20 BAIT SONETA BUAT IBUNDA TERCINTA
I/
Adalah warna pelangi
yang mengukir jantungmu,
denyut dan pompanya menjelma putih awan,
sebelum tidur datang buat menawarkan mimpi-mimpi panjang.
Di luar kendali jam berdetak kencang,
seperti sebuah suara atau nyanyian?
yang tersimpan jauh dalam dirimu,
yang menjemput aroma kabut malam satu persatu.
Sihir dan kasih sayang
tumbuh subur di kepalamu,
terbantun menjadi sunyi dan gema pada diriku.
Disebut malam adalah kesunyian yang nakal,
namun ia tidak lain adalah rindumu yang menjerit-jerit,
yang memanggil-manggil aku.
II/
Adalah cinta yang menghijau di tubuhmu,
seperti bunga rimbun, dihinggapi dan diciumi berulang oleh kupu-kupu,
api matahari jahat membersit dan mati di situ,
adalah cinta, adalah bunga, adalah matahari yang menimangku
Pinggang ramping cahaya jatuh di pipimu,
merambat pelan ke garis-garis leherku,
kilaunya serupa payudara perawan yang dikejar-kejar pemburu,
tak terlacak dan tak tercatat oleh ilhamku
Dengan kedua pundak kecilmu,
kau sandang sayang dan kasih, yang senantiasa debar,
kau simpan rahasia maut yang gemetar.
Dengan kedua tanganmu
yang lembut membelai,
kau nyalakan api cinta, kau nyalakan api cinta.
III/
Bila malam tiba
daun-daun gugur di matamu,
mereka kelihatan begitu lemah dan tak berdaya,
seperti perjaka yang takluk pada genggaman vagina.
Di mata ibu
anak-anaknya gugur daun,
tiap malam bersilih untuk dipungut,
bersilih meminta kehangatan.
Sebab bola matanya adalah sepasang malaikat yang tertidur,
yang menyulam malam jadi wahyu,
menangkal pagi dari sendu.
Satu kitab dongeng
yang dibaca berulang tanpa jemu,
telah dirawikan ke dalam matamu
IIII/
Ketika aku menyibak rambutmu, hanya wangi teratai
yang terurai,
hanya halus sutra
yang terasa.
Teratai itu kepunyaanku,
sutra itu pembalut segala luka,
dari dunia bila jauh berpaling,
jika suara nasib baik tiada bergeming.
Tapi siang dan malam
sekarang semuanya
sudah terasa asing.
Untuk itu mandikan kepanasan siangku
dengan teratai malammu,
bungkus luka-luka ini dengan sutramu.
IIIII/
Tiap malam barangkali sepertiku,
kau selalu merindukanku
dari bukit-bukit, dari kampung kita yang
mengigau tentang lampu kota, ah suka duka.
Tapi bagaimana kalau rindu adalah belati,
yang tak pernah kau tahu dari sisi mana
ia akan mencabik badanmu, bukankah
kau selama ini sudah lama menggenggamnya?
Rindukah aku ibu,
atau belati itu,
yang senantiasa jarak darimu?
Ah, rindu yang tak ada habisnya,
belati yang selalu tajamnya, dalam doa ibu mencairlah
segala dendam padanya, bernaung aku dalam indah gemanya.
Padang, 23 November 2019
TIGA UNTAI SAJAK MALAM
I/
Dan angin,
daun-daun bergoyang.
II/
Di kedalaman matamu,
langit-langit mendekat,
lintas awan,
serbuk hujan,
anak-anak
cahaya berhamburan.
Sepatah kata yang gagal
dan terulang.
Pada biru hasratmu,
menyala garang pula
gelegak cintaku,
menelusuri rahasia
mawar jantungmu.
Ada yang memanggil malam,
pada ketakutan yang paling,
di sunyi yang tiada bergeming,
merontokkan aroma bunga,
meretas gerak lamban
pohon siwalan.
III/
Dan angin,
daun-daun bergoyang,
menciumi tubuhmu yang kesepian,
tubuhmu yang kesepian!
Bayang, 17 November 2019
NYANYIAN NOKTURNAL UNTUK CINTA YANG MEMBARA
Saat dekat maupun jauh,
hatiku bergetar untukmu,
bagai tambur gaib dipukul berulang,
dapat kau dengar suaraku melengking di hutan paling lengang.
Pernahkah kau bayangkan setetes hujan terbang,
menelusuri jejak-jejak anyelir yang dipatahkan, sendirian?
Atau kapuk jatuh kehilangan batang,
dan tergeletak kedinginan di sebongkah tanah yang tak fasih bahasa rindu?
Sudah sejak lama aku menjadi bagian mereka,
berjalan di padang kesepian yang maha luas,
sebelum menemukanmu.
Aku ingin membelaimu,
mengecup madu jiwamu yang merebak,
muasal bara diriku, lebih lama,
sampai kita melupakan bentuk darah
dan wajah masing-masing.
Seekor anjing kini melolong
dari muara gang yang tak kukenal,
kupegang tangan malam,
hampa membentang,
kesunyian nan guyah
ada di sendiku sekarang.
Serupa sediakala;
aku akan kembali ke waktu-waktu jauh
tanpa dekapmu.
Biarkan! Biarkan aku berlama-lama
di dalam sekeping tubuh merahmu,
melahirkan setangkup anak cahaya,
bahagia merupa,
walau zaman angkuh dan fana.
Bayang, 19 Mei 2020
KULIHAT LADANG KITA
Kulihat ladang kita, ayahanda.
Kulit manis dan burung ketilang
menyanyikan ksepianmu,
tubuhmu adalah tempat
di mana duka lara terhimpun,
bayang-bayangku yang ganjil
tak kuasa menghitung
derap langkahmu
yang tertinggal,
pun gambut
dan netra kabut.
Kulihat ladang kita, ayahanda.
Kedinginan yang sia-sia
tumbuh di badan mereka.
Kulihat ladang kita, ayahanda,
meruyak bau tubuhmu
yang sajikan getir derita,
dari apa yang kita sebut tumbuh.
Bayang, 03 Oktober 2020
NATALIA
Perempuan tak bisa
dipisahkan dari mawar,
begitu pun Natalia.
Jika mawar menjelma matahari,
Natalia ada di dalamnya,
menyala dan terbakar.
Bayang, 05 oktober 2020
Baca Juga
SINONIM
Karena sepi itu
tak bernama, cintaku,
maka kusaksikan lagi
helaian rambutmu,
jambul bulu mata,
serta racau langkah
sepasang kakimu
melintas dalam
bayangan malam.
Karena rindu pun
juga tak bernama cintaku,
maka kubiarkan saja
sepotong demi sepotong diriku
melebur dalam timbunan abumu.
Bayang, 16 Agustus 2020
LEGITIMASI
Hei, aku mesti terus mencintaimu!
Kesedihan pertama bunga mawar.
Bayang, 03 Juli 2020
AKU MENIKMATI ANGIN
Aku menikmati angin,
bayangan pedang
yang membantai itu,
seolah-olah kau
yang tengah menari,
memanjat, menyelinap,
ke pori, ke leher,
dan jantungku.
Kita berdiam diri,
menyaksikan semesta
membagikan gugusan keindahan
pada setiap yang berwujud.
Kita berdiam diri,
untuk menitahkan sepasang bunyi
atau cinta,
yang akan meracau
sepanjang zaman.
Bayang, 29 Maret 2020
MALAM YANG GIGIL
Malam,
gigil yang berulang,
bulan menetap di langit
sambil mencoretkan warnanya.
Dan lampu-lampu yang dibuatnya lindap
menyempurnakan sunyi,
memukul rangkaku yang gemetar.
Padang, 22 Agustus 2019
MEMASUKI GELANGGANG DIRIMU
Di dalam dirimu;
seekor kalajengking,
lipan berkaki banyak,
berulang membenturkan bisa.
Di luar dirimu;
seekor ular,
tikus bermoncong golok,
menyapa diriku
yang hendak memasuki
gelanggang asing itu.
Bayang, 06 Januari 2020
SUARA MALAM DI KEPALANYA
Gemuruh,
gerimis,
lalu hujan,
betapa ramai
suara-suara
yang terjebak
dalam dinding gang,
sebentar sunyi,
sebentar berapi,
di kepalanya malam ini.
Padang, 29 September 2019
SERENADE SENJA PENGHABISAN
Jejak-jejak ingatan; terputus-putus.
Kata-kata terjungkal; memanjati jantung.
Sari-sari jagung beterbangan ke buritan; perahu tersisih.
Langkah matahari di garis nasib; di garis kabut.
Serenade senja kala; menembus gambut di tubuh kita.
Timbunan cahaya; putih semula, merah kedua, lalu hitam penghabisan.
Tinggal menanti atau dinanti suatu perhelatan.
Bayang, 3 November 2019
SENANDUNG CINTA BUNGA ZINNIA DAN KUPU-KUPU
Bunga Zinnia dan kupu-kupu,
di beranda Maret terang,
di halaman kosong lapang.
Percintaan itu; tangkai yang tak jenuh,
sepasang sayap yang saling merangkul.
Menyanyilah keduanya,
kepada pagi, kepada siang (martir sore),
menuju kaki waktu,
yang tak terasa kian memendek.
Padang, 14 Maret 2020
Tentang Penulis: Rion Albukhari, lahir di Bayang, Pantai Barat Sumatera. Sekarang adalah mahasiswa di Unand pada Prodi Ilmu Sejarah. Menulis esai dan puisi yang sudah dimuat di media. Bergiat di organisasi Cendekia dan Rumah Baca Pelopor 19.