KOTA SERANG, biem.co – Hallo Sobat biem, dalam rangka mendiskusikan dan meninjau sejarah gerakan revolusi di Banten, Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Banten menggelar Web Seminar (Webinar) bertemakan “Tinjauan Kritis Revolusi 1926 di Banten: Pemberontakan komunis atau Perang Sabil?”
Nah webinar ini dipandu oleh Erwin Supriatna, guru MAN Insan Cendekia Serpong, yang dihadiri dua narasumber sejarawan asal Banten, yaitu Pemred Historia.id/inisiator Museum Multatuli, Bonnie Triyana, dan akademisi UIN SMH Banten, Mufti Ali.
Penanggung jawab kegiatan, Abdul Somad menjelaskan, pemilihan tema dilatarbelakangi adanya perhatian AGSI Banten terhadap sejarah lokal Banten.
“Peristiwa 1926 ini bagi kami sangat menarik untuk dipelajari dan didiskusikan, karena arus utama historiografi disebutkan bahwa ia adalah pemberontakan Komunis; namun perspektif lain ia adalah perjuangan jihad fi sabililah para ulama-santri melawan kezaliman kolonialisme Belanda. Atas informasi tersebut, maka kami ingin belajar bagaimana memahami peristiwa ini dengan objektif, terutama peran dan pengaruh ulama dalam peristiwa tersebut,” ujar guru sejarah SMAN 1 Ciruas, Selasa (30/06/2020).
Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, “Guru sejarah harus memiliki kreatifitas untuk memahami sejarah lokal yang tidak masuk kurikulum nasional dengan harapan peserta didik dapat membangun penalaran yang dikaitkan dengan sejarah dan konteks kekinian. AGSI ikut berjuang menjaga keutuhan Indonesia dengan cara mengedukasi masyarakat dan mencoba menghadirkan solusi di tengah maraknya informasi yang tidak sedikit berbau hoax melalui pembelajaran sejarah,” ungkapnya.
Dalam diskusi, saat moderator menanyakan apakah Revolusi 1926 di Banten itu pemberontakan komunis atau perang sabil, Bonnie Triyana menjawab bahwa dua-duanya benar.
“Karena ada sama kepentingan,” katanya.
Ia menyatakan bahwa pada masa kolonial masyarakat Banten banyak melakukan pemberontakan yang didorong oleh semangat keagamaan (tarekat) yang dipicu adanya westernisasi birokrasi, kesulitan ekonomi, keresahan sosial hingga gerakan untuk menghidupkan kesultanan Banten. Aliansi strategis dibutuhkan untuk melawan revolusi melawan pemerintah kolonial. Dalam sejarah, mereka bertemu pada titik yang sama. Meskipun secara ontologis kedua golongan ini bertolak belakang. Keadaan pada masa itu di tahun 1920-an berbeda dengan zaman 1965 apalagi masa sekarang.
“Pada sejarah dunia itu suatu hal yang biasa seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet beraliansi melawan fasis”, katanya.
Sementara itu, Mufti Ali berargumentasi yang sedikit berbeda dengan Bonnie. Ia mengatakan pada masa awal abad ke-20, kaum komunis tidak cukup memiliki kekuatan di Banten karena tidak punya anggota.
“Saat itu kaum komunis sadar, karena mereka itu lemah serta tidak mendapat dukungan dari rakyat Banten, sehingga mereka mendekati ulama,” ujarnya.
Sejarawan Banten yang telah menyusun naskah akademis pengusulan K.H. Achmad Chotib sebagai pahlawan nasional ini juga menyatakan, bahwa dari laporan-laporan kolonial tidak ada bukti bahwa para ulama berideologi komunis. Pemberontakan 1926 terjadi bukan disebabkan oleh tokoh-tokoh komunis, tetapi oleh pengaruh K.H. Asnawi Caringin yang didukung oleh para pengikutnya dan keluarganya, terutama menantunya yang menjadi tokoh pergerakan yaitu K.H. Achmad Chotib.
“Para kiayi menanamkan kepercayaan diri kepada para pengikutnya dalam bentuk doa dan restu. Sebagai buktinya yaitu dengan ditemukannya doa perang sabil dalam peci Achmad Chotib yang menjadi dasar diasingkannya Kyai Asnawi selama setahun di Jakarta dan 7 tahun di Cianjur,” jelasnya. Mufti Ali.
For your information, Webinar AGSI yang ke-36 kalinya ini mendapat atensi yang luar biasa. Meski hanya dapat menyertakan 500 orang yang berinteraksi di aplikasi zoom, penonton youtube mencapai 3.534 orang. Peserta terdiri dari guru, dosen, mahasiswa dan masyarakat umum.
Sebagai penutup, Abdul Somad menyampaikan, bahwa generasi penerus bangsa hendaknya kita mengambil makna dan mengambil pembelajaran dari setiap persitiwa sejarah untuk kehidupan masa kini, dan masa yang akan datang terutama pentingnya arti perjuangan menegakkan keadilan. (red)