orang. Saat itu di berbagai kelas, berbagai forum para ahli memprediksi kehadiran teknologi nyaris mengubah berbagai pola kehidupan, termasuk dunia kampus di dalamnya.
Kita adalah pelaku yang diramalkan itu. Masa di mana pendidikan banyak didominasi oleh hadirnya teknologi informasi. Seperti halnya 3D Digital Printing, Virtual and Augmented Reality, Gamification, Artificial Intelligent, dan Learning Analytics.
Peneliti dapat mencetak hasil penelitian secara presisi menggunakan 3D Digital Printing. Teknologi Virtual and Augmented Reality membuat Distance Learning menjadikan pengalaman kuliah seakan-akan berada dalam ruangan yang sama seolah olah dalam satu dimensi. Konsep permainan online (Gamification) dalam dunia pendidikan membantu para pendidik untuk bisa membangun motivasi di kelas-kelas sehingga mahasiswa lebih terpacu untuk terlibat didalam bentuk permainan tersebut.
Sementara itu, standar kurikulum pun berubah beralih ke kurikulum modular dimana masing-masing mahasiswa dapat membuat kombinasi modul mata kuliahnya sesuai kebutuhan unik dari para pemberi kerja melalui modul-modul yang tersedia. Bahkan regulasi di bidang pendidikan terus bermetamorfosis, konsep yang dirancang adaptabel dan siap menghadapi tantangan jaman diterbitkan dengan jargon merdeka belajar dan kampus merdeka.
Saya tertarik dengan kisahnya Prof. Rhenald Kasali pada sebuah seminar di Lombok. Dihadiri oleh para guru besar dan ilmuwan. Sebagian adalah arsitek ekonomi Indonesia. Dalam pembukaannya ia memutar video konser musik kelas dunia Cold Play di Tokyo yang Ia akses dari Youtube. Pada bagian bawah video ia tuliskan: “Bila entertainment kelas dunia seperti ini saja begitu mudah di akses kaum muda, bagaimana para ilmuwan kelas dunia?”
Semua peserta tampak tertegun, ada beberapa wajah yang menolaknya. Ada satu-dua penyangkalan. “Ini bukan entertainment. Profesi kami sangat terhormat.”
“Ah, itu hanya bidang Anda saja barangkali. Ilmu saya adalah ilmu pasti. Tak semudah itu digantikan,” ujar mereka.
Saat satu-dua peserta bergumam seperti itu, Rhenald Kasali lalu menyiapkan video lainnya tentang Psikologi Mindset dari Psikolog Stanford University, Carol S. Dweck, tentang mekanisme molekular yang disajikan penerima hadiah Nobel Bidang Kedokteran tahun 2017 (Michael Young), serta ceramah Kazuo Ishiguro (penerima hadiah Nobel sastra) yang sangat memukau tentang karya-karyanya: Remains of The Day dan Never Let Me Go.
Singkatnya, hari ini kita bisa mengakses video pembelajaran, ceramah-ceramah, dan riset-riset terbaru yang dibawakan langsung oleh ilmuwan-ilmuwan terbaik di dunia. Kita bisa memperoleh tayangan pembelajaran secara cuma-cuma. Situasi ini menyadarkan kita untuk mengubah cara pandang, dunia tengah berubah Rhenald Kasali menyebutnya shifting.
Kelak tak akan ada lagi tempat (dalam dunia kerja) bagi kelompok medioker yang kurang menuntut diri untuk belajar kembali atau bermental penumpang. Bahkan, ijazah dari perguruan tinggi terbaik sekalipun tidak cukup untuk mengantarkan diri ke jenjang yang lebih tinggi bila penggemblengan mental diri tidak dilakukan.
Pendidikan akan mengalami tekanan besar perubahan dari cara pengajaran, teknologi, dan standar kualitas. Algoritma dan kecerdasan artifisial akan berpengaruh siginifikan terhadap proses pembelajaran. Pendekatan “what to learn” akan menjadi usang dan digantikan dengan “how to learn”.
Perkembangan teknologi informasi yang pesat itu kini diuji. Saat kita masih hangat berbicara gagasan tentang perkembangan teknologi dan pendidikan di masa depan. Lalu pembicaraan berubah begitu cepat. Beralih ke topik pandemi Covid-19 yang melanda di seluruh belahan dunia, hingga hari ini, Covid-19 membuat disrupsi semakin dahsyat.
Pembatasan interaksi manusia berdampak pada krisis ekonomi global, ditutupnya kantor-kantor, pasar dan industri secara masif, pembatasan tempat ibadah, dan yang tak kalah menyedihkan pembelajaran tak lagi dilakukan di lingkungan sekolah atau kampus-kampus.
Sekolah dan kampus seolah-olah berpindah ke rumah-rumah. Kendati model pembelajaran belum cukup ideal, pembelajaran dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan aplikasi dan perangkat digital. Jalan ini ditempuh agar tak ada generasi yang hilang akibat keterputusan (discontinuity) pembelajaran.
Begitulah, teknologi digital dengan berbagai kemudahannya selain memberikan peluang kehadirannya juga menjadi sebuah ancaman. Pembelajaran yang berorientasi pada transfer pengetahuan cepat atau lambat akan tergantikan dengan platform digital. Informasi dan pengetahuan dengan mudahnya tersebar luas di internet. Bahkan beredarnya kuliah terbuka yang dilakukan secara daring tanpa berbayar, gratis. Ya, hadirnya MOOC (Massive Open Online Course) ini menjadi sebuah ancaman serius bagi perguruan tinggi dan dosen.
Menurut Aam Bastaman, salah satu anggota lembaga tim kerja Lembaga Produktivitas Nasional (LPN) peta kompetisi Perguruan Tinggi akan berubah dengan banyaknya jasa layanan pengetahuan berbasis internet yang semakin canggih, menarik dan fleksibel. Kampus harus bersiap-siap dengan perang kompetisi gaya baru, yang penuh disrupsi dan kejutan tak terduga. Saat ini tidak ada lagi establishment, semua industri pendidikan termasuk Perguruan Tinggi harus siap-siap menghadapi guncangan dan turbulensi.
Tampaknya pengembangan perguruan tinggi saat ini semakin menantang. Teknologi dan pandemi menjadi sebuah tembok besar yang harus dilalui. Oleh karena itu buku ini hadir dengan harapan menjadi salah satu sumber pemikiran. Buku yang berjudul ‘Meretas Kampus Masa Depan Gemilang’ ini menyajikan berbagai pikiran yang hangat dan segar dari para ahli dan praktisi terkait dengan perkembangan kampus masa kini dan masa depan.
‘Meretas Kampus Masa Depan Gemilang’ adalah bagaimana kampus memiliki gairah untuk terus beradaptasi dengan perkembangan jaman, memiliki semangat untuk tumbuh. Menyadari pentingnya kolaborasi dan inovasi agar tetap survive. Menjadi wahana bagi tumbuh suburnya ide dan gagasan untuk meluluskan manusia-manusia berpengatahuan, kompeten dan bermental kreator. Kampus Masa Depan Gemilang berarti mampu berkontribusi nyata melalui pengabdian kepada masyarakat dan menghasilkan penelitaian yang maslahat bagi umat manusia.
Seperti halnya ungkapan Carol S. Dweck bahwa orang-orang yang berkembang adalah orang-orang yang selalu dipenuhi dengan kegairahan untuk mencari hal-hal baru, suka tantangan, tidak takut gagal, berani mencoba dan belajar terus, terbuka, tidak takut dikritik atau apapun penilaian orang lain, dan pentingnya usaha walaupun belum tentu berhasil.
Semoga memperkaya gagasan dan khasanah dalam pengembangan pendidikan. Waallahu alamu bissowab. (*)